Kalteng Memilih

Jelang Pencoblosan, Bawaslu Kalteng Sebut Pemberi dan Penerima Serangan 'Fajar' Bisa Dipidana

Bawaslu Kalteng mengingatkan, masyarakat agar tidak terlibat dalam praktik serangan fajar atau politik uang menjelang Pilkada 2024. 

Penulis: Herman Antoni Saputra | Editor: Haryanto
ISTIMEWA/TRIBUNKALTARA/COM
Ilustrasi waspada terjadinya politik uang. 

TRIBUNKALTENG.COM, PALANGKA RAYA - Badan Pengawas Pemilu Kalimantan Tengah atau Bawaslu Kalteng mengingatkan, masyarakat agar tidak terlibat dalam praktik serangan fajar atau politik uang menjelang Pilkada 2024. 

Sebab, pemberi dan penerimanya bisa dikenakan sanksi pidana. 

Mengutip dari Pasal 515 dan pasal 523 ayat 1-3 UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu dan Pasal 187 A ayat 1 dan 2 UU Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada, bahwa bentuk serangan fajar tidak terbatas pada uang.

Namun, juga bentuk lain seperti paket sembako, voucher pulsa, voucher bensin atau bentuk fasilitas lainnya yang dapat dikonversi dengan nilai uang, di luar ketentuan bahan kampanye. 

Sebagaimana yang diatur dalam Pasal 30 ayat 2 dan Peraturan KPU  Nomor 8 Tahun 2018. 

Baca juga: Pengamat UPR soal Euforia Pilkada di Kalteng, Hoaks hingga Politik Uang

Aturan mengenai bahan kampanye yang diperbolehkan oleh KPU dan bukan termasuk dalam serangan fajar dijelaskan rinci. 

Yaitu, bahan kampanye dalam bentuk selebaran/flyer, brosur, pamflet, poster, stiker, pakaian, penutup kepala, alat minum/makan, kalender, kartu nama, pin atau alat tulis. 

Dalam hal ini, masyarakat juga harus memahami bahwa tindakan serangan fajar atau politik uang bisa dikenakan sanksi. 

Mulai dari sanksi pidana penjara hingga denda puluhan juta rupiah sesuai Pasal 515 dan Pasal 523 Ayat (3) UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu.

Menurut Koordinator Divisi Pencegahan, Partisipasi Masyarakat dan Humas Bawaslu Kalteng Siti Wahidah, siapa saja yang memberi dan menerima serangan fajar sanksinya adalah dipidana. 

"Berdasarkan data KPK tahun 2019, sebanyak 72 persen pemilih menyatakan pernah menerima money politik karena faktor ekonomi, tekanan, hingga lemahnya pencegahan hukum," katanya, Minggu (27/10/2024). 

Siti menyebut selama ini sanksi Pidana terbilang lemah.

"Ini (sanksi pidana) yang menjadi alasan mengapa politik uang itu masih kuat saat penyelenggaraan pemilu atau pilkada yang menjadi momen penting bagi bangsa Indonesia untuk memilih gubernur, bupati, dan wali kota," imbuhnya. 

Dirinya menegaskan, praktik serangan fajar adalah ancaman serius yang dapat menghancurkan integritas demokrasi di Indonesia. 

Oleh karena itu, ia mengajak semua pihak untuk mencegah.

"Mari kita katakan dengan tegas kepada seluruh paslon bahwa masyarakat tidak butuh pemimpin yang menyogok rakyatnya dengan uang dan janji-janji untuk memilih," ujarnya. 

"Jika suara kita sudah dibeli alias dikonversi dengan uang, maka kita sudah memberikan peluang pada calon untuk menjadi pemimpin yang korup saat dia berkuasa," tandasnya.

Sumber: Tribun Kalteng
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved