TRIBUNKALTENG.COM, SAMPIT -Dampak kenaikan harga BBM di Kotim, harga bahan pangan seperti Ayam Potong & Ikan di Pasar Sampit Ikut mengalami kenaikan.
Seperti yang terpantau di Pusat Ikan Mentaya (PIM) Sampit, Kabupaten Kotawaringin Timur (Kotim), mengalami kenaikan sebagai imbas dari kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM).
Pasalnya, hal ini terjadi kurang dari seminggu sejak diterapkan kenaikan harga BBM oleh pemerintah pusat, Sabtu (3/9/2022) lalu.
Salah seorang pedagang ayam potong, Sriyani, menuturkan kenaikan harga ayam potong ini tak dapat dihindari dengan adanya kenaikan harga BBM.
Karena rata-rata pasokan ayam potong di Kota Sampit berasal dari Banjarmasin, sehingga ada biaya transportasi untuk pengirimannya.
Baca juga: Jumlah Penumpang Kapal Laut di Sampit Turun Pasca Penyesuaian Tarif Imbas Kenaikan BBM
Baca juga: Anggota Ditreskrimsus Polda Kalteng Tangkap 2 Pelaku Penimbun 1,3 Ton BBM Subsidi Jenis Bio Solar
Baca juga: Selewengkan BBM Bersubsidi, Tim Polda Kaltim Bekuk 4 Pelaku, Amankan Barang Bukti 3.340 Liter Solar
“Kalau harga BBM naik otomatis semua ikut naik, seperti yang saya jua ini, ayam potong. Kami kan mengambil dari Banjarmasin dan untuk membawanya kesini jelas perlu BBM,” ujarnya, Senin (19/9/2022).
Berdasarkan informasi dari pengirim ayam potong yang ia terima, sebelumnya biaya transportasi pulang-pergi untuk mengantarkan ayam dari Banjarmasin ke Sampit sekitar Rp 700 ribu.
Tapi kini, biaya itu naik hingga diatas Rp 1 juta. Dengan demikian, pemasok pun membebankan kenaikan biaya transportasi tersebut pada harga ayam.
Alhasil, para pedagang eceran pun mau tidak mau menaikan harga. Dari kisaran harga Rp 30 ribu - Rp 35 ribu per kilogram, kemudian naik menjadi Rp 42 ribu per kilogram.
Namun, kemudian harga mengalami sedikit penurunan menjadi Rp 38 ribu - Rp 40 ribu menyesuaikan dengan permintaan masyarakat yang menurun.
“Dari hari minggu kemarin ada penurunan harga sekitar Rp 2 ribu, jadi sekarang harganya Rp 38 ribu - Rp 40 ribu. Sebenarnya, kami pedagang juga tidak mau menaikan harga, karena pasti berdampak pada pembelian,” tuturnya.
Ia melanjutkan, dengan adanya kenaikan harga menyebabkan permintaan ayam potong dari masyarakat menurun.
Misalnya, pembeli yang biasanya membeli sebanyak 1 kilogram, turun menjadi setengah kilogram. Bahkan, tak jarang yang batal membeli.
Hal itu pun berdampak pada omzet pedagang dan dirasakan pula oleh pemasok ayam. Sehingga, dari pemasok pun berinisiatif menurunkan harga, walaupun hanya sekitar Rp 2 ribu. Dengan harapan minat masyarakat terhadap ayam potong kembali meningkat.
Adapun, menanggapi kenaikan harga BBM, Sriyani berharap pemerintah bisa mempertimbangkan kembali kondisi masyarakat, khususnya pedagang kecil.
Kenaikan harga BBM yang tidak diimbangi dengan kenaikan pendapatan hanya akan semakin menyengsarakan rakyat.
Sementara, bantuan tunai yang disalurkan melalui kementerian Sosial belum tentu didapat.
“Harapan kami pemerintah dalam mengambil kebijakan itu bisa melihat kembali kondisi kemampuan dan pendapatan rakyat. Kami pedagang ini juga kesulitan, mau jualan tapi kalau tidak ada yang beli kan percuma juga,” pungkasnya.
Kondisi tak jauh berbeda juga dirasakan Asep, pedagang ikan segar di PIM Sampit. Kenaikan harga BBM juga berimbas pada kenaikan harga ikan. Terlebih, BBM tidak hanya dibutuhkan dalam transportasi pengantaran barang tapi juga untuk keperluan nelayan melaut atau mencari ikan.
“Para nelayan kan juga butuh BBM untuk melaut, misalnya yang biasanya biaya Rp 2 ribu naik jadi Rp 4 ribu. Otomatis dampaknya pada harga ikan,” jelasnya.
Adapun, beberapa jenis ikan yang mengalami kenaikan harga antara lain ikan kembung dari harga Rp 40 ribu menjadi Rp 50 ribu per kilogram, tongkol putih dari Rp 40 ribu menjadi Rp 45 ribu per kilogram, kakap merah dari Rp 75 ribu menjadi Rp 80 ribu per kilogram, kerapu dari Rp 45 ribu menjadi Rp 55 ribu per kilogram.
Ia menambahkan, ikan yang ia jual berasal dari berbagai tempat. Ada yang dari nelayan lokal, ada pula dari kabupaten tetangga seperti Katingan dan Pangkalanbun.
Bahkan ada yang dari Pulau Jawa dan Madura. Semakin jauh asalnya otomatis biaya transportasi akan lebih besar, begitu pula dampak terhadap ikan yang dijual ke masyarakat. (*)