Berita Paalngkaraya

200 Laporan Kasus Kekerasan Pada Perempuan dan Anak di Kalteng, Sosiolog UPR Beri Tanggapan

Yuliana Dosen Sosiologi Universitas Palangkaraya bahkan, mengatakan ada kemungkinan masih ada korban kasus kekerasan yang tidak berani melapor.

Penulis: Ahmad Supriandi | Editor: Fathurahman
SHUTTERSTOCK
ILUSTRASI - Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana Provinsi Kalimantan Tengah atau DP3APPKB Kalteng tahun 2023 mencatat ada laporan masuk hingga 200 kasus kekerasan pada Perempuan dan Anak di Kalteng. 

TRIBUNKALTENG.COM, PALANGKARAYA -  Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana Provinsi Kalimantan Tengah atau DP3APPKB Kalteng tahun 2023 mencatat ada laporan masuk hingga 200 kasus kekerasan pada Perempuan dan Anak di Kalteng.

Yuliana Dosen Sosiologi Universitas Palangkaraya bahkan, mengatakan ada kemungkinan masih ada korban yang tidak berani melapor terkait kasus kekerasan pada Perempuan dan Anak di Kalteng.

"Sementara kesulitannya jika korban tidak berani melapor, kemungkinan bisa saja 200 kasus kekerasan pada Perempuan dan Anak di Kalteng akan bertambah lagi jika semua korban berani melapor," ujarnya kepada TribunKalteng.com melalui pesan whatsapp, Jumat (24/11/2023). 

Bebeberapa studi menunjukan bahwa kondisi ketidakberanian korban melapor bisa disebabkan oleh beberapa faktor satu di antaranya ada sanksi sosial di masyarakat yang tidak berperspektif korban atau masih ada budaya yang tidak mendukung korban.

Baca juga: Bentrok di Desa Bangkal, Polda Kalteng Amankan Flash Disk Video Penyerangan ke Petugas Keamanan

Baca juga: Polda Kalteng Amankan Barang Bukti Senpi dan Magazine Peluru Hampa Hingga Peluru Tajam

Baca juga: Wisata Kuliner Kalteng, Pelabuhan Rambang Palangkaraya Tempat Santai Habiskan Waktu Sore

"Seperti bullying baik langsung atau melalui sosial media, korban dituduh kondisi kekerasan terjadi karena penampilan yang dianggap menggoda, atau cara berbicara yang dinilai tidak sopan santun, dan sebagainya," terang Yuliana. 

"Misalnya jika pelaku adalah keluarga dekat korban maka ada juga faktor budaya takut atau ancaman, malah korban yang telah melapor diminta mencabut laporan oleh keluarga terdekat," tambahnya. 

Yuliana menjelaskan jika dukungan tidak diperoleh korban dari keluarga terdekat akan membuat korban tidak ingin melapor.

"Jadi perlu support sistem dari orang terdekat, masyarakat, dan negara yang melindungi dan menjamin keselamatan korban," ucap Yuliana. 

Rensi, Kepala Seksi Tindak Lanjut DP3APPKB Provinsi Kalimantan Tengah menyampaikan cara melapor apabila terjadi tindak kekerasan pada perempuan dan anak. 

"Bisa melakukan pengaduan secara langsung ke kantor UPT PPA atau melakukan pengaduan via WA hotline kami," jelas Rensi. 

Rensi mengatakan apabila korban tidak melaporkan maka akan sulit memberikan bantuan. 

"Dengan melapor maka akan bisa segera mendapat pertolongan sesuai dengan yg dibutuhkan untuk menghindari dan memininalisir dampak yang lebih berat," ujarnya. 

Jika korban tidak bisa datang ke kantor melapor melalui hotline atau website maka akan ada petugas yang mendatangi korban. 

Rensi mengingatkan agar korban tidak takut karena akan diberikan perlindungan 

"Jika korban terancam, rentan intimidasi atau keselamatannya terancam, sesuai dengan hasil assesment dan identifikasi kebutuhan layanan bagi korban," pungkasnya.(*)
 

Sumber: Tribun Kalteng
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved