Kesenian Kalimantan Tengah
Lestarikan Seni Karungut Klasik, Titik Surya Hibur Warga saat Car Free Day Palangka Raya Kalteng
Seorang perempuan mengenakan baju daerah memainkan alat musik tradisional Kalimantan Tengah sambil melantunkan syair penuh petuah dan budaya.
Penulis: Arai Nisari | Editor: Pangkan Banama Putra Bangel
TRIBUNKALTENG.COM, PALANGKA RAYA – Suara lembut kecapi berpadu syair karungut klasik terdengar mengalun di tengah keramaian Car Free Day (CFD) Jalan Yos Sudarso, Palangka Raya, Minggu (8/6/2025) pagi.
Duduk tenang di atas kursi plastik, seorang perempuan mengenakan baju daerah memainkan alat musik tradisional Kalimantan Tengah sambil melantunkan syair penuh petuah dan budaya.
Ia adalah Titik Surya, seorang Guru di SDN 6 Penarung dan penggiat seni dari Sanggar Guru Seni Budaya Kecapi dan Karungut Kalimantan Tengah.
Baca juga: Hamster Paling Laris Dibeli, Car Free Day Palangka Raya Kalteng Tak Hanya Kulineran
Baca juga: Car Free Day di Palangka Raya Kalteng Menguntungkan, Pedagang di Jalan Yos Sudarso Laris Manis
Baca juga: Car Free Day Palangka Raya Kalteng yang Semakin Ramai, Warga Gunung Mas Rela Datang Jauh-jauh
Meski tampil seorang diri karena rekan sanggarnya beristirahat, Titik Siurya tetap semangat membawakan penampilan terbaiknya untuk masyarakat.
Ia memainkan kecapi berdawai dua sambil melantunkan karungut, seni bertutur khas Dayak yang mulai jarang terdengar.
“Di sini kami dari sanggar hadir untuk menghibur masyarakat dan memperkenalkan seni budaya kita, khususnya karungut. Kami tampil rutin setiap Minggu, dari pukul enam pagi sampai jam sepuluh,” jelasnya.
"Kami datang bukan karena ada undangan resmi dari pemerintah, tapi karena ingin berbagi dan mengenalkan budaya sendiri," tambah Titik Surya.
Ia biasanya berkoordinasi langsung dengan petugas CFD agar bisa tampil di ruang publik itu.
Sayangnya, menurutnya, perhatian terhadap karungut klasik masih minim.
"Sekarang karungut sering dimodifikasi. Yang asli ini sudah mulai jarang dibawakan," katanya dengan nada prihatin.
“Harapan saya, ke dinas terkait, jangan seni tari saja yang diperhatikan. Musik tradisional seperti karungut ini juga butuh perhatian. Sekarang karungut klasik hampir hilang,” ungkap Titik Surya.
Ia mencontohkan, dalam acara-acara adat seperti pernikahan atau syukuran rumah baru, masyarakat kini cenderung memilih karungut versi modern.
Padahal, menurutnya, karungut klasik memiliki nilai budaya yang kuat dan layak untuk dilestarikan.
“Kalau bisa kita pakai lagi karungut asli yang seperti ini. Bukan berarti yang modern tidak bagus, tapi yang klasik ini punya ruh yang beda,” ucapnya.
Respon dari warga yang hadir di Car Free Day, cukup positif.


Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.