Berita Palangkaraya

Usai Food Estate, Optimalisasi Lahan di Kalteng Jadi Program untuk Penyangga IKN

Kalteng iproyeksikan menjadi penyangga pangan Ibu Kota Nusantara atau IKN. Untuk itu, pemerintah menyiapkan program optimalisasi lahan (oplah)

Penulis: Ahmad Supriandi | Editor: Sri Mariati
istimewa
Lokasi program Food Estate di Kapuas dan Pulangpisau sudah tinjau Presiden Joko Widodo bersama para menterinya, sehingga akan dijalankan secara bertahap, beberapa waktu lalu. 

TRIBUNKALTENG.COM, PALANGKARAYA - Kalimantan Tengah (Kalteng) diproyeksikan menjadi penyangga pangan Ibu Kota Nusantara atau IKN. Untuk itu, pemerintah menyiapkan program optimalisasi lahan (oplah) di Kalteng.

Sebelumnya, pemerintah juga membuka lahan luas untuk lumbung pangan atau Food Estate yang mendapat banyak protes.

Kalteng mendapat alokasi 81 ribu hektare untuk program oplah dari pemerintah pusat yang tersebar di 10 kabupaten, antara lain Kapuas, Pulang Pisau, Katingan, Kotawaringin Timur, Seruyan, Barito Timur, Barito Selatan, Kotawaringin Barat, dan Gunung Mas.

Wakil Gubernur Kalteng, Edy Pratowo beberapa waktu lalu, menyebut oplah sebagai dukungan pemerintah pusat yang menjadikan Provinsi Kalteng sebagai Lumbung Pangan Nasional melalui program Upaya Khusus (Upsus) Optimalisasi Lahan Rawa.

"Kalimantan Tengah mendapat alokasi kegiatan Upsus Optimalisasi Lahan Rawa 2024 seluas 81.088 ha yang tersebar di sepuluh kabupaten, yaitu Barito Selatan seluas 500 ha, Barito Utara seluas 350 ha, Barito Timur seluas 2.000 ha, Kapuas seluas 51.000 ha, Pulang Pisau seluas 15.462 ha, Kotawaringin Barat seluas 145 ha, Kotawaringin Timur seluas 4.216 ha, Seruyan seluas 2.473 ha, Katingan seluas 4.842 ha, dan Gunung Mas seluas 100 ha," kata Edy.

Saat ini, rencana oplah juga menjadi sorotan mengingat proyek Food Estate yang membuka lahan ribuan hektare juga belum mampu menjadi solusi pangan masyarakat secara luas.

Direktur Walhi Kalteng, Bayu Herinata, mengatakan bahwa menjadikan Kalteng sebagai daerah penyangga pangan IKN harus memperhatikan berbagai faktor, seperti dampak lingkungan.

Menurut Bayu, rencana oplah harus memitigasi dampak bencana lingkungan akibat pembukaan lahan yang besar.

"Dampak bencana lingkungan semakin meluas hari ini, hal ini tidak lepas dari ekstraksi sumber daya alam yang terus dilakukan oleh pemerintah," kata Bayu pada Tribunkalteng.com, Sabtu (29/6/2024).

Ini harus menjadi perhatian Pemerintah Pusat maupun Pemerintah Provinsi untuk menjadikan Kalteng sebagai penyangga IKN.

Bayu menambahkan, jika Kalteng dijadikan penyangga IKN, wilayah-wilayah yang dijadikan lokasi produksi pangan harus dilindungi dari konversi atau perubahan sistem dan modifikasi.

Terlebih lagi, rencana oplah untuk pangan dapat menggunakan cara berladang yang berbeda dengan yang sudah dipraktikkan masyarakat.

Bayu menjelaskan, bahwa konversi lahan yang ekstraktif terjadi di Kalteng untuk industri sawit, tambang, dan sektor perhutanan.

"Pemerintah harus melindungi lahan yang dijadikan produksi pangan dari monokultur yang dapat menyebabkan konversi lahan. Dengan demikian, target ketahanan pangan dapat mencapai surplus dan memenuhi kebutuhan pangan negara," terang Bayu.

Dari hulu ke hilir, Kalteng memiliki sistem berladang yang berbeda. Menurut Bayu, konsep food estate sebelumnya dengan menerapkan sistem sentralistik dan monokultur tidak dapat diterapkan kembali.

Sumber: Tribun Kalteng
Halaman 1/2
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved