Murid SDN Ciptakan Mesin Pencacah Sampah

Dari Luka Menjadi Inspirasi, Awal Tercipta Sepeda Pencacah Sampah Karya Murid SDN 4 Ketapang Sampit

Dari Luka Menjadi Inspirasi, Awal Tercipta Sepeda Pencacah Sampah Karya Murid SDN 4 Ketapang Sampit.

Penulis: Devita Maulina | Editor: Fathurahman
Tribunkalteng.com/ Devita Maulina
Dibantu guru, sejumlah murid SDN 4 Ketapang Kotim berhasil menciptakan mesin pencacah sederhana untuk mengolah sampah organik menjadi pupuk kompos. 

TRIBUNKALTENG.COM, SAMPIT - Dari Luka Menjadi Inspirasi, Awal Tercipta Sepeda Pencacah Sampah Karya Murid SDN 4 Ketapang Sampit.

Karya Murid SDN 4 Ketapang Sampit ini tentu membanggakan orang tua dan para guru atas tercipnya sepeda pencacah sampah tersebut.

Dengan rasa ingin tau inilah anak-anak bisa belajar untuk menemukan solusi bagi permasalahan yang dihadapi sehingga terciptalah Sepeda Pencacah Sampah dari Murid SDN 4 Ketapang Sampit.

Contohnya dilakukan anak-anak Sekolah Dasar Negeri (SDN) 4 Ketapang, Kabupaten Kotawaringin Timur (Kotim).

Bermula dari luka ringan saat mengikuti kegiatan ekstra kurikuler berkebun, Murid SDN 4 Ketapang Sampit  terinspirasi membuat sebuah alat yang dinamakan Sepeda Pecah atau Sepeda Pencacah Sampah.

Baca juga: Berita Viral, Kreasi Mantap Murid SDN 4 Ketapang Sampit Kotim, Ciptakan Mesin Pencacah Sampah

Baca juga: Timur Laut Bitung Sulawesi Utara Diguncang Gempa Terkini, Dengan Magnitudo 3,9 Skala Richter

Baca juga: PT Indomobil Finance Buka Lowongan Kerja Terbaru, Bagi Lulusan D3 dan S1, Banyak Posisi Ditawarkan

Salah seorang guru sekaligus Ketua Adiwiyata di SDN 4 Ketapang, Asykuriah menceritakan awal mula terciptanya alat sepeda pecah yang merupakan ide dari anak-anak muridnya pada tahun 2021 lalu.

Sebagai sekolah adiwiyata atau secara internasional disebut pula dengan Green School, SDN 4 Ketapang dikelilingi dengan berbagai tumbuhan dan pohon.

Apalagi, di sekolah itu juga membudidayakan bawang dayak dan dari tanaman ini hanya umbinya yang diperlukan, sedangkan daunnya tidak.

“Alhasil di sekolah kami itu dulu banyak sampah-sampah organik, baik itu dedaunan maupun sisa bawang dayak.

Lalu, kami berinovasi membuat pupuk kompos sendiri dari bahan sampah organik itu,” kisahnya.

Lanjutnya, untuk membuat pupuk organic ini, sampah organik perlu dicacah terlebih dahulu. Dalam proses pencacahan ini terkadang anak-anak akan mengalami luka dari pisau yang digunakan untuk mencacah.

Dari insiden itu lah, sejumlah anak memiliki ide untuk membuat alat pencacah sederhana yang aman untuk digunakan.

Ada 5 anak yang terlibat dalam pembuatan Sepeda Pecah ini, yaitu Nugi Kurniawan, Owen Gahiji, Jaelani Muktiko Aji, dan Nur Vania Marisa yang kala itu duduk di kelas IV, serta Aisyah Syifa Aulia Simbolon kelas V.

Sedangkan, sekarang anak-anak itu sudah naik ke kelas VI dan salah satunya sudah lulus lalu diterima di MTs Negeri 1 Sampit dengan jalur prestasi.

“Jadi Sepeda Pecah ini adalah hasil inovasi anak-anak kami, waktu itu kebanyakan dari mereka masih duduk di kelas 4 SD. Mereka membuat ini dibawah bimbingan salah seorang guru, Pak Harun Yahya,” imbuhnya.

Dibawah bimbingan guru, anak-anak itu mendesain alat pencacah sampah sederhana.

Dengan mengunjungi salah satu bank sampah yang ada di Kota Sampit dan mempelajari mesin pencacah sampah yang ada di tempat itu, mereka merancang mesin sesuai kemampuan mereka.

Selain itu, kemajuan teknologi dan internet cukup membantu bagi anak-anak SD ini untuk belajar.

Namun, keinginan anak-anak ini untuk berkreasi tak luput dari kendala. Karena setelah berhasil membuat rancangan, mereka dihadapkan dengan kendala biaya.

Asykuriah menjelaskan, kala itu pihak sekolah memang mendapat bantuan dana dari PT Trakindo sebagai mitra mereka, senilai Rp 10 juta.

Namun, dana tersebut dibagi untuk 3 produk, antara lain pembuatan hand sanitizer, bank sampah, dan alat pencacah sampah.

“Awalnya kami mau membuat alat itu dengan menggunakan bahan-bahan (spare part) yang baru semua, tapi setelah dirinci ternyata biayanya cukup besar, sekira Rp 3,5 juta.

Dana kami tidak cukup, karena untuk membuat bank sampah itu butuh biaya besar,” ujarnya.

Kemudian, pihaknya pun memutar otak agar inovasi anak-anak ini bisa terwujud. Akhirnya, diputuskan untuk menggunakan barang bekas sebagian.

Barang bekas ini mereka dapatkan di tempat pengepul besi rongsokan dan anak-anak terjun langsung dalam setiap tindakan.

Selain itu, yang membuat pihaknya terharu karena para orang tua murid rupanya juga mendukung kegiatan tersebut.

Bermula dari luka ringan saat mengikuti kegiatan ekstra kurikuler berkebun, Murid SDN 4 Ketapang Sampit  terinspirasi membuat sebuah alat yang dinamakan Sepeda Pecah atau Sepeda Pencacah Sampah.
Bermula dari luka ringan saat mengikuti kegiatan ekstra kurikuler berkebun, Murid SDN 4 Ketapang Sampit  terinspirasi membuat sebuah alat yang dinamakan Sepeda Pecah atau Sepeda Pencacah Sampah. (Tribunkalteng.com/ Devita Maulina)

Paman dari salah seorang murid yang memiliki bengkel las bersedia membantu perakitan alat pencacah sampah organik itu tanpa meminta biaya. Sehingga, dari estimasi biaya Rp 3,5 juta bisa dipangkas menjadi Rp 1,5 juta saja.

“Biaya Rp 1,5 juta itu untuk alat-alatnya saja, karena sebagian masih ada yang beli seperti gear, rantai, dan pisau pencacah. Sedangkan, untuk pembuatannya dibantu dari paman salah satu siswa. Kami bersyukur sekali, alat ini bisa terwujud berkat dukungan banyak pihak, komite, sekolah, murid, dan wali murid,” tuturnya.

Kendala tak berhenti sampai disitu, pembuatan Sepeda Pecah ini sempat mengalami kegagalan sebanyak 2 kali.

Dikarenakan, pada awalnya pihaknya ingin membuat alat yang multifungsi, yakni untuk mencacah sampah organik dan non organik.

Karena di sekolah itu juga ada inovasi pembuatan ecobrick Namun rupanya belum bisa, karena pisau pencacah yang digunakan tidak mampu mengolah bahan non organik.

Sehingga, alat tersebut akhirnya difokuskan untuk pencacah sampah organik.

Dengan adanya Sepeda Pecah ini, SDN 4 Ketapang bisa dengan mudah memproduksi pupuk kompos sendiri, sehingga tidak perlu membeli pupuk untuk keperluan kebun sekolah.

Disamping itu, lingkungan sekolah menjadi lebih bersih dan rapi.

Sampah organik diolah menjadi pupuk, sedangkan sampah non organik dikumpulkan di bank sampah yang kemudian bisa dijual untuk tambahan pemasukan sekolah. (*)

 

Sumber: Tribun Kalteng
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved