Penolakan Bangun Gereja di Kotim

FKUB Kotim Pastikan Polemik Pembangunan Gereja di Sumber Makmur Selesai

FKUB Kotim memastikan polemik perihal pembangunan gereja di Desa Sumber Makmur, Kecamatan Mentaya Hilir Utara, telah diselesaikan secara musyawarah. 

Penulis: Herman Antoni Saputra | Editor: Haryanto
TRIBUNKALTENG.COM/HERMAN ANTONI SAPUTRA
FKUB - Ketua FKUB Kotim, H Mudhofar. Ia memastikan polemik perihal pembangunan gereja di Desa Sumber Makmur, Kecamatan Mentaya Hilir Utara, Kabupaten Kotawaringin Timur, Kalteng telah diselesaikan secara musyawarah. 

TRIBUNKALTENG.COM, SAMPIT – Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) Kabupaten Kotawaringin Timur (Kotim) memastikan polemik perihal pembangunan gereja di Desa Sumber Makmur, Kecamatan Mentaya Hilir Utara, telah diselesaikan secara musyawarah. 

Hal ini ditegaskan Ketua FKUB Kotim, H Mudhofar, yang menyebut bahwa penyelesaian dilakukan dengan mengedepankan prinsip saling menghormati dalam bingkai kerukunan umat beragama.

"Polemik itu sudah selesai. Kini tinggal bagaimana semua pihak memahami prosedur pendirian rumah ibadah sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku," kata Mudhofar saat ditemui, Selasa (22/7/2025).

Baca juga: Kades Sumber Makmur Kotim Buka Suara Soal Surat Penolakan Pembangunan Gereja, Ini Penjelasan Supriyo

Ia menjelaskan, pendirian rumah ibadah di Indonesia diatur secara jelas dalam SKB 2 Menteri, yakni Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri Nomor 8 dan 9 Tahun 2006. 

Aturan ini menjadi pedoman dasar dalam menjaga kehidupan masyarakat yang harmonis dan toleran.

“Memang kebebasan beragama dijamin oleh Undang-Undang. Tapi dalam praktik bermasyarakat, tentu ada aturan yang harus diikuti. SKB 2 Menteri itu bukan untuk membatasi, tapi menjadi panduan agar kehidupan sosial berjalan tertib dan rukun,” ujar Mudhofar.

Ia merinci sejumlah syarat penting yang wajib dipenuhi sebelum rumah ibadah didirikan. 

Pertama, legalitas tanah harus jelas, termasuk status hak milik dan penggunaannya. 

Pemerintah daerah, lanjutnya, tidak bisa memberikan izin jika status tanah masih bermasalah atau milik pribadi tanpa akta notaris atas nama lembaga.

“Kami sarankan akta notaris yayasan, bukan perorangan. Kalau perorangan nanti sulit secara hukum dan bisa menimbulkan polemik di kemudian hari,” tegasnya.

Kedua, perlu ada struktur kepemimpinan dan panitia pembangunan yang sah. 

Ketiga, dukungan dari umat dan masyarakat sekitar. 

Sesuai SKB 2 Menteri, pembangunan rumah ibadah harus mendapat dukungan minimal 90 orang yang dibuktikan dengan KTP dan formulir Kebutuhan Pendirian Bangunan (KPB). 

Termasuk juga minimal 60 orang dari warga sekitar sebagai bentuk dukungan lingkungan.

“Yang mengesahkan dokumen KPB itu adalah pejabat yang berwenang, dalam hal ini Kepala Desa. Setelah itu, panitia bisa mengajukan rekomendasi ke Kementerian Agama dan FKUB,” jelasnya.

Halaman
12
Sumber: Tribun Kalteng
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved