Berita Palangkaraya

Praktisi Hukum Tata Negara UPR Pertanyakan Putusan MK Dianulir: Belajar Hukum Jadi Tak Ada Artinya

Praktisi Hukum Tata Negara Universitas Palangkaraya (UPR), Hilyatul Asfia mempertanyakan keputusan DPR RI sehingga menganulir Putusan MK

Penulis: Ahmad Supriandi | Editor: Sri Mariati
ISTIMEWA
Pakar Hukum Tata Negara Palangkaraya Hilyatul Asfia. 

TRIBUNKALTENG.COM, PALANGKARAYA - Badan Legislasi (Baleg) DPR RI tiba-tiba mengebut pembahasan Rancangan Undang-undang (RUU) Pilkada setelah Mahkamah Konstitusi (MK), mengeluarkan putusan Nomor 60/PUU-XXII/2024 dan 70/PUU-XXII/2024 terkait ambang batas pencalonan kepala daerah dan usia bakal calon kepala daerah.

Praktisi Hukum Tata Negara Universitas Palangkaraya (UPR), Hilyatul Asfia mempertanyakan keputusan DPR RI sehingga menganulir Putusan MK.

"DPR dalam hal ini tidak mengerti pengantar hukum tata negara karena melakukan voting untuk memilih antara putusan Mahkamah Agung atau Mahkamah Konstitusi," kata Asfia, Kamis (22/8/2024).

Padahal, kata Asfia, MA dan MK adalah dua lembaga yang berbeda.

Asfia menjelaskan, MA merupakan lembaga Court of Justice yang bertugas membina keseragaman penerapan hukum melalui putusan kasasi. Sedangkan MK adalah Court of Law atau lembaga pengadilan hukum.

MA memang diberikan kewenangan untuk menguji peraturan. Akan tetapi, lanjut Asfia yang diuji adalah peraturan KPU yang merupakan turunan dari Undang-undang.

Sedangkan MK menguji Undang-undang yang merupakan turunan dari UUD 1945.

"Seharusnya Baleg ini mengambil Putusan MK yang secara hierarki hukum lebih tinggi, karena bentuknya Undang-undang," jelas Asfia.

Menurut Asfia, langkah yang diambil Baleg merupakan kesalahan logika hukum. Dan hukum yang dijalankan DPR RI itu salah.

Karena, kata Asfia lagi, DPR RI menjalankan amanah Putusan dari MK yang memiliki sifat mengikat dan berlaku saat itu juga, kecuali dalam putusannya ada pengecualian.

"Dan dalam putusan ini tidak ada pengecualian, seharusnya DPR RI bukan lagi merevisi undang-undang tapi menjalabkan Putusan MK," ucapnya.

Baca juga: KPU Kalteng Tunggu Petunjuk KPU RI Terkait Pemberlakuan Putusan MK

Baca juga: Putusan MK Ubah Syarat Parpol Usung Cagub, Kans PPP Kalteng Bentuk Poros Baru di Pilgub 2024

Asfia menambahkan, Indonesia adalah negara hukum tapi hukumnya tidak dijalankan.

"Kuliah hukum jadi tidak ada artinya kalau aturan hukumnya diartikan tidak sesuai dengan ilmu pengantar hukum," kata Asfia lagi.

"Apa yang dilakukan DPR ini merupakan pembangkangan terhadap konstitusi," tutup Asfia. (*)

Sumber: Tribun Kalteng
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved