TRIBUNKALTENG.COM, SAMPIT – Wakil Ketua DPRD Kotim atau Kotawaringin Timur, Rudianur menegaskan, pentingnya langkah antisipatif dalam menghadapi ancaman kebakaran hutan dan lahan (karhutla).
Ia menilai, kesiapsiagaan sejak dini merupakan pondasi utama dalam mencegah kerugian besar yang ditimbulkan oleh bencana tahunan ini.
Hal itu disampaikannya usai mengikuti Apel Siaga Karhutla yang digelar Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kotim, Senin (4/8/2025).
“Prinsipnya, ini adalah awal dari kebaikan. Jangan sampai kita baru bersiaga setelah api berkobar. Langkah pencegahan jauh lebih baik dibanding penanganan ketika bencana sudah terjadi,” tegasnya.
Baca juga: Hujan Guyur Kotim Dua Hari Terakhir, BMKG: Dipicu Gangguan Cuaca dari Selatan Jawa
Ia memberikan apresiasi terhadap upaya BPBD Kotim yang dinilai telah mempersiapkan sumber daya dengan matang.
Langkah ini, menurutnya, merupakan investasi penting untuk menjaga keselamatan masyarakat sekaligus kelestarian lingkungan.
Lebih lanjut, ia menyoroti kondisi cuaca di Kotim yang tidak merata.
Meskipun hujan turun cukup deras di wilayah Kota Sampit, namun daerah selatan Kotim belum mendapatkan curah hujan yang signifikan.
“Hari ini memang Sampit diguyur hujan cukup deras. Tapi untuk wilayah selatan, hanya hujan ringan dan bersifat lokal. Ini harus menjadi perhatian kita bersama karena wilayah selatan seringkali menjadi titik rawan karhutla,” ujarnya.
Ia juga menyinggung adanya kolaborasi antarwilayah dalam penanganan karhutla, khususnya kerja sama antara Kabupaten Kotim dan Kabupaten Seruyan.
Menurutnya, sinergi lintas kabupaten sangat penting untuk mempercepat penanganan kebakaran, terutama di kawasan perbatasan.
“Beberapa waktu lalu saya ke Seruyan, dan mereka sudah meneken MoU dengan Pemkab Kotim. Jika muncul hotspot di wilayah perbatasan, mereka saling bantu. Seruyan bantu Kotim, begitu juga sebaliknya. Ini patut diapresiasi,” jelasnya.
Politikus tersebut menilai bahwa bencana karhutla tidak mengenal batas administratif.
Oleh sebab itu, penanganannya pun harus dilakukan secara kolaboratif dan tidak bisa dibebankan hanya kepada satu daerah.
“Kalau ada api di tengah-tengah perbatasan, tidak bisa hanya satu daerah yang tangani. Harus ada kerja sama. MoU ini langkah bagus dan perlu diperkuat ke depannya,” tegasnya.