Kalteng Memilih

Putusan MK Ubah Peta Politik Pilkada 2024, Analisa Pengamat Politik UMPR

Sadar menilai, putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 60/PUU-XXII/2024 dapat mengubah peta politik dalam Pilkada 2024.

Penulis: Herman Antoni Saputra | Editor: Haryanto
Istimewa
Pengamat Politik Universitas Muhammadiyah Palangka Raya (UMPR), Sadar. 

TRIBUNKALTENG.COM, PALANGKA RAYA - Pengamat Politik Universitas Muhammadiyah Palangka Raya (UMPR), Sadar menilai, putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 60/PUU-XXII/2024 dapat mengubah peta politik dalam Pilkada 2024.

"Jadi kalau menurut saya, itu memang lebih membuka ruang demokrasi secara menyeluruh, lebih meneguhkan kedaulatan rakyat melalui demokrasi itu," kata Sadar, Kamis (22/8/2023). 

Dengan begitu, kata Sadar, seluruh suara konstituen terakomodir menjadi syarat pencalonan kepala daerah.

Karena, ini memberi ruang kepada partai politik yang tidak duduk di parlemen. 

Meski begitu, ia menyebut putusan yang dikeluarkan menjelang pendaftaran calon di Pilkada ini mungkin saja mengganggu tahapan yang sudah dijalankan KPU. 

Untuk itu, dia menyarankan KPU untuk segera berkonsultasi dengan DPR dan Pemerintah.

"Persoalannya apakah penyelenggara dalam hal ini KPU sudah siap menjalankan itu, termasuk dengan PKPU. Karena ini harus mengubah PKPU, saran saya mereka harus konsultasi dengan DPR dan pemerintah sebelum memutuskan hal itu," sebutnya.

Baca juga: Praktisi Hukum Tata Negara UPR Pertanyakan Putusan MK Dianulir: Belajar Hukum Jadi Tak Ada Artinya

Maka dari itu, dirinya memastikan putusan MK itu harus tetap dijalankan oleh KPU. 

Keputusan itu disebut harus dijalankan dengan segera.

"Kalau dari aspek hukum tata negaranya, memang putusan MK itu berlaku saat diucapkan kecuali dinyatakan lain daripada itu. Maka terhitung begitu diucapkan, langsung berlaku," sebutnya.

Namun di sisi lain, Sadar menilai situasi-situasi genting dalam ranah demokrasi praktis seperti ini sudah diuji coba pada Pilpres yang lalu.

"Tapi nyatanya, perlawan-perlawanan yang dilakukan baik yang ekstrem di lapangan maupun yang berupa deklarasi dari kampus-kampus dan perkumpulan guru besar tidak mampu menekan situasi politik saat itu," bebernya. 

"Dengan pengalaman pada peristiwa tersebut, para kekuasaan (eksekutif dan legislatif) kembali ingin menguji kekuatan mereka meskipun kekuatan itu mengabaikan dan melawan kehendak rakyat banyak sebagai ujung tombak dalam demokrasi," sambung Sadar. (*) 

Sumber: Tribun Kalteng
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved