Gerebek Dugaan Pelaku Politik Uang

Pengamat Hukum di Palangka Raya Beberkan Pasal dan Hukuman Jika Terbukti Terlibat Politik Uang

Pengamat hukum dan dosen Fakultas Hukum Universitas Palangkaraya (UPR), Hilyatul Asfia, beberkan pasal dan ancaman hukuman bagi terlibat politik uang

|
Penulis: Ahmad Supriandi | Editor: Sri Mariati
Dok Pribadi untuk Tribunkalteng.com
POLITIK UANG -Praktisi hukum dan akademisi dari Universitas Palangkaraya, Hilyatul Asfia menyoroti penggerebekan dugaan praktik politik di Barito Utara, Jumat (14/3/2025) kemarin. 

TRIBUNKALTENG.COM, PALANGKARAYA - Akademisi sekalgus Pengamat Hukum Universitas Palangkaraya (UPR), Hilyatul Asfia, menyoroti penggerebekan sejumlah orang yang diduga terlibat dalam praktik politik uang di Barito Utara

Asfia menekankan, pentingnya pengawasan ketat terhadap praktik politik uang dalam Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada). 

Dirinyapun membeberkan pasal serta ancaman hukuman bagi yang terlibat praktik politik uang sesuai aturan atau undang-udang yang mengatur hal tersebut.

Asfia menjelaskan, Pasal 73 Ayat (1) Undang Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada, dengan jelas melarang calon atau tim kampanye memberikan janji atau materi untuk mempengaruhi penyelenggara pemilihan atau pemilih. 

"Praktik politik uang dapat merusak integritas demokrasi," kata Asfia saat dihubungi Tribunkalteng.com, Sabtu (15/3/2025). 

Tegasnya, ketika praktik politik uang ditemukan, seperti yang terjadi di Barito Utara, maka hal tersebut merupakan pelanggaran hukum yang sangat serius. 

Menurut Asfia, pelanggaran yang terjadi dalam kasus yang terjadi di Barito Utara, merujuk pada upaya-upaya untuk mempengaruhi pilihan pemilih dengan cara yang tidak sah, seperti memberikan uang atau materi lainnya. 

Hal ini, kata dia, bertentangan dengan semangat pemilu yang seharusnya bersih, adil, dan transparan. 

Kemudian, Asfia melanjutkan, pada Pasal 73 Ayat (2) Undang Undang Pilkada mengatur bahwa apabila calon atau tim kampanye terbukti melakukan pelanggaran politik uang, Bawaslu Provinsi memiliki kewenangan untuk memberikan keputusan yang dapat berujung pada sanksi pembatalan pasangan calon oleh KPU Provinsi atau KPU Kabupaten/Kota. 

"Pembatalan pasangan calon sebagai sanksi administrasi ini menunjukkan adanya perlindungan terhadap proses demokrasi agar berjalan sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku," ucapnya. 

Lebih lanjut, Hilyatul Asfia, juga menyoroti bahwa pelaku politik uang tidak hanya dapat dikenakan sanksi administratif, tetapi juga dapat dijerat dengan sanksi pidana sesuai dengan Pasal 187A UU Pilkada. 

Pasal ini, ujarnya, mengatur bahwa setiap orang yang dengan sengaja melakukan perbuatan melawan hukum dengan memberikan uang atau materi lainnya, untuk mempengaruhi pemilih agar memilih calon tertentu atau tidak memilih calon tertentu, dapat dijerat dengan pidana penjara paling singkat tiga tahun dan paling lama enam tahun, serta denda yang cukup besar, yakni antara Rp200 juta hingga Rp1 milyar. 

"Sanksi yang serupa juga dikenakan terhadap pemilih yang menerima pemberian atau janji tersebut," jelas Asfia. 

Dirinya juga menerangkan, sanksi pidana ini, bertujuan untuk memberikan efek jera bagi para pelaku dan mencegah terjadinya praktik politik uang yang merusak demokrasi. 

Asfia menegaskan, apabila terbukti ada praktik politik uang, Bawaslu memiliki kewenangan untuk memeriksa dan memutuskan pelanggaran yang terjadi. 

Halaman
12
Sumber: Tribun Kalteng
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved