Massa Aksi untuk Kades Tempayung

PT Palangka Raya Terima Pernyataan Sikap Koalisi Keadilan untuk Tempayung, Ini 7 Poin Tuntutan

Pengadilan Tinggi Palangka Raya menerima tuntutan atau pernyataan dari massa aksi dari Koalisi Keadilan untuk Tempayung pada aksi digelar depan kantor

Penulis: Ahmad Supriandi | Editor: Sri Mariati
Tribunkalteng.com/Ahmad Supriandi
BENTANG SPANDUK - Massa aksi dari Koalisi Keadilan untuk Tempayung melaksanakan aksi di depan Pengadilan Tinggi Palangka Raya, Selasa (6/5/2025). Mereka juga membentangkan spanduk bertuliskan 'Adat Bukan Tindak Pidana'. 

Penasihat hukum menyatakan perkara ini seharusnya adalah sengketa perdata dan bahkan memenuhi unsur prejudicieel geschil karena status lahan adat belum selesai secara hukum. 

Namun, keberatan ini tidak dipertimbangkan oleh majelis hakim, dengan alasan sudah dibahas di putusan sela, padahal memiliki implikasi besar terhadap legitimasi unsur pidana. 

4. Tindak Pidana Bersifat Kolektif tapi Ditimpakan ke Satu Orang 

Perbuatan yang didakwakan mencakup ritual adat kolektif, dilakukan oleh masyarakat luas, di wilayah adat, dan dilakukan secara bersama-sama. 

Namun, hanya terdakwa yang diproses, tanpa pembuktian utuh tentang keterlibatan bersama (deelneming). Ini bertentangan dengan logika hukum pidana Pasal 55 KUHP tentang Penyertaan Pidana. 

5. Masyarakat Adat Tidak Diakui karena Tidak Terdaftar di BRWA 

Salah satu alasan hakim dan jaksa menolak pembelaan adalah karena Desa Tempayung tidak terdaftar di BRWA dan spanduk aksi tidak mencantumkan kata "masyarakat adat".

Padahal pengakuan masyarakat hukum adat tidak hanya bergantung pada BRWA, dan ini bukan syarat yuridis formal eksklusif. 

6. Motif Sosial Diketahui, tetapi Tidak Meringankan 

Hakim menyatakan bahwa terdakwa bertindak atas dasar membantu masyarakat menyalurkan aspirasi terkait pembagian plasma, namun tetap dihukum.

Padahal ini seharusnya menjadi alasan yang kuat untuk pertimbangan restorative justice, bukan pemenjaraan. 

7. Hakim hadirkan saksi ahli fiktif

Dalam salinan putusannya, hakim menyebut nama saksi ahli bernama Zikri Rachmani, yang keterangannya dibacakan dalam sidang. Padahal, dari proses BAP sampai jalannya persidangan, nama ini tidak pernah muncul. Ini mencerminkan PN Pangkalan Bun telah menjalankan sebuah bentuk peradilan sesat.

Sumber: Tribun Kalteng
Halaman 2 dari 2
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved