Aksi Damai HMI Palangkaraya

Pengamat Politik Jhon Retei Tanggapi Aksi Massa HMI Tolak Cawe-Cawe Presiden dan Dinasti Politik

Pengamat Politik Jhon Retei mengatakan, berbicara respon politik tolak cawe-cawe Presiden Jokowi dan politik disnastinya pada saat aksi damai HMI

Penulis: Pangkan B | Editor: Sri Mariati
ISTIMEWA
Pengamat Politik, Jhon Retei. 

TRIBUNKALTENG.COM, PALANGKARAYA - Aksi cawe-cawe Presiden Joko Widodo atau akrab disapa Jokowi, serta diduga hendak membangun dinasti politik, mendapat penolakan dari Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Cabang Palangkaraya, pada Jumat (9/2/2024) kemarin.

HMI Palangkaraya menganggap hal tersebut dapat mencederai dan merupakan kemunduran dari demokrasi.

Pengamat Politik Jhon Retei mengatakan, berbicara respon politik dengan dinamika hari ini, tentu akan mendapat reaksi dari berbagai pihak. Dirinya pun turut mengomentari terkait permakzulan Presiden atas reaksi dari pada massa aksi.

“Pernyataan massa aksi tersebut juga merupakan kontrol publik merupakan sesuatu yang lumrah, melihat yang dilakukan oleh seorang kepala negara,” ujar, Sabtu (10/2/2024).

Baca juga: BREAKING NEWS, Tolak Politik Dinasti di Pemilu 2024, HMI Palangkaraya Aksi Damai di Tugu Soekarno

Baca juga: Ikuti Kongres PB HMI ke 32 di Pontianak, 1.200 Kader HMI Makassar Tiba di Pelabuhan Kumai Kobar

“Terkait permakzulan harus dilakukan secara konstitusional atas tuntutan seluruh pihak, Presiden pun tentu dalam segala tindakannya perlu dikendalikan, dibatasi, serta diberikan kebebasan atas hak-hak mereka oleh konstitusi,” tambah Jhon.

Menurutnya, respon dan sikap dari Organisasi Kemasyarakatan dan Pemuda (OKP), serta kelompok masyarakat adalah hal yang biasa.

“Saat ini sudah memasuk H-3 Pemilihan Umum (Pemilu), kita akan lihat pada pemilu nanti, apakah suara kelompok masyarakat akan menjadi representasi suara masyarakat RI, kita tunggu hasilnya saat 14 Februari 2024 nanti,” ujarnya.

Jhon mengatakan, bahwa problem yang ditolak oleh massa aksi adalah pada pasangan calon (Paslon) nomor 02.

Ia mengatakan masyarakat akan lihat dan memperhitungkan, apakah paslon nomor 02 akan memenangkan Pemilu 2024 dalam 1 putaran.

“Suara rakyat tidak hanya 1 elemen saja, bukan hanya direpresentasikan oleh cendikiawan dan kalangan pemuda saja, karena itu berbicara seluruh elemen masyarakat mengenai kepemimpinan bangsa,” terangnya.

Proses pemilihan nanti tentu harus dilaksanakan secara jujur, adil, dan berkualitas, maka kalau berkualitas tentunya harus taat pada asas dan aturan penyelenggaraan.

Dalam konteks Presiden melanggar kewenangan dan kekuasaan yang sudah diberikan, harus diyakini seorang presiden dapat dijatuhkan apabila telah melakukan tindak pidana, itu pun harus ditetapkan oleh hukum yang berlaku.

Akademisi itupun menyebutkan, bahwa kalau dilakukan prosedur untuk menjatuhkan presiden, tentu ada mekanisme dan UU yang berlaku.

Ia menyampaikan menjelang H-3 pemilihan, biarkanlah masyarakat yang menentukan pilihannya dan melihat hasilnya.

“Ketika ada ketidakpuasan mengenai hasil Pemilu dan ketidakyakinan tentang netralitas birokrasi pemerintah dalam hal ini Jokowi karena putranya terlibat dalam proses pencalonan sebagai Cawapres,” jelas Jhon.

Halaman
12
Sumber: Tribun Kalteng
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved