DPRD Kalteng

Realisasi Plasma 20 Persen Tak Konsisten, Achmad Rasyid Sebut Sebabkan Konflik Agraria Berulang

Peristiwa konflik agraria yang terus berulang terjadi mendapat sorotan anggota DPRD Kalteng, karena realisasi plasma 20 persen tak konsisten.

|
Penulis: Ahmad Supriandi | Editor: Fathurahman
TRIBUNKALTENG.COM/AHMAD SUPRIAND
Ketua Komisi II DPRD Kalteng Ahmad Rasyid menyebut perlu kebijaksanaan dari pihak perusahaan untuk cegah konflik agraria pecah. 

TRIBUNKALTENG.COM, PALANGKARAYA - Peristiwa konflik agraria yang terus berulang terjadi mendapat sorotan anggota DPRD Kalteng

Ketua Komisi II DPRD Kalteng, Achmad Rasyid menyoroti konflik agraria antara perusaahan dan masyarakat yang terus terulang.

Achmad Rasyid menyebut permasalahan tersebut adalah masalah klasik karena pihak perusahaan tidak konsisten merealisasikan plasma 20 persen yang menjadi hak masyarakat.

Hingga saat ini aksi demontrasi, penutupan akses perusahaan, kriminalisasi masyarakat bahkan sampai memakan korban jiwa menjadi buntut dari konflik agraria di Kalteng.

Terbaru, masyarakat Desa Selunuk, Seruyan melakukan aksi demonstrasi di depan kantor PT Binasawit Abadi Pratama atau BAP beberapa waktu lalu.

Mereka menuntut realisasi plasma bahkan mengancam menutup perusahaan jika tuntutan mereka tak terpenuhi.

Sebelum di Desa Selunuk, daerah lain juga terjadi aksi serupa bahkan di Desa Bangkal tahun lalu sampai harus memakan korban.

Tak hanya di Seruyan, sejumlah wilayah Kalteng lainnya juga masih marak konflik agraria antara perusahaan dan masyarakat sekitarnya.

Rasyid mengatakan konflik antara masyarakat dan perusahaan sawit sering kali terjadi akibat tidak konsistennya pihak perusahaan untuk memenuhi janjinya.

"Ini sudah masalah klasik, konflik kepentingan antara masyarakat setempat dengan perusahaan sering terjadi akibat karena pihak-pihak yang tidak konsisten memenuhi hak masyarakat," ujarnya Rasyid, Rabu (5/6/2024).

Menurutnya perusahaan seharusnha memenuhi kewajiban plasma 20 persen, sehingga masyarakat bisa menerima manfaat bukan hanya menjadi penonton saat sumber daya alam disekitarnya habis.

"Jika masih ada perusahaan tidak melaksanakan kewajibannya, jangan heran akan menimbulkan ketidakpuasan dari masyarakat hingga melakukan hal yang tidak diinginkan," lanjutnya.

Rasyid menjelaskan pemanfaatan sumber daya alam harus selaras dengan kepentingan perusahaan, pemerintah dan terutama kepentingan masyarakat.

Jika satu saja diabaikan, maka usaha tidak akan berjalan lancar. Oleh karena itu, Rasyid menegaskan perusahaan harus memenuhi kewajibannya.

Lebih lanjut, politisi Gerindra itu menuturkan masyarakat ingin terlibat dan bukan hanya jadi penonton karena masyarakat tidak mencari kekayaan dari penggarapan sawit, melainkan hanya ingin menyambung hidup dari hari ke hari.

Konflik antara perusahaan sawit dan masyarakat bukan hal baru di Indonesia termasuk di Kalteng, terutama di daerah-daerah perkebunan sawit.

Saat ini industri kelapa sawit di Kalteng masih menghadapi banyak masalah yang perlu segera diatasi agar konflik tidak terus berlanjut.

"Termasuk konsistensi perusahaan-perusahaan sawit dalam memenuhi janjinya terhadap masyarakat sekitar," sambung Rasyid.

Baca juga: Pengamat Sosial UPR Sebut Konflik Agraria Berkepanjangan Sebabkan Penjarahan Sawit Kalteng Marak

Rasyid berharap semua pihak seperti kepala daerah, anggota legislatif, serta unsur Forkopimda harus bertanggung jawab untuk menyelesaikan konflik agraria.

Dirinya juga meminta kebijaksanaan para pemimpin perusahaan sawit untuk memenuhi kewajiban plasma 20 persen untuk masyarakat guna menciptakan situasi yang kondusif bagi kedua belah pihak.

"Kami memohon kebijaksanaan dari para pemimpin perusahaan agar permasalahan tidak terulang kembali seperti tahun-tahun sebelumnya," tukasnya. (*)

 

Sumber: Tribun Kalteng
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved