PHPU Pilkada Barito Utara

Tunggu Putusan Sengketa Pilkada Barito Utara Besok, Minta Warga Utamakan Falsafah 'Belom Bahadat'

Praktisi Hukum di Kalteng Ari Yunus Hendrawan meminta agar jelang putusan sengketa Pilkada Barito Utara, masyarakat diminta utamakan persatuan

Penulis: Ahmad Supriandi | Editor: Sri Mariati
Tangkapan Layar Youtube Mahkamah Konstitusi RI
SIDANG PERKARA PHPU - Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) RI, Suhartoyo dalam Sidang Perkara PHPU Barito Utara, Jumat (12/9/2025) lalu. Besok, Rabu (17/9/2025), putusan sengketa Pilkada Barito Utara oleh hakim. 

TRIBUNKALTENG.COM, PALANGKA RAYA - Mahkamah Konstitusi (MK) bakal membacakan putusan sengketa Pilkada Barito Utara pada Rabu (17/9/2025) besok hari. Apapun hasilnya, masyarakat Kalimantan Tengah (Kalteng) khususnya di Barito Utara, perlu mengutamakan persatuan dan kesatuan.

Praktisi Hukum di Kalteng Ari Yunus Hendrawan mengungkapkan, masyarakat harus berupaya melihat sengketa Pemungutan Suara Ulang (PSU) Pilkada Barito Utara dalam perspektif keadilan dan nilai kemanusiaan.

Ia juga mengingatkan tentang Semangat Belom Bahadat, yang mengajarkan hidup bertata krama dan taat norma hukum mendorong masyarakat agar persatuan dan kejujuran selalu diutamakan.

"Di tengah persidangan MK yang tengah menguji dalil-dalil politik uang dan maladministrasi KPU, nilai gotong-royong dan toleransi juga menjadi rujukan penting," ujar Ari, Selasa (16/9/2025).

Dalam suasana itu, kata Ari, publik cerdas menelaah bukti, kasus, dan kemungkinan putusan MK tanpa melepaskan akar budaya lokal.

Ari menyebut, dalam sidang pembuktian perkara nomor 331/PHPU.BUP-XXIII/2025 itu, sejumlah saksi dari paslon 02, Jimmy-Carter-Inriaty Karawaheni selaku pemohon, menggambarkan pola distribusi uang tunai kepada warga yang menyerupai vote buying.

"Misalnya, koordinator relawan di beberapa desa mengaku membagikan uang Rp 300 ribu per orang kepada puluhan pemilih untuk mendukung Paslon tertentu," ungkapnya.

Pada sidang itu, lanjut Ari, kesaksian Judi Itman menyebut total Rp 4,8 juta dibagikan kepada 16 orang keluarga, masing-masing Rp 300 ribu, diduga untuk memastikan suara di TPS kelurahan Jingah.

Namun di pihak lain, keterangan saksi menjadi kontradiktif. Saksi yang disebut semula menerima uang justru mengaku ditawari imbalan untuk membelokkan kesaksiannya.

Sementara itu, Sekretaris tim pemenangan Paslon 01, Rusiani, mengungkap ada 15 nama ganda dalam daftar penerima, dan saksi Rizal Fahlevi mengaku dipaksa memberi kesaksian palsu demi uang Rp1 juta. 

Selaras itu, Kuasa Hukum KPU Barito Utara selaku Termohon menepis dalil politik uang dengan menekankan aspek hukum.

Pasalnya, tangkapan layar media sosial dinilai tak memenuhi syarat keabsahan bukti menurut UU MK, dan isu yang dilaporkan Pemohon sejatinya telah ditangani Bawaslu. Laporan tersebut juga ditolak karena tidak cukup bukti.

"Melalui pertimbangan itulah, Mahkamah kini dihadapkan pada tiga kemungkinan putusan," ungkap Ari.

Permohonan pemohon, kata dia, berpotensi ditolak MK. Jika Majelis menilai alat bukti Pemohon lemah atau tidak sah menurut hukum acara, maka amar putusan meneguhkan hasil KPU semula.

Ari menjelaskan, KPU bersandar pada ketentuan Pasal 36 UU MK, bahwa bukti harus autentik dan dapat dipertanggungjawabkan. 

Halaman
123
Sumber: Tribun Kalteng
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved