Guru di Kotim Bertarung Nyawa
Kisah Guru di SDN 1 Batuah Kotim Pilih Lewat Sungai, Jalan Rusak dan Jembatan Ambruk Kendala Utama
Para guru yang bertugas di SDN 1 Batuah terpaksa harus menggunakan jalur sungai ke sekolah, karena jalan rusak dan jembatan ambruk di Kotim
Penulis: Herman Antoni Saputra | Editor: Sri Mariati
TRIBUNKALTENG.COM, SAMPIT – Kondisi akses menuju Desa Batuah, Kecamatan Seranau, Kabupaten Kotawaringin Timur (Kotim), Kalimantan Tengah, kini semakin memprihatinkan.
Para guru yang bertugas di salah satu sekolah di desa tersebut, terpaksa beralih menggunakan jalur air karena jalan darat rusak parah dan beberapa jembatan kayu rusak berat hingga ambruk.
Seorang guru berinisial N, yang telah delapan tahun mengajar di SDN 1 Batuah, mengungkapkan bahwa kondisi jalan sebelumnya masih cukup baik, meski hanya berupa tanah latrit.
Namun sejak musim hujan tiba, jalan menjadi becek dan berlubang akibat dilalui kendaraan roda empat.
“Sebelumnya akses jalan darat masih bagus, tapi karena musim hujan tanahnya becek dan rusak seperti kubangan dengan bekas ban mobil. Jadi sekarang kami lebih sering lewat sungai pakai kelotok,” ujar N saat dihubungi Tribunkalteng.com, Jumat (10/10/2025).
Menurutnya, perjalanan menuju tempat mengajar memakan waktu sekitar satu jam, baik melalui jalur darat maupun jalur sungai.
Namun jalur darat kini sudah jarang digunakan karena kondisinya yang tidak memungkinkan untuk dilewati.
“Kalau lewat jalan darat sekitar satu jam, mutar lewat Sampit–Terantang–Batuah. Lewat sungai juga sama, satu jam, tapi lebih aman. Terakhir kami lewat darat itu, Selasa (7/10/2025) kemarin, disarankan warga lewat jalan kampung bawah karena jembatan utama belum diperbaiki,” jelasnya.
Guru tersebut mengatakan, beberapa kali memang ada perbaikan kecil dilakukan secara swadaya, seperti meratakan jalan menggunakan excavator atau menimbun titik-titik yang becek.
Namun kondisi keseluruhan jalan tetap rusak dan sulit dilalui saat hujan.
“Yang becek-becek itu sebagian sudah ditimbun, tapi masih ada beberapa titik yang licin. Kalau hujan, tetap susah dilewati,” tambahnya.
Untuk biaya transportasi sungai, N menyebut setiap guru menanggung secara mandiri dengan sistem pembayaran bulanan.
“Transportasi sungai itu bayar bulanan dan ditanggung masing-masing guru, bukan dari sekolah. Mohon maaf saya tidak bisa menyebutkan detail biayanya,” ujarnya.
Ia juga meminta agar identitasnya tidak dipublikasikan, karena khawatir ada pihak yang tidak berkenan dengan informasi yang disampaikan.
“Tolong nama saya disamarkan saja, takutnya ada pihak yang tidak terima,” pintanya.
Hal senada disampaikan oleh seorang guru lain berinisial A, yang telah 11 tahun mengajar di Batuah.
Ia mengungkapkan, kondisi jalan dan jembatan di jalur darat semakin memburuk, sehingga guru-guru kini lebih memilih menyeberang menggunakan kelotok.
“Sebelumnya kami memang pulang pergi lewat jalan darat, tapi sejak musim hujan jalan becek dan jembatan rusak. Sekarang lebih sering lewat sungai. Kadang kalau perahunya rusak baru lewat darat,” katanya.
A menuturkan, dari Terantang menuju Batuah terdapat beberapa jembatan kayu yang harus dilewati.
Selain jembatan yang viral di media sosial baru-baru ini, masih ada dua jembatan lain yang kondisinya juga rusak.
“Dari Terantang ke Batuah banyak jembatan kayu kecil. Selain yang di video, ada dua lagi yang rusak. Selasa kemarin kami sempat lewat darat tapi harus memutar lewat kampung bawah karena jembatan utamanya ambruk,” ucapnya.
Ia menambahkan, kondisi jalan yang rusak parah menyebabkan air menggenang di sejumlah titik ketika musim hujan, membuat kendaraan sulit melintas.
“Kalau sudah hujan, air tergenang dan jalan jadi licin. Jadi lebih aman lewat sungai,” ujar A.
Saat ini, para guru di Desa Batuah umumnya memilih jalur air sebagai satu-satunya akses utama untuk menuju sekolah.
Baca juga: VIRAL Video Guru di Kotim Bertaruh Nyawa Seberangi Jembatan Hampir Ambruk Demi Tugas Mengajar
Baca juga: Luk Chup Thailand Viral Hadir di CFD Palangka Raya, Dijual Rose Kitchen Mulai Rp10 Ribu
Mereka berharap perhatian dari pemerintah daerah agar segera melakukan perbaikan jalan dan jembatan secara permanen.
“Kami hanya berharap jalan dan jembatan bisa diperbaiki, supaya akses ke sekolah lancar dan aman,” tutup salah satu guru.
Perjuangan para guru di Desa Batuah menjadi potret nyata dedikasi tenaga pendidik di pelosok daerah.
Di tengah keterbatasan infrastruktur, mereka tetap bersemangat menjalankan tugas mencerdaskan generasi bangsa, meski harus menempuh perjalanan berisiko setiap hari.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.