Pelaku UKM di Kotim Dihukum
Pemkab Kotim Pasang Badan Bela Pelaku UMKM, Asal Tak Langgar Aturan Sejak Awal
DiskopUKMPerindag Kotim pasang badan komitmennya untuk memberi perlindungan jika ada pemilik UMKM di Kotimmen tersadung masalah hukum
Penulis: Herman Antoni Saputra | Editor: Sri Mariati
TRIBUNKALTENG.COM, SAMPIT – Kasus dugaan produk tidak layak dan tidak memiliki surat izin edar yang dialami pemilik Usaha mikro kecil menengah (UMKM) di Sampit, Kabupaten Kotawaringin Timur (Kotim) mendapat atensi dari Dinas Koperasi, UKM, Perindustrian dan Perdagangan (DiskopUKMPerindag).
Dalam hal ini, Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Kotim melalui DiskopUKMPerindag menegaskan, komitmennya untuk memberi perlindungan jika ada pemilik UMKM di Kotim yang tersadung masalah hukum.
Namun dalam catatan, pelaku usaha itu sudah lebih dulu ada berkoordinasi dengan Diskoperindag Kotim dan Dinkes Kotim.
"Tentu saja akan kami bela selama semua persyaratan jelas dan lengkap. Akan tetapi kalau dari awal sudah tidak ada koordinasi mana kita bisa tahu apakah produknya bermasalah atau tidak," kata Plt Kepala DiskopUKMPerindag Kotim, Johny Tangkere saat dikonfirmasi, Jumat (20/6/2025).
Selain itu, Johny Tangkere juga sepakat dengan pernyataan dari salah satu anggota DPRD Kotim bahwa pemerintah daerah harus lebih proaktif membina UMKM.
Termasuk juga soal pemahaman tentang perizinan produk yang akan dijual/edar di dalam masyarakat.
Menurunnya, jika ada pelaku UMKM yang terjerat hukum akibat ketidaktahuan, maka hal itu turut menjadi tanggung jawab pemerintah.
Ia berpendapat, perlu adanya pemahaman bahwa pembinaan pelaku usaha bukan hanya menjadi tanggung jawab Diskoperindag Kotim, tetapi juga SOPD lain yang terkait.
Dirinya menjelaskan, dalam menjalankan usaha di bidang makanan dan minuman, pelaku UMKM wajib memiliki sejumlah legalitas.
"Mulai dari Nomor Induk Berusaha (NIB) dari DPMPTSP Kotim, izin usaha hingga sertifikat laik higienis sanitasi dan PIRT dari Dinkes. Itu yang perlu dipersiapkan," ungkapnya.
Untuk produk skala nasional atau internasional seperti makanan bayi dan frozen food, harus ada rekomendasi dari Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan (BBPOM).
“Apabila produk makanan diperjualbelikan lebih dari satu minggu wajib memiliki SLHS dan sertifikasi PIRT dari Dinkes. Semua proses dilakukan lewat OSS yang dikelola DPMPTSP,” jelasnya.
Soal pembinaan, ia mengakui ada kekosongan kegiatan selama dua tahun terakhir karena tidak tersedianya anggaran dan alat pemeriksaan pangan.
Meski demikian, pihaknya tak tinggal diam. Saat ini DiskopUKMPerindag memiliki satu inspektur keamanan pangan dan empat kader keamanan pangan hasil pelatihan BBPOM.
“Tentunga kami akan tetap berupaya, meski tanpa anggaran, dengan cara mengingatkan pelaku usaha agar melengkapi label, izin edar, dan tanggal kedaluwarsa,” katanya.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.