Berita Kotim Kalteng

Kepala DPMD Kotim Tanggapi Tuntutan Mundur Kades Bapinang Hilir Laut, Ingatkan Ada Mekanisme Hukum

Kepala DPMD Kotim, Raihansyah sebut pemberhentian Kades Bapinang Hilir Laut tak bisa dilakukan sembarangan, Selasa (30/9/2025).

Tribunkalteng.com/Herman Antoni Saputra
WAWANCARA - Kepala Dishub Kotim, Raihansyah, Rabu (16/7/2025). 

TRIBUNKALTENG.COM, SAMPIT – Polemik di Desa Bapinang Hilir Laut (BHL), Kecamatan Pulau Hanaut, Kabupaten Kotawaringin Timur (Kotim), terus bergulir. 


Ratusan warga sebelumnya menggelar aksi unjuk rasa menuntut kepala desa mereka diturunkan dari jabatannya. 


Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa (DPMD) Kotim akhirnya buka suara. 

Baca juga: Sanksi 26 Perusahaan Tambang Batu Bara di Kalteng, DPRD Perkuat Pengawasan dan Komunikasi ke ESDM

Baca juga: Hari Pertama Sekolah Rakyat di Kotim, Siswa Antusias Masuk Asrama dan Ikuti MPLS

Baca juga: Terobosan Bupati Lamandau Lakukan Retret Kepala Desa, Dana Desa Harus Manfaat bagi Masyarakat


Kepala DPMD Kotim, Raihansyah, menegaskan bahwa pemberhentian kepala desa tidak bisa dilakukan secara serta-merta, melainkan harus melalui mekanisme dan syarat yang ketat.


“Kemarin saya ditelepon camat Pulau Hanaut, diberitahu ada demo di Desa Bapinang Hilir Laut terkait lahan. Dari situ saya mendapat informasi, selain persoalan lahan, ada juga tuntutan agar kepala desa mundur dari jabatannya,” kata Raihansyah, Selasa (30/9/2025).


Ia menjelaskan, DPMD Kotim sebenarnya sudah mendapat undangan untuk menghadiri rapat di desa tersebut. 


Namun, pihaknya meminta camat beserta jajaran terlebih dahulu memfasilitasi penyelesaian di tingkat kecamatan. Jika tidak ada titik temu, barulah persoalan dibawa ke kabupaten.


“Kami minta camat dulu yang hadir. Kalau memang tidak ada titik temu, silakan dibawa ke DPMD. Karena syarat-syarat pemberhentian kepala desa itu tidak sederhana, ada ketentuan yang harus dipenuhi,” jelasnya.


Raihansyah menegaskan, seorang kepala desa hanya bisa diberhentikan dalam kondisi tertentu. 


Misalnya meninggal dunia, menjadi terpidana dengan putusan hukum tetap, mengundurkan diri, atau dinyatakan tidak mampu melaksanakan tugas karena tidak lagi memenuhi syarat.


“Kalau hanya karena tuntutan masyarakat, belum tentu bisa langsung dipenuhi. Apakah kasus lahan ini betul-betul meresahkan masyarakat atau seperti apa, itu yang masih kami dalami. Jadi kami menunggu laporan resmi dari camat,” tegasnya.


Ia juga menyinggung soal isu keberadaan rencana pembangunan smelter di wilayah Pulau Hanaut, yang diduga turut menjadi pemicu keresahan warga terkait lahan. 


Menurutnya, hal ini perlu dilihat dari aspek legalitas tanah agar tidak menimbulkan persoalan baru.


“Kalau benar ada kaitannya dengan rencana pembangunan smelter, masyarakat juga harus tahu legalitas tanahnya seperti apa," bebernya. 


"Itu sebenarnya ranahnya OPD pertanahan untuk menjelaskan. Jadi tidak bisa serta-merta dijadikan alasan pemberhentian kepala desa,” imbuhnya. 


Terkait aspirasi warga yang mendesak kepala desa mundur, Raihansyah meminta masyarakat memahami prosedur. 


Pemberhentian kepala desa tanpa dasar yang jelas justru bisa menimbulkan masalah hukum baru.


“Kepala desa itu dipilih rakyat, bukan dipilih DPMD atau bupati. Kalau kita salah prosedur dalam memberhentikan, masyarakat bisa menggugat pemerintah daerah. Ini yang harus kita jaga bersama,” ungkapnya.


Raihansyah menambahkan, solusi terbaik saat ini adalah memperbaiki kebijakan yang dianggap keliru melalui musyawarah desa. 


Menurutnya, berhentinya kepala desa tidak otomatis menyelesaikan masalah, bahkan bisa menimbulkan persoalan lain.


“Kalau kades diberhentikan, otomatis nanti dipimpin penjabat (PJ) atau PAW. Itu juga bisa menimbulkan masalah baru. Jadi yang terpenting adalah memperbaiki kebijakan yang salah, bukan buru-buru menurunkan kepala desa,” pungkasnya.

(Tribunkalteng.com)

Sumber: Tribun Kalteng
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved