Hasil Sidang MK Pilkada Batara

LINK Live Streaming Sidang MK Hari Ini, Agenda Pembacaan Putusan Gugatan Pilkada Batara Kalteng

Jadwal sidang MK dengan agenda pembacaan putusan gugatan Pilkada Batara ini akan dilaksanakan, Rabu (14/05/2025) sore WIB.

Editor: Haryanto
ISTIMEWA
SIDANG MK - Foto ilustrasi dokumen Ketua MK, Suhartoyo saat memimpin sidang gugatan Pilkada 2025, Senin (5/5/2025). Jadwal sidang MK dengan agenda pembacaan putusan gugatan Pilkada Batara ini akan dilaksanakan, Rabu (14/05/2025) sore WIB. 

TRIBUNKALTENG.COM, BARITO UTARA - Sidang Mahkamah Konstitusi (MK) dengan agenda pembacaan putusan Perselisihan Hasil Pemilihan Umum atau PHPU Barito Utara (Batara) akan dilakukan.

Jadwal sidang MK dengan agenda pembacaan putusan gugatan Pilkada Batara ini akan dilaksanakan, Rabu (14/05/2025) sore WIB.

Melansir website mkri.id, sidang dengan perkara bernomor 313/PHPU.BUP-XXIII/2025 ini akan dimulai pukul 15.00 WIB. 

Baca juga: Pembuktian Sengketa Pilkada Barito Utara, Saksi Ahli Pemohon Sebut Politik Uang Terbukti

Saksikan sidang MK melalui live streaming MKRI dengan link berikut:

LINK Streaming

Gugatan Gogo-Helo

Sebagai informasi, sengketa Pilkada Batara diajukan Pasangan Calon Bupati dan Wakil Bupati Barito Utara Nomor Urut 01, Gogo Purman Jaya-Hendro Nakalelo atau Gogo-Helo. 

Pada sidang sebelumnya, pihak pemohon, termohon maupun pihak terkait telah menjalani sidang pembuktian. 

Sidang itu dipimpin Ketua MK, Suhartoyo bersama dengan Hakim Konstitusi Daniel Yusmic P Foekh dan Hakim Konstitusi M Guntur Hamzah. 

Sidang berlangsung pada Kamis (8/5/2025). 

Pada sidang pembuktian ini, tim kuasa hukum Gogo-Helo selaku pemohon menghadirkan tiga saksi yakni, Santi Parida Dewi, Lala Mariska, dan Indra Tamara, serta Aswanto sebagai Ahli. 

Santi Parida Dewi mengungkapkan, dirinya adalah pemilih di TPS 01 Melayu. 

Jauh sebelum dilakukan pemilihan, pada 20–24 Desember dirinya dihubungi Tim Paslon  02 Pilkada Barito Utara, Akhmad Gunadi Nadalsyah-Sastra Jaya atau Agi-Saja selaku Pihak Terkait, untuk menyerahkan KTP. 

Singkatnya, pada 24 Desember 2024 Parida beserta suami diminta datang ke kediaman Ketua DPR Barito Utara. 

Di tempat tersebut, ia dan suami beserta satu anaknya (diwakilkan) mendapatkan tiga amplop yang berisikan uang sejumlah satu juta rupiah pada setiap amplopnya. 

“Saat itu dibilang, seandainya terjadi PSU maka kita lanjut, masih ada tambahan. Kalau tidak, anggap ini sedekah," ujar Parida. 

Saksi Lala, satu di antara 9 orang yang ditangkap polisi karena dugaan politik uang, mengakui bertugas membagikan uang kepada pemilih. 

Saksi Ahli dari pemohon, Aswanto menilai, pelanggaran politik uang ini, sudah tergolong pada pelanggaran yang dilakukan secara sistematis. 

"Bahkan ini bisa dikatakan pertama kali terjadi jumlahnya dahsyat, yakni 16 juta per suara. Oleh sebab itu, pasangan calon patut untuk didiskualifikasi,” ujarnya. 

Sementara itu, Tim Kuasa Hukum Agi-Saja selaku pihak terkait, mendatangkan Topo Santoso dan Radian Syam sebagai Ahli serta Edi Rahman dan Maluana Husada sebagai Saksi. 

Topo Santoso menerangkan, terdapat perbedaan secara konseptual antara penanganan politik uang secara pidana dan administratif. 

Topo juga menjelaskan, terbuktinya seseorang atau beberapa orang diduga tim dari paslon, maka dalam konteks hukum pidana hal itu merupakan pertanggungjawaban pidana individual dari terdakwa. 

"Jadi tidak berkait dengan pertangungjawaban hukum dari pasangan calon," ungkapnya. 

Sedangkan KPU Kabupaten Barito Utara selaku Termohon, menghadirkan Roya Izmi Fitrianti dan Paizal Rahman yang merupakan Anggota KPU Barito Utara. 

Analisa Putusan

Praktisi Hukum Kalteng, Ari Yunus Hendrawan  menyampaikan analisanya perihal putusan MK untuk Pilkada Batara.

Ia menilai, peluang kedua paslon untuk didiskualifikasi sangat terbatas. 

Ia menjelaskan, berdasarkan Pasal 45 ayat (1) PMK Nomor 3 Tahun 2024, alat bukti berupa keterangan para pihak adalah keterangan yang diberikan pihak-pihak dalam suatu perkara, baik berkedudukan sebagai Pemohon, Termohon, maupun pihak terkait yang disampaikan dalam persidangan.

Dengan prinsip ini, kata Ari, beban membuktikan dalil ada pada Pemohon yang harus mengajukan bukti dan kesaksian di depan sidang.

"Artinya, Pemohon wajib menghadirkan saksi dan dokumen yang mendukung argumentasi permohonannya," ujarnya, Minggu (11/5/2025) lalu.

Ari yang juga pernah mengikuti Pusdiklat MK itu menerangkan, segala pernyataan Pihak Terkait hanya bernilai alat bukti jika diungkapkan langsung di persidangan, sesuai Pasal 45 ayat (1) PMK 3/2024.

Berdasarkan Pasal 46 ayat (1) PMK Nomor 3/2024, keterangan saksi adalah keterangan yang diberikan oleh seseorang yang mengetahui, melihat, merasakan, mendengar atau bahkan mengalami sendiri suatu peristiwa yang terkait dengan perkara yang diperiksa.

Menurut Ari, saksi harus memiliki pengalaman langsung atas peristiwa kampanye atau pemilihan yang disengketakan.

Secara prosedural, saksi dapat diajukan oleh Pemohon, Termohon, atau Pihak Terkait, dan hanya keterangan yang bersumber dari penglihatan atau pengalaman aktual mereka yang dianggap valid.

"Dalam sidang PHPU Pilkada Barito Utara, saksi Pemohon Santi Parida Dewi secara eksplisit mengakui menerima uang," ucap Ari.

Namun, Ari menyoroti, keterangan Santi yang menyampaikan tidak terpengaruh dengan menerima uang 16 juta tersebut.

Ari menilai, Santi mengonfirmasi adanya uang, tetapi menegaskan suara yang dipilihnya tidak dipengaruhi oleh uang tersebut.

Ari juga menyoroti saksi lain dari Pemohon, Indra Tamara, yang secara gamblang menyatakan tidak menyaksikan langsung pembagian uang, tapi dari cerita pihak ketiga.

Kesaksian tersebut, lanjut Ari, bersifat hearsa, pengakuan itu tidak memenuhi persyaratan Pasal 46 ayat (1) PMK 3/2024 tentang saksi.

Menurut ketentuan tersebut, saksi harus berlandaskan pengalaman langsung, bukan sekadar mendengar kabar.

Berdasarkan keterangan dua saksi dari Pemohon, Ari menyebut, kedua kesaksian itu tampak tidak cukup kuat untuk membuktikan dalil politik uang. 

"Pendapat saya kedua keterangan saksi tersebut tergolong lemah sebagai alat bukti persidangan," tegas Ari.

Selain itu, Ari juga menilai kemungkinan diskualifikasi terhadap calon cukup kecil.

Undang-Undang Pilkada, kata dia, mensyaratkan bahwa diskualifikasi calon hanya diberlakukan pada pelanggaran politik uang yang terstruktur, sistematis, dan masif (TSM).

Menurut Ari, sejauh ini, MK cenderung menerapkan diskualifikasi kepada satu pihak yang terbukti melanggar seperti yang terjadi di Yalimo pada 2022 atau Boven Digoel 2023.

"Bukan sekaligus kedua calon yang bertikai," ucapnya.

Ari membeberkan, bila pelanggaran tersebar atau melibatkan kedua kubu yang bersengketa, MK lebih memilih memerintahkan pemungutan suara ulang (PSU).

Ari menjelaskan, secara normatif, diskualifikasi memerlukan putusan resmi Bawaslu atau hasil penyelidikan yang menunjukkan TSM. Tanpa bukti tersebut, Mahkamah belum pernah menjatuhkan diskualifikasi ganda.

"Oleh karena itu, peluang MK untuk mendiskualifikasi kedua pasangan di Barito Utara sangat terbatas, kecuali ada temuan konkret TSM yang substansial," tukasnya.

Sumber: Tribun Kalteng
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved