Lipsus Cetak Sawah Dadahup Kalteng
Kisah Mahasiswa Magang Terjun Garap Lahan Program Cetak Sawah di Eks PLG Dadahup Kapuas Kalteng
Proyek cetak sawah di Desa Bentuk Jaya, Kecamatan Dadahup, Kabupaten Kapuas, Kalimantan Tengah dimulai mlibatkan ratusan mahasiswa magang
Penulis: Ahmad Supriandi | Editor: Sri Mariati
TRIBUNKALTENG.COM, KAPUAS - Proyek cetak sawah di Desa Bentuk Jaya, Kecamatan Dadahup, Kabupaten Kapuas, Kalimantan Tengah dimulai. Proyek ini menggunakan lahan yang sama dengan eks Proyek Lahan Gambut (PLG) pada 1995 silam.
Dalam proyek cetak sawah ini, pemerintah melibatkan pemuda dan 375 mahasiswa magang yang diberi insentif untuk menggarap lahan tersebut.
Selasa (27/9/2024), di lahan A5 eks PLG, waktu menunjukan sekira pukul 08.30 WITA, di tengah hamparan sawah mirip rawa itu, para alumni Politeknik Pengembangan Pertanian (Polbangtan) dari berbagai daerah sedang menggarap lahan yang menjadi langganan banjir itu.
Di bawah terik matahari, mereka nampak kesusahan mendorong mesin pembajak sawah. Sesekali, mereka harus menstabilkan alat modern pengganti sapi itu karena satu roda terangkat dan sisi lainnya tenggelam ke dalam lumpur.
Menggarap lahan di lokasi eks PLG ini memang bukan perkara mudah, bahkan mungkin bagi petani berpengalaman sekali pun.
Sinar matahari semakin menyengat, membuat keringat bercampur lumpur membasahi tubuh Hilman (22), Alumni dari Polbangtan Malang. Ia mengakui, menggarap lahan eks PLG yang akan di tanami padi Siam Madu itu sulit.
Pasalnya, kata Hilman, lahan gambut di Desa Bentuk Jaya lebih dalam dari lahan-lahan di daerah asalnya di Pulau Jawa.
"Kalau di Pulau Jawa mungkin segini," ucap Hilman, sambil menunjuk lututnya.
Sedangkan di lahan yang sedang digarapnya kedalaman lahan gambut bisa mencapai satu meter, "Kalau di sini kedalamannya bisa sampai segini," kata dia lagi sambil menunjuk pinggangnya.
Karena lahan gambut lebih dalam, mahasiswa yang sedang menjalani program magang kampus merdeka mesti memodifikasi alat pembajak sawah. Agar tak tenggelam ke dalam lumpur, pada roda pembajak sawah dipasangi drum yang diikat dengan rantai di berbagai sisi.
Eka Siptian Anggara (21), mahasiswa dari Akademi Komunitas Negeri Rejang Lebong, Bengkulu, menjelaskan dengan dipasangi drum, alat pembajak sawah bisa digunakan tanpa khawatir tenggelam.
Meski begitu, mahasiswa magang masih terlihat kesulitan menggunakan alat pembajak sawah yang sudah di modifikasi itu.
Eka merupakan satu dari 375 mahasiswa magang yang ikut menggarap lahan di Desa Bentuk Jaya, ia mengaku kaget ketika pertama kali datang ke desa itu.
"Di sini, perlakuannya banyak betul, gak bisa sembarangan, kalau di kampungku tinggal tanam bisa tumbuh," ujarnya.
Bukan hanya Eka, mahasiswa magang yang kebingungan bagaimana cara menggarap sawah di Dadahup, Ni Wayan Mita Prameswari (20), mahasiswi dari Universitas Udayana Bali, juga merasakan hal yang sama.

Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.