Cetak Sawah Kalteng
Walhi Soroti Program REDD+ di Kalteng, Kontradiktif dengan Rencana Cetak Sawah
Pemerintah kembali melaksanakan program Reduks Emisi dari Deforestasi dan Degradasi Hutan (REDD+) di Kalimantan Tengah atau Kalteng.
Penulis: Ahmad Supriandi | Editor: Haryanto
TRIBUNKLATENG.COM, PALANGKA RAYA - Pemerintah kembali melaksanakan program Reduks Emisi dari Deforestasi dan Degradasi Hutan (REDD+) di Kalimantan Tengah atau Kalteng.
Program ini dinilai bertentangan dengan rencana cetak sawah.
Program REDD+ merupakan upaya untuk melakukan pemulihan terhadap kerusakan hutan dan gambut serta menekan angka deforestasi atau penggundulan hutan.
Sebelumnya, Sekretaris Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kalteng, Noor Fahmi mengungkapkan, Kalteng mendapat kucuran dana dari pemerintah pusat sebesar Rp 5 juta dolar Amerika atau lebih dari Rp 81 miliar untuk melaksanakan program REDD+ ini.
Baca juga: Garap Lahan 100 Ribu Hektare untuk Cetak Sawah, Walhi Kalteng : Memperparah Bencana Ekologi
Dana tersebut akan digunakan untuk memaksimalkan program REDD+ selama tiga tahun mulai dari 2024-2026.
Kegiatan REDD+ di Kalteng akan dilaksanakan beberapa Satuan Organisasi Perangkat Daerah (SOPD).
Di antaranya, Bappeda, Dinas Kehutanan, dan DLH.
"Kami di DLH (dalam pelaksanaan REDD+), berkaitan dengan penanganan program iklim dan keanekargaaman hayati," ungkap Fahmi, usai pembukaan FGD persiapan penyusunan Safeguard REDD+ Kalteng, di Hotel Luwansa, Palangka Raya, Kamis (23/1/2025).
Sementara itu, Direktur Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Kalteng, Bayu Herinata mengungkapkan, program ini sebelumnya sudah pernah dilaksanakan sekira tahun 2006-2015.
Sayangnya, REDD+ tidak berjalan baik dan belum terbukti mampu menjadi solusi kerusakan lingkungan di Kalteng.
Kali ini, REDD+ kembali dilaksanakan, Pemprov Kalteng memilih 15 desa untuk menjadi percontohan program tersebut.
Bayu mengingatkan pemilihan lokasi percontohan program tersebut harus memiliki indikator yang jelas.
Menurutnya, jika REDD+ dilaksanakan di wilayah perkotaan, tidak akan berpengaruh signifikan terhadap penulihan hutan dan gambut yang rusak.
"Saat ini ada lebih kurang 800 ribu hektare lahan kritis di Kalteng, mestinya daerah-daerah tersebut yang menjadi prioritas pemulihan, kalau di perkotaan tidak akan berpengaruh signifikan untuk menekan angka deforestasi dan emisi karbon," kata Bayu, Minggu (26/1/2025).
Di samping program REDD+ ini, Pemprov Kalteng juga telah memiliki rencana kerja untuk pemulihan hutan dan lahan gambut yang mengalami penurunan fungsi.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.