Berita Palangkaraya
Bagaimana Kesehatan Mental Remaja Pengaruhi Perilaku? Ini Kata Akademisi Psikologi IAKN Palangkaraya
Kasus pembunuhan seorang ustadzah di Palangkaraya oleh santrinya menggegerkan merupakan anak di bawah umur, bagaimana pandangan psikologi
Penulis: Ahmad Supriandi | Editor: Sri Mariati
TRIBUNKALTENG.COM, PALANGKARAYA - Masa remaja disebut-sebut sebagai masa yang berapi-api. Dikatakan begitu karena tak jarang remaja melakukan perbuatan nekat yang tidak mempertimbangkan dampak buruk pada dirinya atau orang lain.
Remaja juga masih memiliki perasaan yang sensitif jika memendam rasa sakit hati, dan tak ada wadah untuk bercerita atau meluapkan perasaannya bisa berpengaruh pada kesehatan mental hingga jadi pemicu tindakan nekat yang di luar nalar orang dewasa.
Baru-baru ini warga Palangkaraya dibuat prihatin dan geleng-geleng kepala, karena berita seorang santri nekat menusuk ustadzahnya di Pondok Pesantren yang berada di Jalan Danau Rengas, Palangkaraya, Selasa (14/5/2024).
Santri itu punya dendam lama karena pernah dijemur ustadzahnya sebagai hukuman karena melakukan pelanggaran pada 2023 lalu.
Diberitakan sebelumnya, santri berinisial FA (13) secara brutal menusuk korban yang notabenenya adalah gurunya sendiri.
Tak hanya satu kali, ia menusuk hingga sembilan kali yang menyebabkan ustadzah berinisial STN (35) itu tewas karena pendarahan hebat.
Kejadian tersebut membuat kesehatan mental pelaku yang masih remaja itu dipertanyakan. Karena baik hukuman maupun pelanggaran yang dilakukan masih dinilai hal yang wajar untuk seorang remaja 13 tahun.
Menurut Akademisi Psikologi di Institut Agama Kristen Negeri atau IAKN Palangkaraya, Jeffry S Supardi permasalahan kesehatan mental, kemudian bisa mempengaruhi tindakan yang diambil oleh remaja.
"Sebagai orang dewasa kita perlu mendengarkan keluh kesah anak," kata Jeffry.
Meski kesehatan mental berpengaruh pada kenakalan remaja tapi hal itu tak melulu menjadi pemicu tindakan nekat seperti membunuh misalnya.
Selain faktor internal dalam diri anak remaja ada juga faktor eksternal seperti teman, lingkungan, dan game yang mengandung kekerasan juga dapat mempengaruhi tindakan nekat yang dilakukan oleh seorang remaja.
"Perasaan sakit hati yang dipendam itu bisa berpengaruh pada kesehatan mental, tapi kalau untuk tindakan nekat itu bergantung pada orangnya dan lingkungannya. Apakah dia bercerita dengan teman-temannya, lalu jika lingkungannya membenarkan apa yang dilakukan, dia akan berani melakukannya," jelas Jeffry.
Jeffry menjelaskan, seorang remaja perlu peran orang tua untuk memahami perasaannya atau setidaknya bisa mengontrol bagaimana lingkungan pertemanannya.
"Idealnya memang orang tua bisa berdiskusi dengan anaknya tentang permasalahan yang dialaminya," lanjutnya.
Apalagi saat ini zaman telah berubah dan tidak semua orang tua bisa mengikuti perkembangan zaman dan bisa menyesuaikan dengan proses yang dialami anaknya.
"Tidak semua anak suka dengan intervensi orang tua, setidaknya orang tua perlu mengetahui bagaimana lingkungan anaknya," ungkap Jeffry.
Peran orang tua dalam mengontrol lingkungan dan menjadi wadah anak menceritakan sesuatu yang dialaminya sangat krusial.
Karena akumulasi rasa sakit hati yang tidak bisa dilampiaskan berpotensi membuat seorang remaja bertindak nekat bahkan menghilangkan nyawa orang lain.
Seperti rasa dendam FA pada ustadzahnya membuatnya kesulitan mengontrol diri hingga melakukan hal yang keji meski bagi orang dewasa apa yang menjadi pemicunya yakni hukuman dijemur sejauh ini dinilai hal yang wajar.
Kapolresta Palangkaraya Kombes Pol Budi Santosa membeberkan setelah melakukan penusukan FA menyesal dan menangis di dekat ustadzahnya yang berlumuran darah.
"Pelaku mengaku menyesal, saat ditemukan oleh pengurus pondok pesantren ia menangis di dekat korban," jelas Budi.
Budi mengatakan sejauh ini tidak ada-ada tanda kesehatan mental FA terganggu selama pemeriksaan.
Saat ini FA tak ditahan karena masih dibawah umur, namun dirinya dikenakan wajib lapor dan menerima pendampingan dari Dinsos Palangkaraya dan psikolog dari Ditkrimum Polda Kalteng.
Pendamping rehabilitasi masyarakat dari Dinsos Palangkaraya, Ayub Daud sebelumnya mengatakan belum bisa menyimpulkan soal kesehatan mental FA.
Baca juga: Pengurus Ungkap Belum Pernah Terjadi Kekerasan di Ponpes Palangkaraya Sebelum Santri Habisi Ustadzah
Baca juga: Penyidik Polresta Palangkaraya Periksa Kejiwaan Santri Pembunuh Ustadzah di Pondok Pesantren
Saat ini ia dan tim psikolog masih melakukan pendampingan dan observasi mendalam pada kesehatan mental FA.
"Belum bisa memberikan kesimpulan soal itu, masih dilakukan pendampingan dan observasi secara mendalam," ujar Ayub.
Apa yang dilakukan FA juga bisa dilakukan oleh remaja lain jika perasaannya tak diperhatikan oleh orang dewasa karena mental yang belum stabil sehingga masih perlu diarahkan oleh orang dewasa.
Meski tak semua menghilangkan nyawa, Ayub mengatakan beberapa kali mendampingi remaja yang melakukan perbuatan melanggara hukum.
"Kalau di Palangkaraya tahun ini sudah ada kenakalan remaja seperti mencuri, kekerasan dan lain-lain yang mendapat pendampingan," tukas Ayub. (*)
| Limbah Sawit di Kalteng Berpotensi Jadi Energi Setara Batubara, UPR Bekali Siswa SMK |
|
|---|
| Palangka Raya Resmi Jadi Tuan Rumah Kongres GMNI XXIII Tahun 2028, Ada Historisnya |
|
|---|
| Tak Ada Anggaran Tambahan, Pemprov Targetkan RTH Eks KONI Kalteng Selesai Paling Lambat Desember |
|
|---|
| Panen Jagung di Pekarangan Polresta Palangka Raya, Achmad Zaini: Bukti Bisa Bertani di Tengah Kota |
|
|---|
| Simpan 24 Paket Sabu, Napi Rutan Kelas IIA Ditangkap Satresnarkoba Polresta Palangka Raya |
|
|---|
:quality(30):format(webp):focal(0.5x0.5:0.5x0.5)/kalteng/foto/bank/originals/prsikologgg.jpg)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.