Berita Palangkaraya

Tim Advokasi Solidaritas untuk Bangkal Kecam Vonis Ringan Terdakwa Iptu Anang Tri Widodo

Tim Advokasi Solidaritas untuk Bangkal mengecam putusan majelis hakim yang memvonis ringan pelaku penembakan di Desa Bangkal, Seruyan, Kalteng

Penulis: Ahmad Supriandi | Editor: Sri Mariati
Tribunkalteng.com/Ahmad Supriandi
Suasana lanjutan sidang kasus penembakan Bangkal di PN Palangkaraya, beberapa waktu lalu. 

"Kejanggalan lain yang kami temui selanjutnya adalah keterlibatan Bidang Hukum Polda Kalteng sebagai Tim Penasihat Hukum Terdakwa Iptu Anang Tri Widodo," lanjut Andrie.

Andrie menegaskan, kejahatan yang dilakukan Iptu Anang Tri Widodo dengan menembak demonstran dalam aksi damai telah mencoreng institusi Polri sendiri, apa yang dilakukan terdakwa juga merupakan bentuk pelanggaran UU 2/2002 tentang kepolisian.

"Terlibatnya anggota Polri aktif sebagai kuasa hukum jelas telah menimbulkan konflik kepentingan dalam membongkar fakta peristiwa yang terjadi secara tuntas," sambungnya.

Terlebih, proses hukum di tingkat penyidikan seperti penetapan status tersangka, pemeriksaan dan penahanan dilakukan oleh institusi kepolisian Polda Kalteng.

Ketiga, perbuatan penembakan yang dilakukan oleh Iptu Anang Tri Widodo telah direncanakan dan bersesuaian dengan alat bukti serta keterangan ahli di pengadilan.

Fakta persidangan telah terungkap bahwa peluru tajam yang digunakan oleh Iptu Anang Tri Widodo telah dipersiapkan jauh sebelum tiba di lokasi penembakan.

Terdapat tiga jenis magasin bertanda khusus yang dibawa Iptu Anang Tri Widodo, yakni magasin dengan tanda merah berisi 20 peluru hampa, magasin hijau berisi 17 peluru karet dan 3 peluru hampa, dan magasin kuning berisi 16 peluru tajam.

Iptu Anang Tri Widodo yang dibekali senapan serbu jenis AK-101 bernomor seri 161216553 kemudian menembak menggunakan magasin kuning dengan jarak tembak 96,8 meter ke arah Almarhum Gijik dan Taufik.

Keterangan Ahli balistik Sopan Utomo yang dihadirkan menyatakan bahwa jarak tembak efektif senjata AK-101 ini berjarak 500 meter.

Jika kemudian jarak tembaknya 96,8 meter maka dapat dipastikan akan menembus objek sasaran dan laju proyektilnya baru berhenti jika menabrak benda keras.

"Jika dikaitkan dengan fakta temuan investigasi, terdapat keterangan saksi bahwa ketika terdengar letusan senjata api terlihat Alm Gijik dan Taufik jatuh tersungkur secara bersamaan," kata Andrie.

Keempat, tim penyidik Polda Kalteng telah gegabah dan tidak profesional dalam menyimpan alat bukti.

Fakta ketidakprofesionalan penyidik polisi terungkap dalam persidangan dengan agenda pemeriksaan ahli Deoxyribonucleic Acid (DNA) Setia Betaria Aritonang.

Ahli menyatakan bahwa terdapat sampel darah yang terdapat dalam sebuah batu. Namun, ketika hendak diperiksa sampel darah tersebut mengalami kerusakan/pembusukan karena akibat tim penyidik menyimpannya tidak sesuai standar operasi prosedur.

"Hal ini tentu dapat dikategorikan sebagai tindak pidana melanggar Pasal 233 KUHP tentang pengrusakan barang bukti. Tak hanya itu, ketidakprofesionalan penyidik tersebut telah melanggar aturan internal kepolisian seperti Perkap 8/2014 tentang Pengelolaan Barang Bukti di Lingkungan Polri dan Perkap 6/2019 tentang Manajemen Penyidikan Tindak Pidana," ujar Andrie.

Sumber: Tribun Kalteng
Halaman 2/3
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved