Bupati di Kalteng jadi Tersangka

Terseret Korupsi Bupati Kapuas Ben Brahim dan Ary Egahni Lembaga Survei Ini Langsung Bereaksi ke KPK

KPK menyatakan sebagian uang hari hasil korupsi Ben Brahim diduga digunakan untuk membayar lembaga survei

Editor: Dwi Sudarlan
Tribunnews/Irwan Rismawan
Bupati Kapuas Ben Brahim S Bahat dan istri, Ary Egahni Ben Bahat (keduanya mengenakan rompi oranye) diperlihatkan saat jumpa pers KPK. 

TRIBUNKALTENG.COM, JAKARTA - Lembaga survei ini teseret dalam kasus dugaan korupsi dan gratifikasi dengan tersangka Bupati Kapuas Ben Brahim S Bahat dan sang istri, Ary Egahni Ben Bahat.

Pasalnya, KPK menyatakan sebagian uang hari hasil korupsi Ben Brahim diduga digunakan untuk membayar lembaga survei.

Itu dilakukan saat Ben Brahim mencalon sebagai Gubernur Kalteng yang di waktu bersamaan Ary Egahni maju dalam kontestasi anggota DPR.

Salah satu lembaga survei yang bekerja sama dengan Ben Brahim adalah Indikator Politik Indonesia.

Baca juga: Ary Egahni Mundur Dari DPR-RI, Nasdem Kalteng Hormati Proses Hukum Yang Dijalani Kadernya

Baca juga: Ary Egahni Salah Satu Kader Terbaik Partai NasDem Kalteng, Hj Faridawaty Mengaku Prihatin dan Sedih

Baca juga: 5 Fakta Unik Kasus Bupati Kapuas Ben Brahim: Pamit, Rujab, Harta Setara Nilai Korupsi, Bayar Survei

Menyikapi itu, Lembaga Indikator Politik Indonesia menyatakan telah mengirimkan bukti kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) perihal perjanjian kontrak dengan Bupati Kapuas Ben Brahim.

Diketahui memang kedua pihak tersebut menjalin kontrak untuk keperluan survei pada Pilkada 2020 silam.

"Kami juga sudah menyerahkan bukti seperti kontrak dan laporan pekerjaan kami, yakni hasil survei, ke KPK," kata Direktur Indikator Politik Indonesia Fauny Hidayat kepada Tribunnews.com, Kamis (30/3/2023).

Dengan begitu, Fauny memastikan kalau pihaknya akan mendukung seluruh proses hukum yang saat ini sedang berlangsung di KPK terkait kasus Ben Brahim.

"Indikator mendukung proses penegakan hukum dalam kasus ini," tukas dia.

Sebelumnya, Lembaga survei Indikator Politik Indonesia menanggapi soal adanya kabar dugaan pemberian uang dari Bupati Kapuas Ben Brahim dan istrinya Ary Egahani yang kini menjadi tersangka KPK.

Direktur Indikator Politik Indonesia Fauny Hidayat membeberkan kronologinya terkait hal tersebut.

Di sini Indikator Politik ternyata terlibat kontrak dengan Ben Brahim.

"Menjelang Pilkada serentak 2020, Indikator Politik Indonesia ditunjuk atau percaya sebagai salah satu polster yang direkomendasikan salah satu partai untuk melakukan survei penjaringan bakal calon kepala daerah yang diusung partai tersebut," kata Fauny.

"Ben Brahim, yang saat itu Bupati Kapuas berniat maju sebagai kandidat calon Gubernur Kalimantan Tengah, ingin mendapatkan rekomendasi dari partai bersangkutan," kata dia.

Oleh karena itu, Ben Brahim kata Fauny, meminta kepada Indikator Politik Indonesia untuk memantau pergerakan elektabilitas dan tingkat keterpilihannya melalui survei.

Sesuai dengan prosedur yang berlaku di Indikator Politik Indonesia kata dia, maka kedua pihak menyepakati hak dan kewajiban masing-masing. 

"Semuanya tertuang di dalam kontrak kerja, di mana salah satu klausulnya menyatakan bahwa pihak pemesan survei (Ben Brahim) menjamin bahwa sumber dana yang dipakai survei bukan berasal dari sumber atau perbuatan tindak pidana," ucap Fauny. 

Dari kesepakatan itu, Indikator Politik Indonesia sempat mengeluarkan hasil survei terkait tingkat keterpilihan Ben Brahim sebanyak satu kali pada Juni 2020.

Namun setelahnya, mereka mengaku tidak ada komunikasi tambahan dengan Ben Brahim.

"Setelah kontrak disepakati dilakukan survei sebanyak satu kali pada Juni 2020. Indikator sudah menyampaikan hasilnya kepada klien sesuai dengan kontrak," kata dia.

"Setelah itu tidak ada komunikasi dan hubungan sama sekali dengan Ben Brahim sampai saat ini," tukas Fauny.

Sebelumnya, KPK menyatakan bakal mendalami aliran duit korupsi Bupati Kapuas Ben Brahim S Bahat dan anggota Komisi III DPR Ary Egahni ke Lembaga Survei Poltracking Indonesia dan Indikator Politik Indonesia.

Di mana sebelumnya berdasarkan konstruksi perkara yang disampaikan KPK, terdapat aliran uang dari Ben Brahim dan Ary Egahni untuk membayar dua lembaga survei nasional.

Kepala Bagian Pemberitaan KPK Ali Fikri pun mengamini bahwa dua lembaga survei yang kecipratan uang adalah Lembaga Survei Poltracking Indonesia dan Indikator Politik Indonesia.

"Sejauh ini, informasi yang kami terima dari hasil pemeriksaan, betul ya," kata Ali, Rabu (29/3/2023).

Ali mengatakan, pendalaman aliran uang ke dua lembaga survei nasional dimaksud akan dilakukan lewat pemeriksaan tersangka ataupun saksi.

"Namun tentu perlu pendalaman-pendalaman lebih lanjut nantinya pada proses penyidikan yang sedang berjalan ini," kata dia.

Sebagaimana diketahui, Bupati Kapuas Ben Brahim S Bahat dan anggota Komisi III DPR dari Partai NasDem Ary Egahni diduga menggunakan uang hasil korupsi sebesar Rp 8,7 miliar untuk sejumlah kepentingan politik.

Mulai dari untuk pendanaan pencalonan Bupati Kapuas, Gubernur Kalimantan Tengah, hingga pemilihan Ary Egahni sebagai anggota legislatif DPR RI di tahun 2019.

KPK turut menyebut Ben dan Ary juga memakai uang korupsinya untuk membayar dua lembaga survei guna mendongkrak elektabilitas.

"Mengenai besaran jumlah uang yang diterima BBSB dan AE sejauh ini sejumlah sekitar Rp 8,7 miliar yang antara lain juga digunakan untuk membayar dua lembaga survei nasional," kata Wakil Ketua KPK Johanis Tanak saat jumpa pers di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Selasa (28/3/2023).

Uang sejumlah Rp 8,7 miliar tersebut diduga diperoleh Ben dan Ary dari hasil pemotongan anggaran dari sejumlah Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) Pemkab Kapuas serta pihak swasta berkaitan melalui izin perkebunan.

Ary Egahni diduga aktif turut campur dalam proses pemerintahan, antara lain dengan memerintahkan beberapa Kepala SKPD untuk memenuhi kebutuhan pribadinya.

Sekadar informasi, Ben Brahim pernah mencalonkan diri sebagai calon Gubernur Kalimantan Tengah berpasangan Ujang Iskandar pada 2020. 

Saat itu mereka diusung partai Demokrat, Gerindra, Hanura, PKPI, dan PSI.

Namun kalah perolehan suara dibanding pesaingnya pasangan Sugianto Sabran dan Edy Pratowo. (*)

 

 

 

( Tribunnews.com ) , 

Sumber: Tribun Kalteng
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved