Aksi Gubernur Papua Lukas Enembe di Sidang: Nyeker, Ngamuk dan Tuding Dakwaan Keliru

Pada sidang ini, Lukas Enembe juga tampil seadanya yakni nyeker alias tidak mengenakan alas kaki

Editor: Dwi Sudarlan
Tribunnews/Irwan Rismawan
Gubernur Papua Lukas Enembe menjadi terdakwa kasus dugaan korupsi di PN Tipikor Jakarta Pusat, Senin (19/6/2023). 

TRIBUNKALTENG.COM, JAKARTA - Gubernur Papua yang menjadi terdakwa kasus dugaan korupsi dan gratifikasi, Lukas Enembe mengamuk di ruang sidang Pengadilan Tipikor (Tindak Pidana Korupsi), Jakarta Pusat, Senin (19/6/2023).

Pada sidang ini, Lukas Enembe juga tampil seadanya yakni nyeker alias tidak mengenakan alas kaki.

Emosi Lukas Enembe meledak saat Jaksa Penuntut Umum (JPU) membaca surat dakwaan.

Dia langsung berteriak sembari menggerakkan tangan dan menuding dakwaan jaksa tidak benar.

Baca juga: Rusuh Pendukung Gubernur Papua Ditangkap, Warga Kena Peluru Nyasar, Lukas Enembe Diterbangkan

Melihat itu, Ketua Majelis Hakim Rianto Adam Pontoh langsung mengingatkan kepada Lukas Enembe agar menjaga perilakunya karena permohonannya agar sidang digelar offline sudah dipenuhi.

"Kami majelis hakim dengan itikad baik mengabulkan permohonan saudara, jadi tolong dijaga," kata hakim.

Hakim pun mengancam bila Lukas Enembe tetap bersikap tidak kooperatif dan mengganggu jalannya proses persidangan, maka majelis hakim akan mencabut keputusan sidang offline dan mengubahnya menjadi persidangan daring.

"Tapi apabila saudara di dalam persidangan ini menghalangi persidangan, maka kami akan mencabut lagi sidang offline dan akan mengajukan persidangan secara online dengan segala risiko," katanya.

"Kami sudah beritikad baik untuk mengabulkan permohonan saudara. Tapi kalau persidangan gaya seperti ini, kami akan melakukan penetapan untuk sidang secara online lagi," lanjut hakim.

Hakim juga mengingatkan kepada Lukas Enembe bahwa persidangan punya tahapan.

Dia meminta Lukas Enembe mendengarkan dahulu surat dakwaan jaksa dan kemudian dapat menanggapinya setelah pembacaan dakwaan selesai.

"Di sini wadah saudara untuk pembelaan diri. Saudara bisa membela diri di ruang persidangan ini. Itu kesempatan saudara, dengarkan dulu dakwaan yang dibacakan setelah itu saudara punya kesempatan untuk apakah membenarkan dakwaan atau menolak dakwaan punya acaranya untuk mengajukan nota keberatan atas dakwaan yang dibacakan penuntut umum," ungkap hakim.

Pemicu ngamuk 

Momen itu berawal saat Jaksa Wawan Yunarwanto membacakan surat dakwaan terhadap terdakwa Lukas Enembe.

"Menerima hadiah atau janji, yaitu menerima hadiah yang keseluruhannya sebesar Rp45.843.485.350, dengan rincian sebesar Rp 10.413.929...," kata Jaksa Wawan Yunarwanto.

Namun, bacaan Jaksa terhenti saat menyebutkan jumlah total gratifikasi yang diterima terdakwa Lukas Enembe.

Hal itu dikarenakan Gubernur Papua non aktif itu berteriak tak setuju dengan jumlah yang disebutkan Jaksa.

"Woi apa-apaan, dari mana (jumlah disebutkan, tidak benar," teriak Lukas Enembe.

"Tidak benar. Dari mana saya terima itu?" sambung Lukas.

Lukas Enembe ditetapkan sebagai tersangka dugaan suap dan gratifikasi terkait proyek infrastruktur yang bersumber dari APBD pada September 2022.

Awalnya, KPK hanya menemukan bukti aliran suap Rp 1 miliar dari Direktur PT Tabi Bangun Papua, Rijatono Lakka.

Namun, dalam persidangan Rijatono Lakka yang digelar di Pengadilan Tipikor Jakarta, terungkap jumlah suap yang diberikan kepada Lukas Enembe mencapai Rp 35.429.555.850 atau Rp 35,4 miliar

Selain itu, KPK menjerat Lukas Enembe sebagai tersangka dugaan Tindak Pidana Pencucian uang (TPPU).

Sejauh ini, KPK telah menyita sejumlah aset terkait perkara Lukas Enembe dalam berbagai bentuk dengan nilai total lebih dari Rp 200 miliar.

Pada April, KPK menyita aset Lukas maupun pihak yang diduga terkait dengan kasusnya dengan nilai Rp 60,3 miliar.

Aset tersebut berupa sejumlah bidang lahan, rumah hingga apartemen yang tersebar di Jayapura, Papua; Bogor, Jawa Barat; hingga DKI Jakarta.

Gubernur Papua nonaktif Lukas Enembe didakwa menerima suap senilai total Rp 45,8 miliar.

Hal ini terkait Lukas Enembe yang terlibat dalam kasus dugaan suap dan gratifikasi proyek infrastruktur di Papua.

Jaksa mengatakan, tindak pidana suap dilakukan Lukas Enembe pada rentang waktu 2017-2021 bersama-sama dengan Kepala Dinas Pekerjaan Umum Papua 2013-2017 Mikael Kambuaya dan Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) 2018-2021 Gerius One Yoman.

"Melakukan atau turut serta melakukan beberapa perbuatan yang harus dipandang sebagai perbuatan yang berdiri sendiri sehingga merupakan beberapa kejahatan menerima hadiah atau janji yaitu menerima hadiah yang keseluruhannya Rp 45.843.485.350,00," kata Jaksa Penuntut Umum. 

Secara rinci, jaksa menjelaskan, dari jumlah keseluruhan itu sebesar Rp 10.413.929.500 dari Piton Enumbi selaku Direktur sekaligus pemilik PT Melonesia Mulia PT Lingge-lingge, PT Astrad Jaya serta PT Melonesia Cahaya Timur.

Kemudian, Rp 35.429.555.850 dari Rijatono Lakka selaku Direktur PT Tabi Anugerah Pharmindo, Direktur PT Tabi Bangun Papua sekaligus pemilik manfaat CV Walibhu.

"Padahal diketahui atau patut diduga bahwa hadiah atau janji tersebut diberikan untuk menggerakkan agar melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam jabatannya," ucap jaksa.

Selain dijerat suap, Lukas Enembe Juga didakwa menerima gratifikasi senilai total Rp 1 miliar.

"Bahwa sebagai Gubernur Provinsi Papua Periode Tahun 2013-2018, pada tanggal 12 April 2013 bertempat di Bank BOA KCU Jayapura Jalan Sam Ratulangi Dok II Kota Jayapura Provinsi Papua, Terdakwa telah menerima uang sebesar Rp1 miliar dari Budy Sultan selaku Direktur PT Indo Papua melalui Imelda Sun yang dikirim ke rekening Terdakwa pada Bank BCA nomor rekening 8140099938," ucap jaksa.

JPU kemudian mengungkapkan, Lukas tidak melaporkan penerimaan gratifikasi berupa uang itu kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), dalam tenggang waktu 30 hari sebagaimana ditentukan Undang-Undang.

Lebih lanjut, jaksa mengungkapkan suap dan gratifikasi tersebut diberikan agar Lukas Enembe bersama dengan Mikael dan Gerius mengupayakan perusahaan-perusahaan yang digunakan Piton dan Rijatono dimenangkan dalam proyek pengadaan barang dan jasa di lingkungan Pemerintah Provinsi Papua Tahun Anggaran 2013-2022.

Oleh karena perbuatannya itu, Lukas Enembe didakwa melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 11 jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP jo Pasal 65 ayat (1) KUHP dan Pasal 12 huruf B Undang-undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor).

Sebagai informasi, Lukas Enembe sebenarnya juga dijerat Pasal Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU). 

Namun, penyidikan TPPU tersebut belum rampung dilakukan. (*)

 

 

( Tribunnews.com

Sumber: Tribunnews
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved