DOB Kabupaten Kotawaringin Utara
Pemekaran Kotawaringin Utara, Pengamat Kebijakan Publik Tegaskan Pokok Pertimbangannya
Gumarang menilai, pemekaran wilayah sangat relevan diterapkan di Kalimantan Tengah mengingat kondisi geografisnya yang luas dan tidak merata.
Penulis: Herman Antoni Saputra | Editor: Haryanto
Ringkasan Berita:
- Pengamat Nasional Kebijakan Publik dan Politik, M Gumarang turut menanggapi wacana pemekaran Kabupaten Kotawaringin Utara
- Pemekaran dari Kotawaringin Timur (Kotim) meniai baik selama tidak terdapat moratorium
- Pemekaran wilayah sangat relevan diterapkan di Kalimantan Tengah mengingat kondisi geografisnya yang luas dan tidak merata.
TRIBUNKALTENG.COM, SAMPIT - Pengamat Nasional Kebijakan Publik dan Politik, M Gumarang turut menanggapi wacana pemekaran Kabupaten Kotawaringin Utara yang belakangan menguat di Kotawaringin Timur (Kotim).
Ia menilai, pemekaran pada dasarnya merupakan kebijakan yang baik selama tidak terdapat moratorium atau penghentian sementara dari pemerintah pusat.
“Sepanjang tidak ada moratorium, artinya tidak ada penyetopan sementara dari pemerintah pusat, DOB itu tujuannya baik,” ujarnya, Rabu (19/11/2025) kemarin.
Baca juga: DOB Kabupaten Kotawaringin Utara 6 Kecamatan, Ketua DPRD Rimbun Dorong Pemekaran Kotim Kalteng
Menurut Gumarang, pemekaran wilayah sangat relevan diterapkan di Kalimantan Tengah mengingat kondisi geografisnya yang luas dan tidak merata.
Hal tersebut menyebabkan percepatan pembangunan di sejumlah kawasan terhambat.
“Kalimantan Tengah secara umum sangat luas. Tujuan pemekaran itu untuk pemerataan, karena percepatan pembangunan sangat terhambat akibat geografis yang tidak ideal,” katanya.
Ia menjelaskan, lambatnya pembangunan di beberapa wilayah bukan hanya disebabkan letak geografis, tetapi juga minimnya infrastruktur pendukung.
Kondisi ini menimbulkan kesenjangan layanan publik serta ketidakmerataan ekonomi.
“Infrastruktur yang lamban dibangun itu jadi salah satu faktor penyebab lambannya pembangunan itu sendiri,” ujarnya.
Gumarang menilai pemekaran dapat menjadi solusi untuk mempercepat pelayanan publik dan pemerataan ekonomi jika dilakukan dengan standar kelayakan yang tepat.
Ia menegaskan bahwa pemekaran harus memenuhi seluruh syarat, baik wilayah, administrasi, maupun kependudukan.
Namun, menurutnya, syarat paling penting yang sering diabaikan adalah kajian akademis.
Kajian tersebut, katanya, menjadi dasar untuk menentukan apakah daerah baru benar-benar mampu mandiri.
“Bagaimana kajian akademisnya? Itu menyangkut kemampuan sumber daya manusia, pengelolaan sumber daya alam, dan faktor ekonomi serta sosial budaya. Semuanya harus terjawab dalam kajian itu,” tegasnya.
