Dugaan Malapraktik di RS Doris Sylvanus

NEWS VIDEO, Bayi 16 Hari Meninggal Diduga Korban Malapraktik, RS Doris Sylvanus Palangkaraya Didemo

Suasana rumah sakit atau RS Doris Sylvanus Palangkaraya Senin (25/3/2024) geger.

|
Penulis: Pangkan B | Editor: Fathurahman

TRIBUNKALTENG.COM, PALANGKARAYA - Suasana rumah sakit atau RS Doris Sylvanus Palangkaraya Senin (25/3/2024) geger.

Ini terkait meninggalnya seorang bayi berusia 16 hari yang sempat di rawat di RS Doris Sylvanus Palangkaraya.

Orang tua Abraham Benjamin korban dugaan malapraktik, yang menyebabkan seorang bayi berusia 16 hari meninggal dunia geruduk RS Doris Sylvanus Palangkaraya, Kalimantan Tengah, pada Senin (25/3/2024).

Penasehat Hukum, Roy Sidabutar mengatakan dirinya mendapatkan kabar bahwa pihak keluarga korban dugaan malapraktik, Abraham Benjamin akan melakukan aksi demo.

“Kita sempat ditahan untuk mengurungkan niat melakukan aksi demo, karena pihak kepolisian akan berkoordinasi dengan pihak rumah sakit,” terangnya.

Roy meminta pihak kepolisian agar segera melakukan koordinasi agar permasalahan tidak berlarut-larut.

“Permasalahan ini tidak akan redam sebelum adanya penjelasan yang logis dari pihak rumah sakit. Kalau memang ada yang salah, lebih mengakui dan jangan ditutup-tutupi,” ujarnya.

Kali ketiga kami datang ke RSUD Doris Sylvanus karena orang tua korban Abraham Benjamin, yakni Afner Juliwarno dan Meiske Angglelina tidak mendapatkan penjelasan secara media penyebab anaknya meninggal dunia.

Bahkan hingga saat ini, pihak rumah sakit malah memberikan penjelasan terhadap awak media bahwa operasi sudah sesuai standar operasional prosedur (SOP).

“Ayah korban, sudah datang menemui Dokter Anto secara baik-baik dan tidak ribut-ribut untuk minta penjelasan pada 18 Januari 2024, namun tidak mendapatkan penjelasan,” jelasnya.

Ia menambahkan pada 20 Maret 2024 lalu, pihak rumah sakit malah membuat konferensi pers bersama awak media.

“Saya mencoba menenangkan ayah korban dan telah berkomunikasi dengan humas rumah sakit, untuk memberikan penjelasan pada saya selaku penasehat hukum,” terang Roy.

Lalu dirinya pun kembali datang pada 22 Maret 2024, bertemu dengan Pak Hairil dan Ibu Maya, tapi tetap tidak ada penjelasan.

“Yang menjadi pertanyaan, apa yang ditutupi oleh pihak rumah sakit, sementara orang tua korban hanya menerima rekam medik pasca operasi saja. Tetapi penjelasan mengapa operasi dilakukan hingga pemotongan usus tidak ada sama sekali,” terang Roy.

Dirinya menjelaskan, jika memang harus diambil tindakan operasi, maka pihak keluarga harus mendapatkan penjelasan, serta hasil baik dan resiko medis.

Halaman
12
Sumber: Tribun Kalteng
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved