Berita Kotim Kalteng

Tergolong Daerah Terisolir, 3 Masalah Utama di Pulau Hanaut, Soroti Listrik, Air Bersih, dan Jalan

Camat Pulau Hanaut, Dedi Purwanto ungkap masih banyak persoalan dihadapi masyarakat terutama listrik, air, dan akses jalan tergolong terisolir

Penulis: Herman Antoni Saputra | Editor: Sri Mariati
ISTIMEWA
KELUHAN - Kondisi di Pulau Hanaut, penyeberangan yang melalui sungai dan kondisi jalan rusak. 

TRIBUNKALTENG.COM, SAMPIT Camat Pulau Hanaut, Kabupaten Kotawaringin Timur (Kotim), Dedi Purwanto mengungkapkan masih banyak persoalan yang dihadapi masyarakat di wilayahnya. 

Tiga masalah utama yang menjadi perhatian serius adalah akses jalan, kebutuhan listrik, serta ketersediaan air bersih.

Menurut Dedi, Pulau Hanaut merupakan salah satu wilayah yang masih tergolong terisolasi. 

Untuk menuju ke pusat kecamatan, masyarakat harus menempuh perjalanan hampir satu jam dengan kombinasi jalur darat dan air. 

Kondisi itu membuat pelayanan dan akses kebutuhan dasar menjadi terbatas.

“Yang pertama soal listrik. Sampai sekarang suplai listrik di Pulau Hanaut masih bergantung pada jalur dari Kecamatan Seranau. Itu jaraknya cukup jauh, sehingga ketika ada gangguan, seluruh Pulau Hanaut ikut terdampak,” kata Dedi, Senin (29/9/2025).

Ia menjelaskan, PLN sebenarnya sudah melakukan penjajakan jalur baru. 

Rencananya jaringan listrik akan dipotong dari Begendang, menyeberang ke Pulau Lepeh, lalu disambungkan ke Pulau Hanaut. Jalur ini dianggap lebih dekat dibandingkan melalui Seranau.

“Kalau dari Seranau memang jauh sekali. Ketika ada gangguan, misalnya hujan atau angin ribut, aliran listrik bisa padam sampai tiga hari. Ini tentu menyulitkan masyarakat,” ujarnya.

Meski demikian, Dedi mengaku belum mengetahui sejauh mana progres pembangunan jaringan baru tersebut. 

“Saya belum sempat mengecek secara langsung. Tapi kemarin dari pihak PLN sudah sempat membangun fondasi untuk jaringan baru itu. Kita harap bisa segera terealisasi,” ucapnya.

Selain listrik, permasalahan lain yang krusial adalah kebutuhan air bersih. 

Dedi mengatakan, selama musim kemarau warga hanya mengandalkan air hujan yang ditampung di tandon-tandon. 

Upaya penggalian sumur bor sudah dilakukan, namun hasilnya kurang maksimal karena kondisi tanah yang dekat laut.

“Airnya kadang berwarna kuning atau dalam bahasa masyarakat disebut ‘petagar’. Jadi memang belum layak konsumsi. Kami sangat berharap ada solusi permanen,” ungkapnya.

Halaman
12
Sumber: Tribun Kalteng
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved