Hari Sumpah Pemuda

Kisah di Balik Lahirnya Sumpah Pemuda, Patungan Beli Kopi sampai Cerita Cinta

Para pelajar menyewa gedung itu dengan tarif 12,5 gulden per orang setiap bulan, atau setara 40 liter beras waktu itu.

Editor: Mustain Khaitami
GRID.ID
Naskah Sumpah Pemuda. 

Obrolan pun berubah, ke hal-hal yang ringan.

Jika ada ujian, tentu diskusi dan perdebatan terhenti dulu.

Semua masuk kamar dan belajar. Nah, untuk mendinginkan pikiran, selepas tengah malam mulai terdengar bunyi-bunyian.

Amir Sjarifudin mulai menggesek biolanya, memainkan gubahan Schubert atau sonata yang sentimentil.

Begitu juga Abu Hanifah mengambil biola, memainkan lagu yang sama. Suara biola bersahut-sahutan.

Tentu tak semua bisa begitu. Muhammad Yamin yang sedang diburu-buru Balai Pustaka untuk menterjemahkan Rabindranat Tagore merasa terganggu.

Ia pun berteriak meminta Amir dan Abu diam. Eh, bukannya diam, Amir dan Abu malah makin asyik menggesek biola. Yamin semakin berteriak-teriak. Amir dan Abu ketawa terbahak-bahak.

Ganti Rapat dengan Menari

S.K. Trimurti, satu diantara tokoh pergerakan masa itu menulis sebuah cerita unik di buku Bunga Rampai Soempah Pemoeda (Balai Pustaka, 1978).

Menurutnya dalam tulisan itu, ada trik khusus agar rapat organisasi pemuda yang dianggap radikal oleh Belanda tidak dibubarkan paksa polisi.

Suatu ketika, para pemuda hampir ditangkap polisi karena menggelar rapat, tapi akhirnya lolos.

Jadi, ketika polisi hendak menggrebek, para peserta rapat berganti sikap. Rapat yang serius berganti jadi acara tari-menari dansa-dansi.

Musiknya, cukup pakai mulut saja menirukan suara gamelan.

Kisah Cinta W.R. Soepratman

Soepratman dikenal sebagai wartawan yang suka bermain musik dan kongko-kongko dengan para pemuda di markas Perhimpunan Pemuda Pelajar Indonesia di Kramat Raya 106.

Halaman
1234
Sumber: Grid.ID
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved