Aksi Damai HMI Palangkaraya
HMI Palangkaraya Sebut Cawe-Cawe Presiden di Pemilu 2024, Lahirkan Oligarki, Kolusi, dan Nepotisme
Himpunan Mahasiswa Islam atau HMI Palangkaraya menolak adanya politik dinasti pada Pemilu 2024.
Penulis: Pangkan B | Editor: Fathurahman
TRIBUNKALTENG.COM, PALANGKARAYA - Himpunan Mahasiswa Islam atau HMI Palangkaraya menolak adanya politik dinasti pada Pemilu 2024.
Melihat hal tersebut, sekitar 30 anggota HMI Palangkaraya menyatakan ketidakpuasan dan penolakan terhadap poltiik dinasti.
Aksi damai HMI Palangkaraya membentangkan spanduk berisikan penolakan dinasti poltitik saat massa melakukan aksi damai.
Pelaksanaan aksi damai yang dilakukan HMI Palangkaraya tersebut tepatnya di Tugu Soekarno, Jalan Ahmad Yani, Pahandut, Kota Palangkaraya, Kalimantan Tengah.
Baca juga: Cawe-Cawe Politik Pada Pemilu 2024, Aksi Damai HMI Palangkaraya di Tugu Soekarno Desak Jokowi Turun
Baca juga: BREAKING NEWS, Tolak Politik Dinasti di Pemilu 2024, HMI Palangkaraya Aksi Damai di Tugu Soekarno
Baca juga: Aksi Mahasiswa Teriaki Pemakzulan Jokowi Hingga Spanduk Bertuliskan ‘Politik Gentong Babi’
Ketua HMI Palangkaraya, Rizky Oktaviandy mengatakan bahwa fenomena tersebut membuat pernyataan sikap dari kalangan akademisi bahwa demokrasi indonesia mengalami kemunduran.
“Tentu saja akibat adanya cawe-cawe para elit negara yang terafiliasi untuk memenangkan pasangan calon (Paslon) tertentu,” jelasnya usai aksi damai, pada Jumat (9/2/2024) sore.
Dirinya mengatakan bahwa demokrasi di Indonesia saat ini seakan sudah hilang kendali, dipicu karena adanya putusan cacat etik MK yang memberi celah politik dinasti.
“Kemudian keterlibatan aparatur negara yang menggadai netralitas, pengangkatan pejabat daerah yang tidak transparan, hingga keberpihakan cawe-cawe presiden dalam pemilihan presiden yang membahayakan demokrasi,” jelas Rizky.
Ia menjelaskan ketidaknetralan penyelenggara negara berpotensi memicu ketidakpercayaan publik dan mendorong ketidakpatuhan sosial.
“Hal ini tercermin dari para elit penguasa yang mempertontonkan sikap politik yang abai terhadap kepentingan rakyat,” ujarnya.
Selain itu, saat Presiden RI, Joko Widodo akrab disapa Jokowi dengan lantang menyampaikan bahwa Presiden boleh berkampanye, lalu dijelaskan lebih lanjut pada tanggal 26 Januari 2024 yang mengacu kepada Pasal 281 dan Pasal 299 UU 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum.
“Jelas pernyataan tersebut memperlihatkan ketidakpahaman presiden secara menyeluruh mengenai subtansi UU tersebut,” terang Rizky.
Ia mengatakan bahwa makin kesini Jokowi semakin punya nyali untuk merusak dan mengacak-acak demokrasi.
HMI Cabang Palangkaraya menganggap Pemilu 2024 di ambang kehancuran, narasi masyarakat mengenai Presiden Jokowi beretika, patut dimakzulkan, dan Perusak Demokrasi memang perlu digaungkan lebih keras lagi.
Kondisi tersebut telah membawa Indonesia pada kemunduran demokrasi yang diindikasikan oleh banyak aspek.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.