Berita Kotim Kalteng

Dimomen Maulid Nabi 2025, Kisah Datuk Jungkir Tetap Hidup di Tengah Masyarakat Sampit Kotim

Momen peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW 2025 di Kotim, Datuk Jungkir atau Kai Jungkir, tokoh berpengaruh di Kota Sampit dikenan oleh masyarakat

Penulis: Herman Antoni Saputra | Editor: Sri Mariati
Tribunkalteng.com/Herman Antoni Saputra
MAKAM - Makan Kau Jungkir yang terletak di Jalan Baamang I, Kecamatan Baamang Tengah, Kabupaten Kotawaringin Timur, Jumat (5/9/2025). 

“Dulu orang kalau mau ke rumahnya bilangnya ‘ke Sampit’, akhirnya melekat jadi nama kota,” kata Indra.

Ketokohan keluarga Datuk Sampit membuat pihak kolonial Belanda tertarik dengan lahan yang mereka miliki. 

Pada masa itu, Belanda meminjam tanah Datuk Sampit di Jalan D.I. Panjaitan untuk mendirikan pabrik kayu yang dikenal sebagai Bruynzeel, cikal bakal perusahaan kehutanan PT Inhutani.

Setelah Datuk Sampit wafat, tanggung jawab diwariskan kepada Kai Jungkir. 

Belanda kembali meminta perluasan lahan hingga ke tepian Sungai Mentaya. Meski setuju, Kai Jungkir memberi syarat bahwa rumah peninggalan ayahnya tidak boleh diubah sedikit pun saat dipindahkan. 

Hingga kini, bekas paku pada papan rumah masih menjadi bukti proses pemindahan itu.

Kai Jungkir juga dikenal memiliki kedekatan dengan Kerajaan di Istana Kuning Pangkalan Bun. 

Salah satu kisah karomahnya yang paling terkenal adalah ketika ia menggagalkan rencana pengeboman Belanda. 

Dengan memutar sebuah ranting ke langit, wilayah Sampit yang menjadi target justru terlihat seperti lautan, sehingga pesawat Belanda mengurungkan aksinya.

“Setelah itu, nama Kai Jungkir semakin harum. Beliau diyakini mendapat perlindungan Allah, sehingga Sampit terhindar dari bencana besar,” tambah Indra.

Kai Jungkir wafat pada 1948 dan dimakamkan tepat di depan rumahnya. 

Hingga kini, makam tersebut kerap diziarahi masyarakat, terutama saat momen keagamaan seperti Maulid Nabi. 

Banyak warga berdoa sambil mengenang jasa beliau dalam menyebarkan Islam dan menjaga Sampit dari ancaman penjajah.

Nama “Jungkir” sendiri diberikan karena saat lahir ia keluar dengan posisi kaki terlebih dahulu. “Dari situlah beliau dikenal dengan panggilan Jungkir,” jelas Indra.

Kini, meski rumah Kai Jungkir telah ditetapkan sebagai cagar budaya, kondisinya mulai mengalami kerusakan, khususnya di bagian dapur yang roboh hingga 25 persen. 

Baca juga: Lapas Sampit dan Warga Binaan Peringati Maulid Nabi Muhammad SAW Dengan Khidmat

Baca juga: Hadiri Peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW 1446 H, Rudini: Mari Rajut Kebersamaan Dalam Keberkahan

Upaya perbaikan sudah diusulkan, namun masih terkendala dana dari pemerintah daerah.

“Semoga di momen Maulid Nabi ini, perhatian terhadap warisan sejarah dan tokoh Islam seperti Kai Jungkir semakin meningkat. Sebab, perjuangan beliau adalah bagian dari perjalanan keislaman dan identitas masyarakat Sampit,” tutup Indra

Sumber: Tribun Kalteng
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved