Mata Lokal Memilih

Baju Tempur Garis Hitam Putih Ganjar Pranowo Berawal dari Makan Bareng, Ini Kata Bakal Capres PDIP

Bakal Capres Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) Ganjar Pranowo memiliki baju tempur bermotif garis vertikal hitam putih

Editor: Dwi Sudarlan
Tim Humas Ganjar Pranowo
Baju tempur bakal Capres PDIP Ganjar Pranowo menggunakan baju tempur motif garis vertikal hitam putih. 

TRIBUNKALTENG.COM - Bakal Capres Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) Ganjar Pranowo memiliki baju tempur bermotif garis vertikal hitam putih.

Seakan mengikuti jejak Joko Widodo (Jokowi) yang pernah populer dengan baju kotak-kotak kemerahan, Ganjar Pranowo akan menggunakan kemeja garis hitam putih untuk bertempur di ajang Pilpres 2023.

Tak hanya Ganjar Pranowo, para relawannya juga akan menggunakan kemeja bercorak ini.

Ganjar Pranowo memperkenalkan baju tempurnya itu saat hadir di acara "Silaturahmi 1 Muharam 1445H Relawan Ganjar Pranowo" di Wisma Serbaguna Senayan, Jakarta, Rabu (19/7/2023). 

Baca juga: Soal Pencopotan Baliho Ganjar Pranowo di Barito Utara, Sekretaris DPD PDIP Kalteng Buka Suara

Baca juga: Belum Bersikap, Projo Masih Tunggu Arahan Jokowi untuk Dukung Capres PDIP Ganjar Pranowo

Baca juga: Simbol Kopiah Hitam dari Megawati ke Capres PDIP Ganjar Pranowo dan Tugaskan Puan Menangkan Pilpres

Ada kisah menarik nan unik dari penggunaan baju garis hitam putih oleh Ganjar Pranowo.

Siapa yang mendesain motif baju tersebut?
 
Gubernur Jawa Tengah itu mengklaim, motif kemeja yang ia kenakan bersama para relawannya merupakan desain dari Presiden RI Joko Widodo.

Ganjar Pranowo mengaku, mulanya, ia dan Jokowi sedang makan siang bareng pada suatu kesempatan.

Ia tak menjelaskan kapan dan di mana peristiwa itu terjadi.

Dalam pembicaraan itu, Ganjar mengaku memperbincangkan banyak hal, utamanya soal unsur relawan yang semakin penting dalam lanskap politik Indonesia, khususnya dalam pemenangan calon presiden.

"Beliau sangat mendengarkan dan sangat mengerti apa yang ada di dalam batin masing-masing," kata Ganjar yang juga mengenakan kemeja setrip hitam-putih.

"Beliau orangnya sangat detail sekali dan bicara satu per satu dari kelompok relawan yang pernah ada, karakternya," lanjut bakal capres PDIP itu.

Jokowi juga disebut bercerita bagaimana pekerjaan rumah yang berat menanti Ganjar jika menjadi suksesornya.

Menurut Ganjar, Jokowi bercerita bahwa pemenangan pemilu sama pentingnya dengan peristiwa pascapemilu setelah presiden terpilih dilantik.

Ganjar berujar, sampai akhirnya, eks Wali Kota Solo itu menyampaikan selembar kertas kepadanya.

"Pak Ganjar, mungkin ini bagus," ucap Ganjar menirukan ucapan Jokowi.

"Saya lihat, saya bolak, saya balik, apa yang bagus itu adalah baju yang saya pakai ini. Bahkan beliau pun sangat perhatian sampai detail baju sehingga merekomendasikan saya pakai dan hari ini Bapak/Ibu pakai semuanya," tambahnya di hadapan para relawan yang juga serempak mengenakan kemeja bermotif serupa.

Simbol ketegasan dan tegak lurus Ganjar berujar bahwa motif itu merepresentasikan ketegasan sikap yang, dalam istilahnya, menjauhi sikap "abu-abu".

“Ada satu pertanyaan Bapak/Ibu ketika saya pakai baju garis ini, ‘Pak Ganjar kenapa hitam putih?'. Saya sampaikan bahwa saya bukan orang abu-abu,” kata dia disambut tepuk tangan meriah dari para pendukungnya.

Sementara itu, dari sisi relawan, motif ini dimaknai sebagai keteguhan sikap untuk satu dukungan terhadap satu kandidat pada Pilpres 2024, yaitu Ganjar sendiri.

Ia menyinggung ucapan Ganjar yang menganggap organisasi relawan kini sudah tak bisa dipandang sebelah mata dalam kontestasi elektoral.

Kepada para relawan, Ganjar memang mengungkit relawan Joko Widodo itu berperan penting mengantarkan eks Wali Kota Solo itu menang Pilpres 2014 dan 2019.

"Secara simbolis, menggunakan baju garis-garis sebagai bentuk kita relawan garis lurus, relawan yang secara hitam-putih memilih mana yang benar, menyingkirkan yang salah," sebut Ketua Pelaksana Deklarasi Nasional Relawan Jokowi Dukung Ganjar Pranowo, Teddy Wibisana.

"Hitam-putih, tidak lagi abu-abu mendukung Ganjar Pranowo," ungkapnya.

Ia juga mengaku bahwa kemeja garis vertikal hitam-putih yang dideklarasikan sebagai kemeja relawan Ganjar ini mencerminkan sikap alumnus Universitas Gadjah Mada tersebut.

Teddy menyampaikan, garis vertikal hitam-putih itu melambangkan tindakan Ganjar yang dianggap tegak lurus dan selalu konsisten terhadap konstitusi, NKRI, dan Pancasila.

"Bisa teman-teman media lihat selama ini, track record Pak Ganjar dibanding calon-calon yang lain, mana yang paling konsisten," kata Teddy.

Tak seotentik Jokowi

Pengamat politik, Philips Vermonte, menilai upaya politikus mendeklarasikan seragam bagi para simpatisannya jelang pemilu, termasuk Ganjar Pranowo baru-baru ini, belum dapat menandingi apa yang dilakukan Joko Widodo dengan kemeja kotak-kotaknya jelang Pilgub 2012 dan Pilpres 2014.

Philips menilai, apa yang terjadi dengan baju kotak-kotak pendukung Jokowi adalah fenomena yang sifatnya organik dan otentik dari para simpatisan.

"Sekarang kan lebih ke gimmick-nya," kata dia ketika ditemui di kawasan Jakarta Pusat, Kamis (20/7/2023).

"Persoalan kita, dalam setiap strategi kampanye dan lain-lain, otentisitas itu penting. Poinnya Pak Jokowi bukan kotak-kotak atau garis-garis, tapi otentisitasnya," lanjutnya.

Baju kotak-kotak Jokowi dinilai bukan hanya digerakan dari akar rumput, tetapi juga merepresentasikan pakaian yang sehari-hari digunakan orang kebanyakan, sehingga otentisitas itu terasa kental.

Philips menjelaskan, sejak keberhasilan baju kotak-kotak ala pendukung Jokowi, banyak kekuatan politik yang berupaya menempuh langkah serupa, walau tak selalu otentik.

Simbol-simbol semacam ini dianggap memang cukup diperlukan di tengah pemilihan yang berlangsung serentak, untuk menggaet simpati pemilih dengan lebih mudah.

Sebab, jelang pemilu, pemilih akan diperebutkan oleh banyak kandidat, baik caleg maupun capres, yang membawa visi-misi berbeda.

Isu yang berkembang jelang pemilu juga amat beragam.

Karakteristik pemilih di Indonesia dianggap belum dapat menilai kandidat berdasarkan isu.

Di samping itu, pemilih memiliki keterbatasan untuk untuk mengenali dan menggali latar belakang tiap kandidat.

"Di Indonesia, misalnya, hari ini, kita tidak terlalu sadar, harga naik atau turun, masyarakat ada yang merasa dan tidak. Ada banyak isu buat masyarakat, ada yang ngomong harga, banjir, penyakit, ngomong ini, itu, dan lain-lain," ungkap Philips.

"Akhirnya, pemilih itu (bingung) dari semua isu penandanya buat mereka yang penting apa, sehingga larinya ke yang sifatnya simbol," kata dia. (*)

 

( TribunJatim.com

Sumber: Tribunnews
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved