Berita Kotim Kalteng

DPMD Kotim Dalami Dugaan Penggelapan Dana Rp 800 Juta di BUMDes Lampuyang, Modus Jual Gabah

Plt Kepala DPMD Kotim Yudi Aprianur, merespon dugaan penggelapan dana hasil penjualan gabah senilai sekitar Rp 800 juta BUMDes Lampuyang Kotim

Penulis: Herman Antoni Saputra | Editor: Sri Mariati
Tribunkalteng.com/Herman Antoni Saputra
WAWANCARA - Pelaksana Tugas (Plt) Kepala DPMD Kotim, Yudi Aprianur bicara soal dugaan penggelapan dana hasil penjualan gabah senilai sekitar Rp800 juta menyeret oknum Ketua BUMDes Lampuyang, Kotim, Senin (10/11/2025). 
Ringkasan Berita:
  • Plt Kepala DPMD Kotim Yudi Aprianur, angkat bicara soal dugaan penggelapan dana hasil penjualan gabah senilai sekitar Rp 800 jut.
  • Menelusuri apakah transaksi penjualan gabah itu benar dilakukan atas nama lembaga BUMDes atau merupakan inisiatif pribadi dari oknum berinisial MA.
  • Dalam aturan yang berlaku, pengelolaan dana BUMDes wajib dilakukan secara transparan dan melalui sistem non-tunai. 

 

TRIBUNKALTENG.COM, SAMPIT – Plt Kepala DPMD Kotim Yudi Aprianur, angkat bicara soal dugaan Penggelapan Dana hasil penjualan gabah senilai sekitar Rp 800 juta, menyeret oknum Ketua Badan Usaha Milik Desa atau BUMDes Lampuyang, Kecamatan Teluk Sampit, Kabupaten Kotawaringin Timur (Kotim).

Pria berinisial MA, kini ditelusuri oleh Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa (DPMD) Kotim. 

Penelusuran dilakukan untuk memastikan mekanisme kerja sama antara BUMDes dan Bulog yang disebut menjadi sumber dana tersebut.

Yudi Aprianur mengungkapkan, pihaknya sedang mengumpulkan informasi dari Pemerintah Desa Lampuyang dan Badan Permusyawaratan Desa (BPD) terkait dugaan penyalahgunaan tersebut. 

Ia menegaskan, pihaknya ingin memastikan apakah transaksi penjualan gabah itu benar dilakukan atas nama lembaga BUMDes atau merupakan inisiatif pribadi dari MA.

“Kami masih menelusuri kebenarannya. Kalau benar program BUMDes, tentu harus ada perjanjian dan kesepakatan yang jelas. Tapi kalau dilakukan pribadi, itu di luar tanggung jawab lembaga,” kata Yudi, Senin (10/11/2025).

Yudi menambahkan, dalam aturan yang berlaku, pengelolaan dana BUMDes wajib dilakukan secara transparan dan melalui sistem non-tunai. 

Namun, di sejumlah desa masih ditemukan praktik transaksi tunai, yang sering kali menjadi celah terjadinya penyelewengan.

“Idealnya BUMDes punya rekening resmi. Ada direktur dan bendahara yang bertanggung jawab. Tapi faktanya, banyak yang masih menggunakan cara tunai, sehingga rawan disalahgunakan. Karena itu kami terus dorong agar semua transaksi dilakukan secara non-tunai,” jelasnya.

Lebih lanjut, Yudi menjelaskan bahwa fungsi utama DPMD adalah pembinaan dan fasilitasi, bukan pengawasan langsung. 

Pengawasan melekat terhadap BUMDes berada di tangan kepala desa dan BPD. 

Kasus di Lampuyang disebut menjadi pengingat agar peran pengawasan di tingkat desa diperkuat kembali.

“Kami sudah berkoordinasi dengan kepala desa dan BPD Lampuyang. Direkturnya memang tidak ada, tapi pengurus lain masih kami mintai keterangan. Kami ingin tahu apakah kegiatan itu benar atas nama BUMDes atau inisiatif pribadi,” terangnya.

Ia menegaskan, DPMD secara rutin mengingatkan seluruh pemerintah desa agar berhati-hati dalam mengelola keuangan, baik dana desa maupun BUMDes. 

Upaya pencegahan dilakukan lewat sosialisasi, surat edaran, serta kerja sama dengan kejaksaan dalam program Jaga Desa.

"Kami selalu tekankan pentingnya transparansi. Setiap tahun ada surat edaran dan pembinaan. Kami juga menggandeng kejaksaan agar aparat desa tidak salah langkah dalam mengelola dana publik,” ujarnya.

Yudi menilai, kasus hukum yang menjerat perangkat desa biasanya disebabkan oleh dua hal: kelalaian administrasi atau penyalahgunaan dana. 

Baca juga: Layanan Desa Tumbang Tawan Nyaris Lumpuh, Aktivitas Pendidikan Ikut Terhenti Dana Desa Belum Cair

Baca juga: Reaksi Ketua DPRD Kotim Soal Korupsi Dana Desa Parit, Singgung Moral dan Tanggung Jawab Aparatur

Untuk pelanggaran administrasi, desa masih diberi waktu memperbaiki laporan keuangan sebelum dilimpahkan ke aparat penegak hukum.

“Kalau sifatnya administrasi, ada waktu sekitar 60 hari untuk perbaikan. Tapi kalau sudah terkait uang dan tidak ada penyelesaian, ya mau tidak mau masuk ranah hukum,” pungkasnya.

Saat ini, dugaan penggelapan dana di BUMDes Lampuyang masih dalam tahap penyelidikan. 

Pemerintah daerah berharap kasus tersebut segera terungkap dan menjadi pembelajaran agar pengelolaan dana BUMDes di Kotim dilakukan secara lebih tertib, akuntabel, dan sesuai aturan. 

Sumber: Tribun Kalteng
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved