Berita Kotim Kalteng

Sistem Biometrik BPJS Dikeluhkan Warga Kotim, Anggota DPRD Desak Evaluasi oleh Pemda

Ketua Komisi III DPRD Kotim, Dadang Siswanto, mendesak Pemkab untuk mengevaluasi penerapan sistem biometrik oleh BPJS Kesehatan dikeluhkan warga

Penulis: Herman Antoni Saputra | Editor: Sri Mariati
Tribunkalteng.com/Herman Antoni Saputra
SIGAP - Ketua Komisi III DPRD Kotim, Dadang Siswanto, langsung bereaksi cepat dengan menelpon pihak BPJS di hadapan awak media, Selasa (6/10/2025). 

TRIBUNKALTENG.COM, SAMPIT – Kebijakan penerapan sistem biometrik oleh BPJS Kesehatan, menuai keluhan dari masyarakat Kabupaten Kotawaringin Timur (Kotim). 

Pasalnya, sistem tersebut dianggap memperlambat pelayanan di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) dr Murjani Sampit.

Pantauan pada Senin (6/10/2025), antrean pasien di rumah sakit milik Pemkab Kotim itu tampak mengular. 

Warga yang datang untuk mendapatkan layanan kesehatan harus menunggu lama karena proses validasi data menggunakan sidik jari dan pemindaian wajah.

Menanggapi situasi ini, Ketua Komisi III DPRD Kotim, Dadang Siswanto, langsung bereaksi cepat. 

Di hadapan awak media, ia menghubungi pihak BPJS Kesehatan untuk meminta klarifikasi atas keluhan masyarakat tersebut.

Menurut Dadang, pelayanan kesehatan semestinya berjalan secara menyeluruh dan efisien tanpa menambah beban administratif bagi masyarakat. 

Ia menilai sistem validasi yang berbelit-belit justru berpotensi menghambat akses layanan bagi peserta BPJS.

“Pelayanan kesehatan itu harus paripurna, dari hulu sampai hilir. Kalau di hulunya saja sudah rumit, maka seluruh proses pelayanan juga akan terganggu,” tegas Dadang.

Ia juga menyoroti bahwa sistem BPJS sebenarnya sudah terintegrasi dengan Nomor Induk Kependudukan (NIK). 

Karena itu, ia mempertanyakan alasan penerapan validasi tambahan di rumah sakit.

“Sekarang semua data peserta sudah terhubung dengan NIK. Tinggal masukkan NIK, datanya langsung muncul. Kalau begitu, buat apa lagi divalidasi ulang di rumah sakit? Itu malah bikin lambat,” ujarnya.

Dari hasil koordinasinya dengan pihak BPJS, Dadang mengungkapkan bahwa penerapan sistem biometrik sebenarnya sudah diberlakukan secara nasional sejak 2023. 

Namun, RSUD dr Murjani baru mulai menjalankan sistem ini 2025.

“Informasi dari BPJS, ini bukan aturan baru. Hanya saja RSUD dr Murjani terlambat menerapkannya, jadi sekarang terasa seperti kebijakan mendadak,” terangnya.

Lebih lanjut dijelaskan, kebijakan tersebut diterapkan untuk mencegah penyalahgunaan data peserta BPJS. 

Hal ini menyusul temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) terkait adanya klaim layanan yang masih menggunakan identitas pasien yang sudah meninggal dunia.

“Karena itu, digunakan validasi biometrik berupa sidik jari atau face recognition agar peserta yang datang benar-benar sesuai dengan data yang terdaftar. Tapi pasien anak-anak dan kondisi gawat darurat dikecualikan,” jelas Dadang.

Sementara antrean panjang yang terjadi di RSUD dr Murjani disebut karena keterbatasan alat verifikasi. 

Pihak BPJS berencana menambah empat unit perangkat baru agar proses validasi bisa berjalan lebih cepat.

Baca juga: Muhammad Ramadhana Rahman Dilantik jadi Anggota DPRD Kotim PAW Ahyar Umar

Baca juga: Demo Hari Ini, Ketua DPRD Kotim Minta Pemerintah Pusat Perhatikan Aspirasi Warga Terkait Lahan Sawit

“Face recognition sebenarnya jauh lebih cepat dibanding fingerprint, hanya dua sampai tiga detik. Jadi kalau alatnya ditambah, antrean bisa terurai,” ujarnya.

Dadang berharap BPJS dan pihak rumah sakit segera memperbaiki sistem agar tidak ada lagi keluhan dari masyarakat. 

“Tujuan kita sama, memastikan masyarakat dapat pelayanan terbaik tanpa ribet urusan administrasi,” pungkasnya.

Sumber: Tribun Kalteng
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved