Korban Tugboat Datine 138 Selamat

Ode Dua Kali Selamat dari Kapal Tenggelam, Pertama Kali Tahun 1995 di Laut Jawa

Ode sudah dua kali tenggelam di laut, pertama kali pada tahun 1995 di Laut Jawa, Mandalan Semarang.

Ode Dua Kali Selamat dari Kapal Tenggelam, Pertama Kali Tahun 1995 di Laut Jawa - BN-kapten-kapal-selamat-di-kotim.jpg
ISTIMEWA
KAPTEN KAPAL - Kondisi kapten kapal saat bertama kali ditemukan di Perairan Pantai Ujung Pandaran, Kotim Kalteng, Selasa (7/10/2025).
Ode Dua Kali Selamat dari Kapal Tenggelam, Pertama Kali Tahun 1995 di Laut Jawa - Orang-Tenggelam-di-Laut-Ujung-Pandaran-10-Oktober-2025.jpg
Herman Antoni Saputra/Tribunkalteng.com
WAWANCARA - Nasib mujur masih berpihak pada Ode (61), kapten kapal tug boat Datine 138 yang berhasil selamat setelah enam jam terombang-ambing di Laut Jawa, Jumat (10/10/2025).

TRIBUNKALTENG.COM, SAMPIT – Hidup di laut bagi Ode (61) sudah menjadi perjalanan hidup sekaligus ujian berat.

Lelaki kelahiran Palembang ini dikenal sebagai pelaut senior yang telah puluhan tahun berlayar dari satu perairan ke perairan lain.

Namun siapa sangka, nasib luar biasa menimpanya. Dua kali ia lolos dari maut akibat kapal tenggelam di Laut Jawa.

Baca juga: Terombang-Ambing 6 Jam di Laut, Ode: Yang Dengar Hanya Suara Langit dan Laut

Baca juga: STARTING XI Live Timnas U23 Indonesia Vs India, Duet Dethan dan Hokky di Lini Serang

Baca juga: LIVE Hasil Skor Timnas U23 Indonesia Vs India, Skuad Garuda Muda Hadapi The Blue Tiger


Terbaru, Ode menjadi satu-satunya korban selamat dari tenggelamnya kapal tug boat Datine 138 di perairan Ujung Pandaran, Kecamatan Teluk Sampit, Kabupaten Kotawaringin Timur (Kotim), Selasa (7/10/2025).


“Sudah dua kali saya tenggelam di laut. Pertama tahun 1995 di Laut Jawa, Mandalan Semarang. Waktu itu dua hari hanyut sebelum diselamatkan nelayan,” ujar Ode saat ditemui TribunKalteng.com di RSUD dr. Murjani Sampit, Jumat (10/10/2025).


Kisah hidupnya sebagai pelaut dimulai sejak tahun 1983. Selama lebih dari empat dekade, ia hidup di atas gelombang, membawa kapal dagang dan kapal pedalaman antarwilayah. 


Laut telah menjadi bagian dari kehidupannya, tempat ia mencari nafkah sekaligus berhadapan dengan maut.


Namun, dua kali pula ia harus menghadapi badai dan nasib serupa. Kejadian pertama, kata Ode, terjadi saat ia masih menjadi Mualim 1 di kapal kargo yang berlayar di Laut Jawa. 


Kapal tersebut karam akibat badai besar dan ia harus bertahan dua hari tanpa makanan dan air.


“Dulu juga sama, terapung dua hari. Ditolong nelayan juga. Jadi waktu kapal Datine tenggelam kemarin, saya cuma bisa pasrah. Mungkin memang jalan hidup saya di laut,” katanya lirih.


Musibah kedua dialaminya saat ia menjadi kapten kapal tug boat Datine 138. 


Kapal tersebut berangkat dari Sampit menuju Kapuas membawa muatan, namun di tengah perjalanan mengalami kebocoran parah hingga akhirnya tenggelam. 


Dari empat awak kapal, hanya Ode yang berhasil selamat.


“Saya sudah coba arahkan kapal ke Pagatan, tapi bocornya besar sekali. Air masuk cepat. Akhirnya saya ambil liferaft dan bertahan di situ enam jam,” ucapnya. 


Selama terombang-ambing di laut, Ode hanya bisa berdoa dan memikirkan keluarganya. 


“Takut itu pasti, tapi saya cuma bisa serahkan semua ke Allah. Hidup dan mati sudah ditentukan,” ujarnya.


Sekitar pukul 08.00 pagi, Ode akhirnya ditemukan oleh nelayan dalam kondisi lemah dan mengalami kram di kaki. 


"Nelayan itu dengar suara saya. Kalau tidak, mungkin saya sudah hilang,” kenangnya haru.


Meski selamat, Ode mengaku trauma mendalam masih menyelimuti dirinya. Ia bahkan bertekad untuk tidak kembali bekerja sebagai pelaut. 


“Sangat trauma. Saya tidak mau ke laut lagi. Bahkan melihat laut saja saya tidak mau. Kalau bisa, saya mau kerja di darat saja, mungkin di hutan atau jualan bakso. Cukup sudah,” tuturnya.


Sebagai kapten kapal, Ode menyadari tanggung jawab yang diembannya. Ia siap menghadapi segala proses pemeriksaan terkait kecelakaan tersebut. 


“Tinggal saya hadapi hukum, karena saya kapten kapal, saya bertanggung jawab. Saya dilepas ini supaya semua lancar, pemeriksaan dan pertanyaan bisa dijawab. Ke depannya bagaimana pun, saya tanggung risikonya,” katanya tegas.


Ode juga menyebut, selama kariernya ia telah mengemudikan lebih dari seratus kapal. 


“Saya sudah bawa sekitar 122 kapal. Tapi baru kali ini kejadian seberat ini. Dua kali tenggelam, dua kali diselamatkan. Mungkin sudah garis hidup saya,” ucapnya.


Saat ditemui, Ode juga ikut membantu proses identifikasi jenazah yang ditemukan nelayan di sekitar lokasi kejadian. 


Ia menduga kuat jenazah itu adalah rekannya, Pujiono, namun belum bisa dipastikan karena kondisi tubuh korban yang rusak. 


“Kalau dari pakaiannya mirip, tapi wajahnya tidak bisa dikenali. Saya berharap itu memang rekan saya, supaya keluarganya bisa tahu,” ujarnya pelan.


Kini, tim gabungan dari BPBD Kotim, Basarnas, Ditpolair Polda Kalteng, Pos AL, dan KSOP Sampit masih terus melakukan pencarian terhadap tiga korban lainnya yang belum ditemukan. 


Iihak keluarga dan warga setempat juga terus berharap ada keajaiban seperti yang dialami Ode.


“Laut itu teman saya, tapi juga bisa jadi ujian. Kita tidak pernah tahu kapan ombak berubah,” tutupnya.

(Tribunkalteng.com)

Sumber: Tribun Kalteng
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved