Berita Kotim
Konflik Manusia dan Buaya Sungai Mentaya, BKSDA Pos Jaga Sampit Catat Ada 45 Korban Sejak 2010
Konflik manusia dan buaya Sungai Mentaya yang terjadi sejak tahun 2010 hingga saat ini sebanyak 45 orang sudah menjadi korbannya.
Penulis: Devita Maulina | Editor: Fathurahman
TRIBUNKALTENG.COM, SAMPIT - Konflik manusia dan buaya Sungai Mentaya, tercatat di BKSDA Pos Jaga Sampit terjadi sejak tahun 2010 hingga saat ini sebanyak 45 orang sudah menjadi korbannya.
Komadan Balai Konservasi Sumber Daya Alam atau BKSDA Pos Jaga Sampit Muriansyah menyebut, kejadian konflik antara buaya dengan manusia di Sungai Mentaya, Kabupaten Kotawaringin Timur (Kotim), masuk 2 besar di Provinsi Kalimantan Tengah (Kalteng).
Informasi dari Petugas BKSDA Pos Jaga Sampit mengugnkap, konflik manusia dan buaya paling banyak terjadi di Sungai Sebangau yang meliputi Kabupaten Katingan, Pulang Pisau, dan Palangkaraya.
"Kotim masuk yang tertinggi tingkat konflik antara buaya dan manusia, satu lagi di Sungai Sebangau. Itu untuk wilayah Kalteng," bebernya, Rabu (20/09/2023).
Baca juga: Buaya Sungai Mentaya Muncul di Desa Terantang Kotim, Anjing Penjaga Gedung Walet Diduga Dimangsa
Baca juga: Cegah Inflasi, 30 Ribu Lebih Paket Sembako Dibagikan Lewat Operasi Pasar Murah di Palangkaraya
Baca juga: Gempa Terkini Rabu 20 September 2023 Malam, Baru Saja Guncang Kota Sukabumi Jawa Barat
Meski tidak bisa memastikan berapa banyak populasi buaya yang berada di Sungai Mentaya, namun berdasarkan banyaknya laporan kemunculan buaya yang pihaknya terima diperkirakan jumlah satwa air tersebut tidak lah sedikit.
Khususnya, di muara sungai biasanya menjadi habitat dari satwa yang dilindungi Undang-Undang itu.
Berdasarkan data pihaknya dari tahun 2010 tercatat sudah ada 45 kejadian konflik antara buaya dan manusia.
Tujuh di antaranya menimbulkan korban jiwa yang terdiri dari 2 wanita dan 5 laki-laki dengan rentang usia mulai dari anak-anak hingga lanjut usia.
Sementara, korban luka ringan 29 orang, luka parah 3 orang, dan yang tidak sampai terluka 6 orang.
Aktivitas warga atau korban saat kejadian sebagian besar sedang mandi, cuci, kakus(MCK), ada pula yang sedang mencari ikan, dan tak sengaja terjatuh ke sungai.
"Dari kasus yang terjadi, hampir 90 persen pada waktu petang hingga subuh. Walaupun ada pula saat siang hari," ujarnya.
Ia menjelaskan, saat kondisi gelap biasanya warga tidak menyadari kemunculan buaya yang kemudian menyambar mereka.
Maka dari itu, dalam setiap kesempatan pihaknya selalu mengimbau warga untuk menghindari beraktivitas di sungai pada waktu petang hingga subuh.
Adapun, jika dibandingkan dari tahun ke tahun angka konflik buaya dan manusia di Kotim mengalami penurunan signifikan dalam 2 tahun terakhir.
Terlihat dari data tahun 2020 terdapat 15 kasus, lalu 2021 ada 4 kasus, 2022 ada 1 kasus, dan Januari hingga Agustus 2023 hanya 1 kasus dan itu pun rata-rata luka ringan tanpa ada korban meninggal dunia.
| Kasus Makanan Dikeluhkan di Sekolah Rakyat Sudah 2 Kali, Evaluasi Vendor dan Catat Siswa Alergi |
|
|---|
| Penanganan Buaya Bukan Lagi Wewenang BKSDA tapi KKP |
|
|---|
| Diamanahi untuk Dijaga, Karyawan 51 Tahun Lakukan Tindakan tak Senonoh pada Anak di Kotim |
|
|---|
| Viral Pengendara Motor Gendong Orangutan di Sampit Kalteng, BKSDA Ambil Langkah |
|
|---|
| AKBP Muhammad Fadli Jabat Kepala BNK Kotim |
|
|---|

Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.