Berita Kotim Kalteng

Kuntau Bangkui Salamat, Bela Diri Dayak Sampit Kotim Kalteng Bertahan Lintas Generasi

Seni bela diri tradisional suku Dayak di Sampit, Kabupaten Kotawaringin Timur (Kotim), masih terus bertahan lintas generasi kaum muda

Penulis: Herman Antoni Saputra | Editor: Sri Mariati
Tribunkalteng.com/Herman Antoni Saputra
DOKUMENTASI - Arifin, salah satu guru muda dan Jaka Triadi, Wakil Ketua Umum Bangkui Kuntau Salamat Kotim saat ditemui oleh Tribunkaltengcom, Minggu (21/9/2025) malam. 

TRIBUNKALTENG.COM, SAMPIT – Di tengah gempuran modernisasi, satu diantara seni bela diri tradisional suku Dayak di Sampit, Kabupaten Kotawaringin Timur (Kotim), masih terus bertahan. 

Salah satunya adalah Kuntau Bangkui Salamat, aliran bela diri khas yang diwariskan turun-temurun dan kini kembali diminati generasi muda.

Kuntau dikenal sebagai seni bela diri yang tidak hanya menonjolkan teknik bertarung, tetapi juga mengajarkan filosofi hidup serta nilai budaya. 

Gerakannya mengandalkan kelincahan, ketangkasan, dan kekuatan sehingga berbeda dari silat maupun bela diri nusantara lainnya.

Salah satu aliran yang berkembang di Kotim adalah Kuntau Bangkui Salamat

Seni bela diri ini berasal dari almarhum Salamat Saun, tokoh Dayak yang kemudian dikenal dengan sebutan Salamat Kambe. 

Julukan itu diberikan masyarakat setelah ia berhasil menaklukkan makhluk gaib jadi-jadian yang kerap memangsa ternak warga di perbatasan Kapuas.

Menurut Arifin, salah satu guru muda, Salamat Saun pernah berguru hingga ke Bukit Raya dan Martapura. 

“Almarhum mulai melatih sejak 1979 sampai 1982. Setelah itu diwariskan kepada anak-anaknya, Guru Sandy, Sadar Mansah atau Guru Meok, dan almarhum Pak Ambun atau Juhran. Di Sampit baru ramai dikenal sejak 2012,” ungkapnya, Senin (22/9/2025).

Gerakan khas Kuntau Bangkui Salamat banyak meniru perilaku hewan, terutama beruk. Jurus-jurus tersebut kemudian disusun menjadi tahapan latihan yang terstruktur. 

Waktu untuk mempelajari dasar-dasar bisa tiga bulan, bahkan ada yang hanya 10 hari jika rajin. Sementara untuk menamatkan seluruh tingkatan, butuh sekitar tiga tahun.

Selain teknik, perguruan juga menerapkan aturan adat yang tegas. Murid diwajibkan menjaga nama baik perguruan. Jika ada yang menyalahgunakan ilmu untuk menyakiti orang lain, sanksi adat hingga pengeluaran dari perguruan bisa dijatuhkan.

“Kalau fatal bisa kita sidang adat, atribut ditarik, bahkan ada sanksi hukum adat atau jipen. Untungnya sampai sekarang tidak pernah ada kasus seperti itu,” kata Jaka Triadi, Wakil Ketua Umum Bangkui Kuntau Salamat Kotim.

Minat masyarakat terhadap bela diri ini cukup besar. Dari sekitar 2.000 anggota yang terdata, 70 persen adalah anak muda, mulai dari SD hingga SMA. Sisanya merupakan orang dewasa atau murid lama yang kembali berlatih.

Meski demikian, perguruan ini masih menghadapi kendala. Mereka belum memiliki sanggar resmi untuk tempat latihan. Selama ini kegiatan hanya dilakukan di halaman rumah pelatih.

Halaman
12
Sumber: Tribun Kalteng
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved