Penolakan Bangun Gereja di Kotim
Dewan Adat Dayak Kotawaringin Timur Minta Aparat Segera Tangani Polemik Izin Gereja di Sumber Makmur
Penolakan terhadap pendirian rumah ibadah yang berasal dari agama-agama resmi yang diakui negara tidak dapat dibenarkan.
Penulis: Herman Antoni Saputra | Editor: Haryanto
TRIBUNKALTENG.COM, SAMPIT – Ketua Harian Dewan Adat Dayak Kotawaringin Timur atau DAD Kotim, Gahara menanggapi serius, viralnya surat dari Kepala Desa Sumber Makmur, Kecamatan Mentaya Hilir Utara (MHU) yang menyebut belum bisa memberikan izin pendirian gereja di wilayah tersebut.
Menurut Gahara, DAD Kotim telah menerima informasi langsung dari DAD Kalimantan Tengah terkait isu tersebut.
Ia menyatakan, lembaga adat memandang penting untuk segera menyelesaikan persoalan ini agar tidak berkembang menjadi konflik sosial.
“Tadi Sekretaris Umum DAD Provinsi Kalimantan Tengah sudah menghubungi saya menyampaikan hal ini. Saya langsung berkoordinasi dengan pihak kecamatan. Saya minta agar Pak Camat turun tangan, Pak Kapolsek juga harus ikut menyikapi. Ini tidak boleh dibiarkan,” ujar Gahara, Senin (21/7/2025).
Baca juga: Breaking News, Viral Surat Penolakan Bangun Gereja di Sumber Makmur Kotim, Camat Panggil Kades
Ia menegaskan, penolakan terhadap pendirian rumah ibadah yang berasal dari agama-agama resmi yang diakui negara tidak dapat dibenarkan.
Apalagi, katanya, masyarakat Kalimantan Tengah dikenal menjunjung tinggi nilai-nilai kearifan lokal yang toleran.
“Di daerah kita ini ada falsafah Huma Betang. Artinya, Kotawaringin Timur terbuka bagi suku dan agama apa pun selama menjunjung tinggi adat istiadat yang berlaku. Ini penting kita jaga bersama,” ungkap Gahara.
Selain Huma Betang, ia juga menyebut falsafah Dayak lainnya, yaitu Belum Behadat, yang mengandung nilai-nilai kebersamaan, keterbukaan, dan penghormatan terhadap sesama.
Menurutnya, kedua falsafah tersebut harus menjadi dasar menyikapi keragaman masyarakat di Kotim.
“Di mana bumi dipijak kepolisia di situ langit dijunjung. Jadi, mari semua pihak dari kecamatan, kepolisian hingga masyarakat segera antisipasi agar tidak berkembang jadi masalah besar. Penolakan seperti ini tidak boleh terjadi,” tegasnya.
Gahara juga meluruskan, penolakan hanya bisa dilakukan jika rumah ibadah yang dibangun berasal dari ajaran atau aliran kepercayaan yang tidak diakui secara resmi oleh pemerintah.
“Kalau rumah ibadah itu dari agama resmi, seperti Islam, Kristen, Katolik, Hindu, Buddha, Kaharingan, dan Konghucu, maka tidak boleh ditolak," tegasnya.
"Kalau di luar dari itu, yang bisa dikategorikan sebagai ajaran sesat, barulah bisa ditolak sesuai aturan,” jelasnya.
Ia menambahkan, apapun alasannya, rumah ibadah dari agama yang sah secara konstitusi tidak bisa ditolak oleh pemerintah daerah maupun masyarakat.
“Selama sesuai dengan aturan dan perundang-undangan, tidak boleh ada penolakan. Kita hidup di negara hukum. Jangan sampai karena isu seperti ini, kita kehilangan nilai-nilai luhur yang sudah diwariskan oleh leluhur kita,” pungkasnya.
FKUB Kotim Pastikan Polemik Pembangunan Gereja di Sumber Makmur Selesai |
![]() |
---|
Persatuan Pendeta Palangka Raya Minta Surat Larangan Pembangunan Gereja di Sumber Makmur Dicabut |
![]() |
---|
Polemik Dianggap Selesai, Gerdayak Kotim Serukan Jaga Nilai Persaudaraan di Bumi Baharing Hurung |
![]() |
---|
Pendeta Nirawati: Polemik Pembangunan Gereja Sudah Selesai, Jemaat Terdaftar Capai 40 Orang |
![]() |
---|
Wabup Kotim Gelar Audiensi dengan Pihak Terkait Polemik Penolakan Bangun Gereja di Sumber Makmur |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.