Berita Palangkaraya
Kasus Kekerasan Perempuan dan Anak di Palangkaraya Menurun, Penyelesaian Melalui Mediasi
Kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak di Kota Palangkaraya menurun tercatat dalam tahun 2021 lalu sebanyak 21 kasus dan berhasil dimediasi.
TRIBUNKALTENG.COM, PALANGKARAYA -Kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak di Kota Palangkaraya setelah ditangani instansi terkait di Pemko Palangkaraya banyak berhasil damai melalui mediasi.
Keberhasilan mencegah perpecahan rumah tangga yang bermasalah tersebut berdampak pada menurunnya jumlah kasus kekerasan dalam rumah tangga yang tercatat dalam tahun 2021 sebanyak 21 kasus yang berhasil dimediasi.
Keterangan tersebut disampaikan Kepala Dinas Pengedalian Penduduk, Keluarga Berencana, Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak dan Pemberdayaan Masyarakat Kota Palangkaraya, Sahdin Hasan, melalui Kepala Bidang Perlindungan Perempuan dan Anak Ellya Ulfa kepada Tribunkalteng.com pada Senin (17/01/2022).
"Ditahun 2021 ada penurunan kekerasan perempuan dan anak dibanding 2020, tidak hanya itu Palangkaraya juga mendapat anugrah Parahita Ekapraya (APE)," Ujar Ulfa.
Baca juga: Bupati Gunung Mas Unggah Video Marahi Sopir Truk PBS Tetap Lintasi Jalan Palangkaraya-Kuala Kurun
Baca juga: Andjar H Purnomo Sebut Ini Syarat Penerima Vaksin Booster di Kota Palangkaraya
Baca juga: Turunkan Angka Kekerasan terhadap Perempuan dan Anak, Ini Upaya Dinas P3AP2KB Kapuas
Anugrah tersebut diberikan oleh Kementrian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Republik Indonesia sebagai bentuk komitmen dan peran para Kepala Daerah dalam upaya mewujudkan kesetaraan dan keadilan gender melalui strategi Pengarusutamaan Gender (PUG).
Perempuan berkerudung tersebut juga menuturkan jika ada masyarakat yang mengalami kekerasan perempuan tidak boleh malu bercerita dan menutup diri.
"Selama ini masyarakat menjadikan aib saat bercerita kekerasan suaminya, padahal saat bonyok-bonyok kan kasihan," Tegasnya.
Kasus kekerasan perempuan dan anak kerap kali tidak diketahui pihaknya karena kendala persepsi masyarakat saat bercerita menjadikannya sebagai aib.
Ia pun memberikan contoh saat berhasil memediasi korban kekerasan perempuan yang dilakukan suaminya karena minta cerai.
Setelah dimediasi beberapa pihak dengan kesepakatan yang ditandatangani, jika melakukan hal serupa akan dikenakan hukum negara yang berlaku.
Alhasil, saat ini korban kekerasan perempuan urung melaporkan ke pihak berwajib karena suaminya telah berjanji tidak melakukan kekerasan lagi dan saat ini sudah menambah momongan kembali.
Dirinya pun mendorong agar masyarakat yang merasa menjadi korban kekerasan terbuka dan lebih berani, karena pihaknya menyediakan penanganan korban secara konperhensif dari pendampingan sampai trauma healing.
"Apabila korban merasa malu dan tidak terbuka, mereka akan menjadi korban kekerasan seterusnya," pungkas Ulfa. (*/Tribunkalteng.com/Ghorby Sugianto)