Berita Kotim
Dana Konsorsium PBS Kelapa Sawit Untuk Perbaikan Jalan Lingkar Selatan Sampit Jadi Sorotan
Perbaikan Jalan Lingkar Selatan Sampit yang menggunakan dana konsorsium PBS Kelapa Sawit Kotim jadi sorotan, karena dinilai rawan penyelewengan.
Penulis: Devita Maulina | Editor: Fathurahman
TRIBUNKALTENG.COM, SAMPIT -Perbaikan Jalan Lingkar Selatan Sampit yang menggunakan dana konsorsium PBS Kelapa Sawit Kotim jadi sorotan, karena dinilai rawan penyelewengan jika pelaksanaanya tidak transparan.
Konsorsium perbaikan darurat Jalan Mohammad Hatta atau Jalan Lingkar Selatan, Sampit, Kabupaten Kotawaringin Timur (Kotim) jadi perhatian sejumlah kalangan.
Meskipun hingga saat ini belum semua PBS Kelapa Sawit yang menyumbang, namun sebagian dana sudah masuk darii 27 PBS sawit hingga mencapai Rp 1,3 M lebih.
Diharapkan penggunaan dana tersebut harus transparan, sehingga jauh dari tidak penyelewengan dalam penggunaan dananya.
Baca juga: Perbaikan Jalan Lingkar Selatan Sampit, 27 PBS Kelapa Sawit Setor Dana Terkumpul Rp 1,3 M Lebih
Baca juga: PBS Kotim Dideadline, Dana Perbaikan Jalan Lingkar Selatan Paling Lambat Disetor Akhir Agustus
Baca juga: Konsorsium Perbaikan Jalan Lingkar Selatan Sampit, Ini Daftar 22 PBS yang Telah Menyumbang
Seorang Pemerhati Sosial di Kotim, M Gumarang menilai dana perbaikan jalan melalui konsorsium sangat rawan penyelewengan.
Sehingga perlu ada transparansi terhadap pengelolaan dan penggunaan dana atau Rencana Anggaran Biaya (RAB) secara terperinci.
“Kalau dibilang rawan penyelewengan jelas ada, sedangkan dana yang sumbernya dari pemerintah saja rawan apalagi dana yang tidak diatur secara jelas pelaksanaan terhadap penggunaan dananya,” ujarnya, Rabu (24/8/2022).
Gumarang yang juga Mantan Ketua Gabungan Perusahaan Perkebunan Indonesia (GPPI) Kotim ini menjelaskan, tak jarang dana yang bersumber dari pemerintah masih rawan diselewengkan.
Padahal dari segi tata kelola atau sistem yang mengatur penggunaan anggaran sudah ada, tapi itu pun tak luput dari kerawanan penyelewengan.
Kondisi tersebut tentu akan lebih rawan terhadap dana yang disetorkan oleh pihak ketiga, dalam hal ini perusahaan besar swasta (PBS) yang dilibatkan dalam konsorsium.
Kerawanan terjadi penyelewengan yang dimaksud berkenaan dengan konflik kepentingan dan kewenangan.
Oleh karena itu, perlu ada suatu aturan jelas yang mengatur pengelolaan dana konsorsium tersebut, antara dilaksanakan dengan swakelola atau diserahkan pada pihak ketiga.
“Kalaupun swakelola harus jelas siapa yang mengerjakan, apakah Dinas PUPRPRKP. Dan kalau iya, apakah sudah tepat untuk Dinas PUPRPRKP mengelola dana yang cukup besar tersebut,” kata Gumarang yang juga Mantan Ketua Organda Kotim ini.
Sesuai dengan informasi yang ia terima, dana konsorsium ditargetkan mencapai Rp 4,7 miliar lebih. Dana tersebut tergolong besar untuk melaksanakan suatu proyek, maka perlu pengaturan yang jelas.
Ditetapkan dengan jelas pihak yang berperan sebagai pelaksana proyek, bendahara, pembelian material, lalu material yang didapat dari mana dan milik siapa. Harus jelas semua.
“Apakah pemerintah yang melakukan pembelian material atau diserahkan ke pihak ketiga? Kalau memang pemerintah yang melakukan pembelanjaan maka tambah rawan,” nilainya.
Menurutnya, dengan estimasi dana Rp 4,7 miliar itu cukup besar dan biasanya proyek dengan anggaran besar perlu melibatkan kontraktor atau pihak ketiga sebagai pelaksana. Kecuali, proyek kecil maka cukup melalui swakelola.
Baca juga: Jalan Rusak Lingkar Selatan Sampit Parah, Alat Berat Terjatuh Tutup Jalan Bikin Lalulintas Macet
Baca juga: Tim Swakelola PUPR Palangkaraya Tambal Cepat Jalan Rusak di Tiga Tempat
Baca juga: Rapat Perbaikan Jalan Lingkar Selatan Alot, Bupati Kotim H Halikinnor Minta Perusahaan Kooperatif
Akan tetapi, kalau pun proyek perbaikan Jalan Lingkar Selatan ini dilakukan melalui swakelola, maka perlu mengikuti aturan yang berlaku.
Pasalnya, penggunaan sistem swakelola juga ada aturan tersendiri. Diantaranya, melibatkan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) sebagai pengawas.
“Kalau swakelola biasanya LSM dilibatkan. Ada aturan tentang tata cara swakelola itu. Tapi yang jelas, pendapat saya ini sangat rentan. Karena nilainya besar, tidak layak untuk swakelola dilakukan oleh pihak pemakai jasa, dalam hal ini pemerintah. Seharusnya diserahkan ke pihak ketiga yang jual jasa,” jelasnya.
Pengurus KADIN kalteng ini meneruskan, pihak ketiga yang dimaksud adalah kontraktor yang dinilai kompeten dalam menangani proyek perbaikan jalan. Dengan keterlibatan kontraktor sebagai tenaga profesional maka hasil kerja pun bisa diminta pertanggung jawaban.

Dan Pemkab Kotim bisa melaksanakan tugasnya untuk mengawasi kelangsungan proyek. Tapi jika dilakukan secara swakelola oleh Dinas PUPRPRKP yang juga bagian dari Pemkab Kotim maka tidak ada pihak yang benar-benar kompeten berperan untuk mengawasi.
“Memang butuh kemampuan kualitas pengawasan. Kalau diserahkan ke pihak ketiga kan tanggung jawabnya ada. Profesionalismenya pun ada,” imbuhnya. (*)