Hari Sumpah Pemuda
Kisah di Balik Lahirnya Sumpah Pemuda, Patungan Beli Kopi sampai Cerita Cinta
Para pelajar menyewa gedung itu dengan tarif 12,5 gulden per orang setiap bulan, atau setara 40 liter beras waktu itu.
Ia mengenal musik sejak usia 11 tahun. Pada 1938, ia pernah dibui Belanda. Usai dibebaskan, Soepratman sakit-sakitan.
Dalam kondisi kian hari kian parah, ia ditemani Kasan Sengari, iparnya, dan Imam Supardi, Pemimpin Redaksi Penyebar Semangat.
Kepada Imam, Soepratman curhat bahwa hidupnya tidak bahagia karena percintaan.
Soepratman memang tidak menikah. Tapi Imam tidak menanyakan lebih lanjut, khawatir karibnya makin sedih.
Dalam catatan Kusbini, karib sesama komponis, Soepratman kerap datang ke warung Asih di Kapasari atau warung Djurasim di Bubutan, Surabaya, untuk menghibur diri membunuh sepi.
Namun di warung itu pun ia cuma melamun ditemani kue dan secangkir kopi.
W.R. Soeprratman menutup rahasia hidupnya dalam Taman Asmara, tulis Kusbini suatu kali.
Taman Asmara adalah istilah Kusbini untuk patah hati sahabatnya.
Sayang hingga akhir hayatnya, Soepratman meninggal tengah malam 17 Agustus 1938, persoalan cinta itu tetap jadi teka-teki hingga sekarang.
Muhammad Yamin Sodorkan Kertas
Saat itu, Mr. Sunario, sebagai utusan kepanduan tengah berpidato di sesi terakhir kongres.
Sebagai sekretaris, Yamin yang duduk di sebelah kiri ketua menyodorkan secarik kertas pada Soegondo sembari berbisik, "Ik heb een eleganter formulering voor de resolutie" (Saya mempunyai suatu formulasi yang lebih elegan untuk keputusan Kongres ini).
Soegondo lalu membaca usulan resolusi itu, memandang Yamin. Yamin tersenyum. Spontan Soegondo membubuhkan paraf setuju.
Soegondo lalu meneruskan kertas ke Amir Sjarifudin. Dengan muka bertanya-tanya, Amir menatap Soegondo. Soegondo membalas dengan anggukan. Amir pun memberi paraf setuju. Begitu seterusnya sampai seluruh utusan organisasi pemuda menyatakan setuju.
Sumpah itu berbunyi:
Pertama: Kami poetera dan poeteri Indonesia, mengakoe bertoempah darah jang satoe, tanah Indonesia.
Kedoea: Kami poetera dan poeteri Indonesia, mengakoe berbangsa jang satoe, bangsa Indonesia.
Ketiga: Kami poetera dan poeteri Indonesia, mendjoendjoeng bahasa persatoean, bahasa Indonesia.
Sumpah itu awalnya dibacakan oleh Soegondo dan kemudian dijelaskan panjang lebar oleh Yamin. Setelah disahkan, ikrar pemuda itu jadi tonggak bersatunya bangsa Indonesia.