Kini Jadi Tersangka, dari Tukang Semir hingga Buruh Galian Pasir Pernah Dijalani JR Saragih
Beberapa lama bekerja memeras keringat dengan menambang pasir, JR Saragih mendapat tawaran bekerja paruh waktu di Pusat Primer Koperasi Mabes TNI AD.
TRIBUNKALTENG.COM - Perjalanan hidup Doktor Jopinus Ramli Saragih (JR Saragih) bagaikan sebuah roman kemanusiaan nan padat. Jalan hidup yang dijalaninya sungguh tidak mudah.
Sebelum ditetapkan menjadi tersangka kasus tanda tangan palsu legalisir ijazah SMU oleh Polda Sumut, Kamis (15/3/2017), tak seorang pun menyangka JR Saragih bisa mencapai puncak karirnya sebagai pengusaha dan Bupati Simalungun.
Seperti yang diketahui JR Saragih menjabat Bupati Simalungun dua periode (28 Oktober 2010-28 Oktober 2015 dan 22 April 2016-28 April 2021).
Baca: Tekan Biaya Listrik, Gunakan Kode Rahasia di Meteran Ini Biar Tak Bikin Kantong Bolong
JR Saragih dilahirkan di Medan, 10 November 1968. Tak sampai berusia setahun, cobaan berat pertama dialaminya. Ayahnya, seorang prajurit TNI, meninggal dunia.
JR Saragih kemudian diasuh oleh neneknya (ibunda ayahnya) di Kecamatan Raya, Kabupaten Simalungun. JR Saragih harus diasuh neneknya, karena faktor kesulitan ekonomi membuat ibunya menikah lagi.
Tetapi cobaan berat kedua datang.
“Kasih sayang seorang nenek hanya saya rasakan sementara. Saat saya duduk di kelas V SD, nenek saya meninggal dunia,” JR Saragih berkisah di Kantor Pusat Partai Demokrat, Wisma Proklamasi 41, Menteng, Jakarta, Kamis petang (24/8/2017) seperti yang dilansir Demokrat.or.id.
Lantas JR Saragih meninggalkan Raya dan diasuh kakek-neneknya yang lain (ayah-ibu dari ibundanya) di Kutabaru, Kecamatan Munthe, Tanah Karo.
Di Munthe, JR Saragih mulai menunjukkan jiwa petarungnya. Sembari bersekolah, ia juga mulai bekerja serabutan.
Ia menjadi tukang semir sepatu, kernetnya kernet (pembantu kondektur bus), hingga montir sepeda motor.
Baca: Dari Balik Penjara Kakek Ini Kendalikan Pengiriman Narkoba ke Indonesia, 5 Kilo Sabu Jadi Bukti
Di Munthe pula ia mulai melihat banyaknya pemuda Karo yang merantau. JR Saragih pun bertekad untuk merantau. Ia ingin memperbaiki kehidupannya. Bagi JR Saragih, jika orang lain bisa maka ia pun harus bisa.
Pada tahun 1984, JR Saragih berhasil menamatkan pendidikan SMP di Kutambaru. Ia pun memutuskan merantau sekaligus melanjutkan pendidikan SMA ke Jakarta.
Di wikipedia dikisahkan, JR Saragih lantas hidup mandiri dengan kos di Jakarta dan melanjutkan pendidikan di SMA-1 Prasasti, Kemayoran, Jakarta Pusat. Untuk mencukupi kebutuhan dan biaya sekolah, JR Saragih bekerja serabutan.
