Berita Kotim

Cegah Penjarahan Sawit, Selesaikan Konflik Agraria di Kalteng Semua Pihak Harus Bersinergi

Kasus penjarahan tandan buah segar sawit atau TBS di sejumlah perusahaan perkebunan di Kalteng menjadi sorotan Muhammad Gumarang.

Editor: Fathurahman
ISTIMEWA
Muhammad Gumarang, Mantan Ketua Gabungan Pengusaha Perkebunan Indonesia Kabupaten Kotawaringin Timur atau Mantan Ketua GPPI Kotim. 

TRIBUNKALTENG.COM - Masih terjadinya kasus penjarahan tandan buah segar sawit atau TBS sawit di sejumlah perusahaan perkebunan di Kalteng menjadi sorotan Muhammad Gumarang.

Muhammad Gumarang adalah Mantan Ketua Gabungan Pengusaha Perkebunan Indonesia Kabupaten Kotim atau Mantan Ketua GPPI Kotim.

Kepada Tribunkalteng.com, Senin 3 Juni 2024, Muhammad Gumarang  mengatakan, perlu adanya inventarisasi secara menyeluruh terkait konflik agraria atau permasalahan yang ada serta perlu sinergisitas semua pihak dalam penyelesaian masalah yang ada.

Muhammad Gumarang yang juga Mantan Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia atau Apindo Kotim ini mengatakan, regulasi terkait plasma seperti belum selesai sehingga perlu dicari akar masalahnya.

"Hingga saat ini saya belum mendapatkan secara jelas yang menjadi masalahnya, terutama masalah kerjasama plasma antara perusahaan dengan masyarakat, sekitar kebun," ujarnya.

Sehingga lanjut Gumarang, perlu adanya inventarisasi masalah untuk mendapatkan solusi dari aksi penjarahan dan lainnya yang sering terjadi.

"Jika lahan kurang kenapa tidak diberikan kepada masyarakat, karena ada kewajiban perusahaan untuk kerjasama plasma sawit tersebut," teragnya.

Baca juga: Penembakan Terduga Pencuri Sawit Tewas di Kotim, GMKI Palangkaraya Ancam Ada Aksi di Polda Kalteng

Baca juga: Pengamat Sosial UPR Sebut Konflik Agraria Berkepanjangan Sebabkan Penjarahan Sawit Kalteng Marak

Baca juga: Soroti Penembakan Pencuri Sawit di Kotim, Walhi Kalteng Sebut Akibat Konflik Lahan Belum Tuntas

Lebih jauh dia mengatakan, jika permasalahanya lahan untuk kerjsama plasma tidak ada, ini karena terkait Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan atau KLHK seperti tidak rela melepaskan lahan untuk kerjasama plasma tersebut.

"Padahal dalam undang-undang tata ruang dan kehutanan bila untuk kepentingan yang strategis pelepasan lahan untuk perkebunan itu dibolehkan saja," ujarnya.

Dia menilai masalah kerjasama plasma sawit ini masuk dalam kebutuhan strategis, yang jika tidak diselesaikan maka akan terjadi berkepanjangan konflik agraria yang akan mengarah pada tindakan melawan hukum seperti penjarahan.

"Harus ada sinergi antara pemerintah pusat dan daerah termasuk Perusahaan Besar Swasta atau PBS Sawit untuk pemecahan masalah ini," ujarnya. (*)

 

Sumber: Tribun Kalteng
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved