Kotim Habaring Hurung

Pemkab Kotim Optimalkan Penanganan Penyakit TBC dan Polio Bagi Warga Kotawaringin Timur

Pemkab Kotim melakukan rakor eliminasi penyakit TBC dan Polio untuk warga Kotawaringin Timur, tekan angka kasus dan ingatkan pola hidup sehat

|
Penulis: Pangkan B | Editor: Sri Mariati
TRIBUNKALTENG.COM/PANGKAN BANGEL
Penetesan obat polio pada balita dan anak oleh Pemkab Kotim saat gelar rapat koordinasi eliminasi Tuberkulosis (TBC) dan Pekan Imunisasi Nasional (PIN) Kabupaten Kotawaringin Timur 2024, Rabu (17/7/2024). 

TRIBUNKALTENG.COM, SAMPIT - Pemerintah Kabupaten Kotawaringin Timur (Kotim) menggelar rapat koordinasi eliminasi Tuberkolosis (TBC) dan Pekan Imunisasi Nasional (PIN) Kabupaten Kotawaringin Timur 2024, Rabu (17/7/2024).

Kegiatan tersebut dihadiri oleh Bupati Kotawaringin Timur, Halikinnor yang diwakili oleh Staf Ahli Bupati, Rusmiati.

“Masalah kesehatan merupakan masalah global yang memerlukan penanganan serius dan kolaborasi lintas sektor, karena banyaknya masalah kesehatan yang berawal dari masalah di sektor lain. Apabila sektor lain berperan, maka masalah kesehatan akan berkurang,” jelasnya.

Permasalahan kesehatan terkait dengan hajat hidup orang banyak, maka sektor kesehatan menjadi salah satu sektor yang harus diperhatikan.

Baik permasalahan yang dihadapi maupun upaya efektif untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat menuju taraf yang optimal.

“Hal ini tentunya tidak mungkin diselesaikan sendiri oleh institusi kesehatan, tapi memerlukan multi sektor dan multi upaya agar mendapatkan hasil yang diharapkan,” ujar Rusmiati.

Baca juga: Dinkes Gencarkan Pengobatan TBC dan Imunisasi Polio 61.033 Anak di Kotawaringin Timur

Ia menambahkan bahwa beberapa tahun lalu, Kotim telah dihadapkan dengan pandemi Covid-19, atas kebersamaan pandemi tersebut dapat diatasi.

“Jauh sebelum itu kita telah dihadapkan dengan penyakit tuberkulosis dan sampai saat ini masih menjadi masalah global, termasuk Indonesia,” ujar Sahli Bupati.

Ia mengatakan, bahwa Indonesia menjadi negara dengan penderita tuberkulosis (TBC) nomor 2 terbesar di dunia, setelah India dan disusul dengan Cina.
“Hal tersebut menuntut perhatian serius kita bersama, mengingat penularan TBC mirip dengan Covid-19, yakni melalui droplet atau percikan dahak,” ujarnya.

Rusmiati berharap, penanganan Penyakit TBC lebih cepat, karena penyebab TBC adalah bakteri, sedangkan covid-19 penyebabnya adalah virus.

“Pencegahan TBC juga sama dengan Covid-19, yaitu memakai masker, cuci tangan dengan benar, berperilaku hidup bersih, dan sehat,” terangnya.

Lebih lanjut, Sahli Bupati mengatakan jika terkena TBC, harus minum obat teratur selama sekitar 6 hingga 8 bulan.

Ia mengatakan bahwa permasalahan di masyarakat penderita TBC tidak mau periksa, tidak mau disebut Penyakit TBC, serta tidak mau minum obat.

“Hal tersebut dikarenakan adanya stigma atau diskriminasi penderita TBC, baik di keluarga, masyarakat, maupun tempat kerja, selain waktu minum obat yang cukup lama dan terkadang reaksi atau efek samping obat yang membuat penderita TBC enggan minum obat,” ujar Rusmiati.

Di sisi lain, higienis dan sanitasi rumah penderita TBC rata-rata tidak memenuhi syarat kesehatan, sehingga sirkulasi udara di dalam rumah menjadi tidak sehat dan memungkinkan bakteri penular TBC dapat berkembang di lingkungan tersebut.

Halaman
12
Sumber: Tribun Kalteng
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved