Berita Kotim Kalteng

Bea Cukai Sampit Catat Rokok Ilegal Minol di Kotim Kalteng Rugikan Negara dan Daerah Hampir Rp 1 M

Peredaran rokok ilegal dan minuman beralkohol di Kotawaringin Timur mengakibatkan kerugian negara dan daerah, mencapai hampir Rp 1 miliar

|
Penulis: Herman Antoni Saputra | Editor: Sri Mariati
Tribunkalteng.com/Herman Antoni Saputra
WAWANCARA - Humas Bea Cukai Sampit, Hery Purwono, saat ditemui di ruangannya, Kamis (30/10/2025). 

Ringkasan Berita:

TRIBUNKALTENG.COM, SAMPIT – Peredaran rokok ilegal, Kotawaringin Timur (Kotim) dan minuman beralkohol bukan sekadar persoalan pelanggaran hukum, tetapi juga menjadi ancaman nyata terhadap penerimaan negara dan daerah. 

Hal itu disampaikan oleh Humas Bea Cukai Sampit Hery Purwono, saat ditemui di ruangannya, Kamis (30/10/2025). 

Menurut Hery, setiap batang rokok yang legal sesungguhnya telah menyumbang pendapatan bagi negara dan daerah melalui cukai dan pajak rokok

Ia menjelaskan, pajak rokok merupakan pajak provinsi, namun pengelolaannya dilakukan bersama dengan cukai oleh pemerintah pusat agar lebih efisien.

"Begitu rokok keluar dari pabrik, langsung dikenai cukai. Kemudian, ketika dikonsumsi masyarakat, ada pajak rokok. Uang dari cukai masuk ke kas negara, sedangkan pajak rokok disalurkan ke daerah sesuai formula yang sudah ditetapkan,” terang Hery.

Ia menegaskan, ketika masyarakat membeli rokok ilegal di Sampit atau tanpa pita cukai, maka penerimaan negara dan daerah sama-sama kehilangan sumber pendapatan. 

Padahal dana tersebut menjadi salah satu penopang pembangunan, termasuk untuk kesehatan dan infrastruktur daerah.

"Kalau rokok ilegal dibiarkan, maka penerimaan daerah ikut bocor. PAD jadi tidak maksimal, dan kepala daerah pun akan kesulitan membangun wilayahnya,” katanya.

Lebih lanjut, Hery menjelaskan bahwa pelanggaran terkait cukai memiliki sanksi berat. 

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2007 tentang Cukai, pelaku peredaran rokok ilegal dapat dijatuhi pidana penjara antara 1 hingga 8 tahun serta denda mulai dari 2 hingga 20 kali nilai cukai.

Selain rokok, barang kena cukai juga meliputi etanol, minuman beralkohol, serta minuman berpemanis dalam kemasan. 

Ke depan, pemerintah bahkan berencana mengenakan cukai terhadap plastik dan minuman berpemanis, karena dinilai memiliki dampak negatif terhadap kesehatan dan lingkungan.

“Filosofi cukai itu bukan hanya untuk meningkatkan pendapatan, tapi untuk mengendalikan konsumsi barang yang berisiko bagi kesehatan. Misalnya rokok, alkohol, dan minuman manis,” ungkapnya.

Terkait masih maraknya rokok ilegal, Hery menilai hal itu terjadi karena masyarakat cenderung memilih harga murah tanpa mempertimbangkan dampaknya. 

Padahal, kata dia, harga rokok legal memang sengaja dibuat lebih tinggi agar masyarakat mengurangi konsumsi.

Sumber: Tribun Kalteng
Halaman 1/2
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved