Berita Palangkaraya
Koalisi NGO Kalimantan Tengah Desak Pengakuan Hukum Adat di Perda, Akui Sering Terabaikan
Koalisi NGO Kalimantan Tengah mendesak agar pengakuan hukum adat di Peraturan Daerah (Perda) segera disahkan, akui sering terabaikan
Penulis: Ahmad Supriandi | Editor: Nur Aina
TRIBUNKALTENG.COM, PALANGKARAYA - Koalisi NGO Kalimantan Tengah (Kalteng) kini tengah mendesak pengakuan resmi melalui hukum Peraturan Daerah (Perda).
Pasalnya Koalisi NGO Kalimantan Tengah yang mencakup Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) Kalteng, Save Our Borneo (SOB), Walhi Kalteng, dan LBH Palangkaraya ini mengaku bahwa keberadaan masyarakat Adat sering terabaikan.
Meskipun mereka telah ada sebelum Indonesia merdeka dan berperan penting dalam perjuangan kemerdekaan, hak dan cara hidup mereka belum sepenuhnya diakui oleh negara.
Di peringatan Hari Masyarakat Adat Sedunia, Jumat 9 Agustus 2024, berbagai lembaga masyarakat mendesak agar hak-hak dan keberadaan masyarakat Adat diakui secara resmi.
Koalisi NGO Kalimantan Tengah menyerukan dukungan untuk pengakuan masyarakat hukum Adat melalui Perda.
Ketua AMAN Kalteng, Ferdi Kurnianto menekankan, negara secara de facto mengakui keberadaan dan budaya masyarakat Adat, pengakuan secara hukum atau de jure masih belum ada.
"Pengakuan ini belum maksimal. Di Kalteng, Perda Provinsi mengenai masyarakat hukum adat belum diterbitkan," jelas Ferdi dalam acara Talk Show bertema "Hutan Adat Milik Masyarakat Adat."
Baca juga: Pemkab dan DPRD Kotim Setujui Perda Pengakuan Hukum Adat Dayak dan Raperda KUA dan PPAS TA 2024
Konflik antara masyarakat adat dan aparat sering kali terjadi.
Kasus terbaru di Desa Bangkal, Seruyan, di mana seorang demonstran tewas terkena tembakan.
Sandi dari LBH Palangkaraya mencatat bahwa masyarakat adat sering kali menjadi korban kriminalisasi ketika mempertahankan hak mereka.
"Rancangan Undang-Undang tentang masyarakat hukum adat sudah lama diperjuangkan, namun proses di DPR masih belum menunjukkan kemajuan signifikan," ujar Sandi.
Herlianto dari Save Our Borneo menegaskan bahwa pengelolaan hutan oleh masyarakat adat seringkali lebih efektif dibandingkan oleh pihak lain.
Meskipun sering kali mendapatkan hambatan karena aturan yang belum memadai, upaya mereka memperjuangkan hak-hak terus dilakukan.
Direktur Walhi Kalteng, Bayu Herinata, menambahkan bahwa masyarakat adat terbukti mampu menjaga hutan tanpa merusak lingkungan.
Namun, karena penguasaan hutan adat tidak diakui secara resmi, industri pertambangan dan perkebunan sering merusak kawasan yang telah mereka kelola.
Baca juga: 357,28 Hektare Lahan Gambut Terbakar di Kalteng, Peneliti UPR dan Walhi Ungkap Penyebab dan Solusi
"Akibatnya, kami mengalami bencana ekologis seperti banjir dan kebakaran yang semakin sering terjadi," tutup Bayu.
Pengakuan hukum yang jelas melalui Perda menjadi sangat penting untuk melindungi hak-hak masyarakat adat dan menjaga keberlanjutan lingkungan di Kalimantan Tengah.
(*)
Baca berita lainnya di: Google News.
Koalisi NGO
Kalimantan Tengah
hukum Perda
Adat
Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN)
Walhi Kalteng
LBH Palangkaraya
Save Our Borneo
Limbah Sawit di Kalteng Berpotensi Jadi Energi Setara Batubara, UPR Bekali Siswa SMK |
![]() |
---|
Palangka Raya Resmi Jadi Tuan Rumah Kongres GMNI XXIII Tahun 2028, Ada Historisnya |
![]() |
---|
Tak Ada Anggaran Tambahan, Pemprov Targetkan RTH Eks KONI Kalteng Selesai Paling Lambat Desember |
![]() |
---|
Panen Jagung di Pekarangan Polresta Palangka Raya, Achmad Zaini: Bukti Bisa Bertani di Tengah Kota |
![]() |
---|
Simpan 24 Paket Sabu, Napi Rutan Kelas IIA Ditangkap Satresnarkoba Polresta Palangka Raya |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.