Bawaslu Kalteng

Bawaslu Kalteng Paparkan TPS Rawan jelang Pencoblosan, Petakan 25 Indikator 

Bawaslu Kalteng memetakan potensi Tempat Pemungutan Suara (TPS) rawan pada Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) 2024.

Editor: Haryanto
ISTIMEWA/Bawaslu Kalteng
Koordinator Divisi Pencegahan, Partisipasi Masyarakat, dan Hubungan Masyarakat Bawaslu Kalteng, Siti Wahidah. 

TRIBUNKALTENG.COM, PALANGKA RAYA - Badan Pengawas Pemilihan Umum Kalimantan Tengah (Bawaslu Kalteng) memetakan potensi Tempat Pemungutan Suara (TPS) rawan pada Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) 2024.

"Tujuan kita melakukan pemetaan TPS rawan ini untuk mengantisipasi gangguan atau hambatan di TPS pada hari pemungutan suara," jelas Anggota Bawaslu kalteng, Siti Wahidah dalam rilisnya, Rabu (20/11/2024).

Lebih lanjut, ia menjelaskan, terdapat enam indikator TPS rawan yang paling banyak terjadi, lalu lima indikator yang banyak terjadi, dan 13 indikator yang tidak banyak terjadi, namun tetap perlu diantisipasi.

"Pemetaan kerawanan tersebut dilakukan terhadap delapan variabel dan 25 indikator, diambil dari
sedikitnya 1.114 kelurahan/desa di 14 Kabupate/Kota se-Kalimantan Tengah yang melaporkan kerawanan TPS di wilayahnya," ungkapnya.

Baca juga: Bawaslu Kalteng Tangani 22 Pelanggaran Pilkada 2024, 1 Kasus Masuk Dugaan Tindak Pidana

Dikatakan, pengambilan data TPS rawan dilakukan selama enam hari pada 10-15 November 2024.

Koordinator Divisi Pencegahan, Partisipasi Masyarakat, dan Hubungan Masyarakat Bawaslu Kalteng ini mengungkapkan delapan variabel dan indikator potensi TPS rawan.

Pertama, penggunaan hak pilih atau DPT yang tidak memenuhi syarat, DPTb, potensi DPK, penyelenggara pemilihan di luar domisili, pemilih disabilitas terdatra di DPT, dan/atau Riwayat PSU/PSSU. 

"Kedua, keamanan seperti riwayat kekerasan, intimidasi dan/atau penolakan penyelengaraan pemungutan suara. Dan ketiga, politik uang, lalu politsasi SARA dan ujaran kebencian," ungkapnya.

"Kelima, netralitas penyelenggara pemilihan, ASN, TNI/Polri, kepala desa dan/atau perangkat desa," imbuhnya.

Keenam, logistik seperti riwayat kerusakan, kekurangan/kelebihan, dan/atau keterlambatan. 

Ketujuh, lokasi TPS sulit dijangkau, rawan konflik, rawan bencana, dekat dengan Lembaga pendidikan/pabrik/pertambangan, dekat dengan rumah Paslon/posko tim kampanye, dan/atau
lokasi khusus). 

"Kedelapan, jaringan listrik dan internet," ungkapnya. 

Ia pun mengungkapkan hasil enam indikator potensi TPS rawan yang paling banyak terjadi.

Pertama, 912 TPS yang terdapat pemilih disabilitas yang terdaftar di DPT.

Kedua, 666 TPS yang terdapat pemilih pindahan.

Ketiga, 656 TPS yang terdapat kendala jaringan internet di lokasi TPS.

Keempat, 559 TPS yang terdapat pemilih DPT yang sudah Tidak Memenuhi Syarat seperti meninggal dunia, alih status menjadi TNI/Polri.

Kelima, 341 TPS yang terdapat kendala aliran listrik di lokasi TPS, dan keenam 247 TPS yang terdapat potensi pemilih Memenuhi Syarat namun tidak terdaftar di DPT atau Potensi DPK.

Lalu, lima indikator potensi TPS Rawan yang banyak terjadi, pertama 196 TPS yang terdapat penyelenggara pemilihan yang merupakan pemilih di luar domisili TPS tempatnya bertugas.

Kedua, 140 TPS yang didirikan di wilayah rawan bencana, contoh banjir, tanah longsor, gempa, dan lain-lain.

Ketiga, 135 TPS sulit dijangkau karena kondisi geografis dan cuaca.

Keempat, 60 TPS di dekat wilayah kerja seperti pertambangan atau pabrik.

Kelima, 45 TPS dekat lembaga pendidikan yang siswanya berpotensi memiliki hak pilih.

Kemudian, ada 13 indikator potensi TPS Rawan yang tidak banyak terjadi, namun tetap perlu diantisipasi.

Pertama, 29 TPS yang berada di dekat rumah pasangan calon dan/atau posko tim kampanye pasangan calon.

Kedua, 27 TPS yang memiliki riwayat terjadi intimidasi kepada penyelenggara pemilihan.

Ketiga, 23 TPS yang memiliki riwayat logistik pemungutan dan penghitungan suara mengalami kerusakan di TPS pada saat pemilu.

Keempatn, ada 23 TPS yang memiliki riwayat kekurangan atau kelebihan dan bahkan tidak tersedia logistik pemungutan dan penghitungan suara pada saat pemilu.

Kelima, 23 TPS yang terdapat riwayat Pemungutan Suara Ulang (PSU) dan/atau Penghitungan Surat Suara Ulang (PSSU).

Keenam, 20 TPS yang terdapat riwayat praktik pemberian uang atau materi lainnya yang tidak sesuai ketentuan pada masa kampanye di sekitar lokasi TPS.

Ketujuh, 20 TPS di Lokasi Khusus, dan kedelapan 16 TPS yang memiliki riwayat keterlambatan pendistribusian logistik pemungutan dan penghitungan suara di TPS (maksimal H-1) pada saat pemilu.

Ke-9, ada 15 TPS yang didirikan di wilayah rawan konflik.

Lalu, ke-10 terdapat 13 TPS yang memiliki riwayat terjadi kekerasan di TPS.

Ke-11, ada tujuh TPS yang terdapat Petugas KPPS berkampanye untuk pasangan calon.

Kemudian 12 ada enam TPS yang terdapat ASN, TNI/Polri, Kepala Desa dan/atau Perangkat Desa melakukan tindakan/kegiatan yang menguntungkan atau merugikan pasangan calon;

Terakhir, dua TPS yang terdapat riwayat praktik menghina/menghasut diantara pemilih terkait isu agama, suku, ras, dan golongan di sekitar lokasi TPS.

"Strategi pencegahan dan pengawasan terhadap pemetaan TPS rawan ini menjadi bahan bagi Bawaslu, KPU, pasangan calon, pemerintah, aparat penegak hukum, pemantau pemilihan, media dan seluruh masyarakat di seluruh wilayah Kalteng untuk memitigasi agar pemungutan suara lancar tanpa gangguan yang menghambat pemilihan yang demokratis," ungkap Siti Wahidah.

Terhadap data TPS rawan ini, pihaknya akan terus melakukan strategi pencegahan.

"Di antaranya melakukan patroli pengawasan di wilayah TPS rawan. Kita juga berkoordinasi dan melakukan konsolidasi kepada pemangku kepentingan terkait," jelasnya.

Selain itu, pihaknya terus meningkatkan sosialisasi dan pendidikan politik kepada masyarakat serta berkolaborasi dengan pemantau pemilihan, pegiat kepemiluan, organisasi masyarakat dan pengawas partisipatif.

"Kita juga menyediakan posko pengaduan masyarakat di setiap level yang bisa diakses masyarakat, baik secara offline maupun online," ungkapnya.

Siti Wahidah juga mengungkapkan, Bawaslu Kalteng bersama seluruh jajaran kabupaten/kota, Panwas kecamatan, Pengawas Kelurahan/Desa (PKD) sampai Pengawas TPS melakukan pengawasan langsung.

"Hal itu untuk memastikan ketersediaan logistik Pemilihan di TPS, pelaksanaan pemungutan dan penghitungan suara sesuai ketentuan, serta akurasi data pemilih dan penggunaan hak pilih," katanya.

Pihaknya juga merekomendasikan KPU untuk menyampaikan hal-hal tersebut kepada jajaran.

"Di antaranya, melakukan antisipasi kerawanan sebagaimana yang telah disebutkan di atas," harapnya.

Lalu, pihaknya juga meminta untuk berkoordinasi dengan seluruh stakeholder, baik pemerintah daerah, aparat penegak hukum, tokoh masyarakat, dan stakeholder lainnya untuk melakukan pencegahan terhadap kerawanan yang berpotensi terjadi di TPS, baik gangguan keamanan, netralitas, kampanye pada hari pemungutan suara, potensi bencana, keterlambatan distribusi logistik, maupun gangguan listrik dan jaringan internet.

"Kita juga minta untuk memastikan pelaksanaan proses distribusi logistik sampai ke TPS pada H-1 secara tepat jumlah, sasaran, kualitas, waktu melakukan layanan pemungutan dan penghitungan suara sesuai ketentuan dan memprioritaskan kelompok rentan, serta mencatat data pemilih dan penggunaan hak pilih secara akurat," pungkasnya. (*)

Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved