Berita Kotim Kalteng

Ini Klarifikasi Kades Bapinang Hilir Laut Kotim Soal Bagi-bagi Tanah, Dituntutan Mundur oleh Warga

Kepala Desa Bapinang Hilir Laut (BHL), Kecamatan Pulau Hanau, Kotim angkat bicara mengenai dirinya bagi-bagi tanah dan dituntut mundur warganya

|
Penulis: Herman Antoni Saputra | Editor: Sri Mariati
ISTIMEWA
SENGEKTA - Lokasi tanah yang menjadi akar konflik di Desa Bapinang Hilir Laut (BHL), Pulau Hanaut Kotim, Kalteng. 

TRIBUNKALTENG.COM, SAMPIT – Kepala Desa Bapinang Hilir Laut (BHL), Kecamatan Pulau Hanaut, Kabupaten Kotawaringin Timur (Kotim), Kadriansyah akhirnya angkat bicara terkait isu pembagian tanah memicu Aksi demonstrasi warga beberapa waktu lalu. 

Dalam keterangannya, sang kades mengakui bahwa memang ada pembagian lahan kepada sejumlah pihak, namun hal itu dilakukan atas dasar ucapan terima kasih kepada mereka yang dinilai berjasa bagi desa.

“Memang benar ada pembagian tanah, tapi itu tanah tak punya pemilik. Jadi wajar kalau diberikan kepada orang-orang yang dulu berjasa bagi desa ini,” ujarnya, saat dikonfirmasi, Rabu (8/10/2025).

Menurutnya, lahan yang dimaksud sebelumnya berstatus HP (Hutan Produksi), namun pada 2024 telah berubah menjadi APL (Areal Penggunaan Lain). 

Bahkan sebagian tanah tersebut kini dalam sengketa dengan desa tetangga karena adanya klaim batas wilayah. 

“Tanah itu juga bersengketa dengan desa sebelah. Mereka sempat ingin mencaplok wilayah kami pada tahun 2024 lalu, tepatnya bulan Juli,” ujarnya.

Kades mengatakan, dirinya sudah menjelaskan permasalahan tersebut secara terbuka kepada masyarakat, bahkan melalui pertemuan di Balai Desa. 

Dalam pertemuan itu, ia sempat menawarkan solusi agar tanah yang sudah terlanjur dibagikan bisa diatur kembali bersama-sama. 

"Saya sudah sampaikan di depan warga, bahkan ada videonya. Saya bilang, yuk kita selesaikan baik-baik, kita bagi ulang tanah tersebut,” tegasnya.

Namun, menurut sang kades, sebagian warga tetap menolak dan menuntut dirinya mundur dari jabatan. Ia mengaku bingung dengan desakan tersebut karena merasa tidak melakukan pelanggaran berat. 

“Mereka minta saya mundur, tapi saya heran apa salah saya? Soal tanah itu kan sudah saya jelaskan dan saya akui. Kalau masyarakat mau duduk bersama, bisa kita selesaikan kapan saja,” ucapnya.

Lebih lanjut, sang kades menuturkan bahwa proses pembagian lahan tersebut juga melibatkan pihak adat. 

Ia mengaku, telah meminta petunjuk dari mantir adat bernama M Yusrin serta tokoh masyarakat setempat yang mengetahui sejarah lahan tersebut. 

“Saya minta petunjuk juga ke mantir adat, karena ini menyangkut tanah lama. Ada nama mantir M Yusrin dan juga tokoh adat dulu yang tahu batas-batas tanah itu,” jelasnya.

Menurut kades, tanah yang dibagikan tersebut merupakan bagian dari wilayah desa yang tidak memiliki pemilik sah. 

Oleh karena itu, pemerintah desa merasa memiliki hak untuk mengatur dan memanfaatkan tanah tersebut untuk kepentingan masyarakat, termasuk memberikan sebagian kepada orang yang berjasa menjaga wilayah desa. 

“Desa punya hak mengklaim tanah tak bertuan, asal ada persetujuan dengan tokoh adat dan warga yang tahu sejarahnya,” ujarnya.

Sementara itu, terkait aksi unjuk rasa yang dilakukan pada Senin (29/9/2025), Kades mengaku tidak bisa berbuat banyak saat ratusan warga memadati kantor desa menuntut dirinya turun jabatan. 

Ia menyebut sempat ada upaya mediasi di balai desa dengan menghadirkan empat perwakilan warga, yakni Norhasan Ependi, Arif Siswanto, Rony, dan Muksin. 

“Waktu itu mereka masuk balai desa, kami sempat berbicara, tapi suasana sudah panas karena banyak warga di luar dan aparat berjaga,” katanya.

Usai kejadian tersebut, pihak Kecamatan Pulau Hanaut bersama unsur Forkopimcam berupaya melakukan mediasi ulang pada Selasa (7/10/2025). 

Namun, pertemuan gagal terlaksana karena lima perwakilan warga yang diundang tidak hadir. 

“Rapat tidak bisa kami lanjutkan karena pihak perwakilan warga yang kami undang tidak hadir,” ujar Camat Pulau Hanaut, Dedy Purwanto.

Dedy menilai ketidakhadiran para perwakilan warga justru memperlambat proses penyelesaian konflik. Ia berharap para pihak bisa hadir dalam undangan selanjutnya agar persoalan ini segera tuntas. 

“Kami akan jadwalkan ulang setelah kegiatan pelantikan di kabupaten selesai. Kami juga akan berkoordinasi dengan Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa (DPMD) Kotim karena ini menyangkut pemerintahan desa,” jelas Dedy.

Sementara itu, situasi di Desa Bapinang Hilir Laut hingga kini masih relatif kondusif. Meski begitu, sebagian warga masih menuntut agar kepala desa mundur dari jabatannya. 

Baca juga: Kepala DPMD Kotim Tanggapi Tuntutan Mundur Kades Bapinang Hilir Laut, Ingatkan Ada Mekanisme Hukum

Baca juga: Warga Desa Bapinang Hilir Laut Kotim Demo Desak Kades Mundur, Camat Pulau Hanaut: Ada Aturannya

Mereka menilai pembagian tanah tanpa musyawarah dianggap sebagai bentuk penyalahgunaan wewenang.

Pihak kepolisian dan TNI masih terus melakukan pengamanan serta mengawal setiap agenda mediasi agar proses penyelesaian konflik bisa berjalan aman dan damai. 

“Kami harap semua pihak menahan diri dan menunggu hasil musyawarah resmi di kecamatan. Jangan ada lagi provokasi yang memperkeruh suasana,” pungkas Camat Pulau Hanaut.

Sumber: Tribun Kalteng
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved