Polisi Tembak Polisi

Misteri Tewasnya Bripda Ignatius, Sakit Keras, Tertembak atau Ditembak dan Rumor Bisnis Senpi Ilegal

meninggalnya anggota Densus 88 Antiteror Polri, Bripda Ignatius Dwi Frisco Sirage masih menyisakan pertanyaan dan misteri

Editor: Dwi Sudarlan
Tribun Pontianak/Agus Pujianto
Ibunda Bripda Ignatius memperlihatkan foto anaknya yang tewas akibat terkena tembakan sesama polisi anggota Densus 88 Antiteror. 

TRIBUNKALTENG.COM, JAKARTA - Kasus polisi tembak polisi, meninggalnya anggota Densus 88 Antiteror Polri, Bripda Ignatius Dwi Frisco Sirage masih menyisakan pertanyaan dan misteri.

Ayah Bripda Ignatius, Y Pandi, mengungkapkan pihaknya sempat diberi informasi oleh Mabes Polri melalui Polres Melawi dan Polda Kalbar bahwa anaknya tewasnya karena sakit keras.

Karena itu, Pandi mengaku diminta melalui telepon oleh Polres Melawi dan Polda Kalbar agarterbang ke Jakarta untuk menemui Bripda Ignatius yang saat itu disebut masih dirawat di ruang ICU RS Polri Kramat Jati.

"Karena yang menghubungi kami itu, kenal dan kawan, jadi pikiran kami sebagai orang tuanya kalau tidak percaya salah kita, ya kan," katanya dikutip dari YouTube Tribun Pontianak, Jumat (28/7/2023).

Baca juga: Dua Anggota Densus 88 Jadi Tersangka, Simak 5 Fakta Polisi Tembak Polisi di Rusun Polri Cikeas

Baca juga: Lagi Polisi Tembak Polisi, Korban Anggota Densus 88 dari Kalimantan, Hotman Paris Langsung Reaksi

Baca juga: Polisi Asal Melawi Meninggal Tak Wajar Diduga Akibat Tembakan, Keluarga Pastikan Ambil Langkah Hukum

Pandi juga mengatakan biaya akomodasi dirinya dan keluarga untuk terbang ke Jakarta ditanggung oleh Polda Kalbar.

Sesampainya di Jakarta, Pandi dan keluarga pun akhirnya bertemu pihak Mabes Polri yang diwakili kesatuan tempat anaknya bertugas, yaitu Densus 88 Antiteror.

Lalu, Pandi meminta izin kepada pihak Densus 88 Antiteror untuk merekam seluruh pembicaraan selama pertemuan berlangsung.

Densus 88 Antiteror pun memperbolehkan perekaman dilakukan.

Di situ, Densus 88 Antiteror justru menjelaskan, tewasnya Bripda Ignatius bukanlah karena sakit keras, tetapi tertembak oleh rekannya.

"Tidak sengaja mengambil senpi (senjata api) yang ada di tas, senior tadi mengambil senpi dari tasnya, tidak sengaja senpi ini meledak dan mengenai korban."

"Tepatnya dari batang leher ini tembus ke bawah telinga kanan," ujar Pandi.

Setelah peristiwa tersebut, Pandi mengungkapkan menurut pihak Densus 88, Bripda Ignatius langsung tewas di tempat.

Namun, lanjut Pandi, sehari sebelum dinyatakan tewas, Sabtu (22/7/2023), Bripda Ignatius sempat melakukan panggilan video atau video call kepada keluarga dan kekasihnya.

Bahkan, panggilan tersebut dilakukan hingga Minggu (23/7/2023) dini hari sekitar pukul 01.00 WIB atau sekitar 45 menit sebelum peristiwa tertembaknya Bripda Ignatius terjadi.

"Kami ada komunikasi jam 8 (malam). Kami masih video call. Sampai kepada kakaknya juga, pacarnya juga. Kami sampai jam 1. Ceweknya di Pontianak," ungkap Pandi, Kamis (27/7/2023) dikutip dari Tribun Pontianak.

Bisnis senpi ilegal

Selain itu, Y Pandimenduga anaknya sebelum tewas sempat cekcok karena menolak tawaran bisnis senpi (senjata api) ilegal di Densus 88.

Dugaan Pandi bukan tanpa alasan.

Sebelumnya ia mendapatkan informasi dari penyidik yang melakukan identifikasi kasus tersebut.

"Mereka memberi keterangan bahwa sempat cekcok ketika senior ini mungkin menawarkan bisnis senpi ilegal kepada anak saya tetapi mungkin barangkali anak saya menolak," kata Pandi dikutip dari wawancara Kompas TV, Kamis (27/7/2023).

Ketika menolak itulah kemungkinan cekcok dan berakhir pada penembakan.

"Karena dia (IDF) takut dan tahu barang itu ilegal sehingga barangkali IDF tidak berani dan tidak lama kemudian di pelaku ini mengambil senpi di tasnya dan itu meledak mengenai leher anak saya,yang tembus di bawah telinga sampai tembus ke dinding," jelas dia.

Masih dari informasi penyidik, senior yang mendatangi anaknya pada malam kejadian berjumlah tiga orang.

"Keterangan tim penyidik Densus 88 bahwa ketika senior ini datang ke flatnya dan menawarkan senjata barangkali, mungkin yang tadi saya ceritakan bahwa di situ terjadi cekcok ya mungkin karena anak-anak menolak atau apa sehingga terjadi cekcok," kata dia.

Bripda Ignatius Dwi Frisco Sirage, korban polisi tembak polisi yang dilakukan anggota Densus 88 Polri.
Bripda Ignatius Dwi Frisco Sirage, korban polisi tembak polisi yang dilakukan anggota Densus 88 Polri. (Kolase Tribun Pontianak)

Kronologi versi Densus 88 Antiteror

Sebelumnya, Juru Bicara Densus 88 Antiteror, Kombes Aswin Siregar, mengungkapkan kronologi awal sebelum tewasnya Bripda Ignatius.

Peristiwa berawal ketika Bripda Ignatius mengajak berkunjung dan bertemu di salah satu flat atau kamar di Rusun Cikeas, Bogor, Jawa Barat pada Sabtu (22/7/2023) pukul 22.35 WIB.

Lalu, pada pukul 01.38 WIB, mereka berkumpul di kamar flat dengan Bripda Ignatius dengan Bripka IMS dan Bripka IG.

Kemudian, pada pukul 01.42 WIB, Bripka IMS mengeluarkan senjata api dalam tas untuk diperlihatkan kepada Bripda Ignatius.

Namun, tiba-tiba senjata meletus mengenai leher Bripda Ignatius.

Aswin mengatakan insiden yang terjadi lantaran kelalaian dari rekan Bripda Ignatius dalam menggunakan senpi.

"Peristiwanya adalah kelalaian, pada saat mengeluarkan senjata dari tas, sehingga senjata meletus dan mengenai anggota lain di depannya," tuturnya dikutip dari Warta Kota.

Kini, dijelaskan Aswin, kasus tewasnya Bripda Ignatius akibat kelalaian seniornya tersebut sedang ditangani oleh tim gabungan Densus 88 dan Polres Bogor.

"Nanti penyidik Polres dan Densus akan mengupdate perkembangannya," kata dia. (*)

 

 

( Tribunnews.com

Sumber: Tribunnews
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved