DPRD Kalteng

4 Penambang Emas di Kapuas Tewas, Waket Komisi II DPRD Kalteng Sarankan Pertambangan Rakyat

Kejadian longsor di Desa Marapit, Kapuas Tengah, Kalteng, menewaskan 4 orang pekerja tambang jadi sorotan Waket Komisi II DPRD Kalteng, adanya WPR

|
Penulis: Ahmad Supriandi | Editor: Sri Mariati
Tribunkalteng.com/Ahmad Supriandi
WAWANCARA - Wakil Ketua Komisi II DPRD Kalteng, Bambang Irawan saat diwawancara terkait pertambangan rakyat, Senin (5/5/2025). 

TRIBUNKALTENG.COM, PALANGKA RAYA - Kejadian longsor di Desa Marapit, Kapuas Tengah, Kapuas,  Kalteng, menewaskan 4 orang pekerja tambang emas mendapat banyak sorotan, satu di antaranya dari Wakil Ketua Komisi II DPRD Kalteng, Bambang Irawan

Bambang menilai, diperlukan Wilayah Pertambangan Rakyat (WPR), sekaligus memastikan standar keselematan untuk pertambangan rakyat. 

"Hal ini menjadi perhatian kami, dan harus kita lakukan," kata Bambang, usai rapat paripurna DPRD Kalteng, Senin (5/5/2025). 

Pasca kejadian longsor yang menewaskan 4 pekerja tambang emas itu, Bambang mengajak Pemprov Kalteng untuk menyediakan ruang bagi pertambangan rakyat. 

Saat ini, kata Bambang, pihaknya tengah menyusun Perda sebagai payung hukum aktivitas pertambangan rakyat. 

Dengan Perda tersebut, bakal mengatur lokasi khusus untuk pertambangan rakyat, sekaligus mengatur tentang keselematan para pekerja tambang emas

"Itu perlu ada aturan khusus WPR ini. Standar WPR pun kita lihat masih standar ganda. Karena itu perlu diatur, misalnya apakah diperbolehkan menggunakan alat berat. Kemudian juga jadi perlu perhatian khusus adalah wilayah yang dijadikan pertambangan, harus memperhatikan keselmatan pekerja dan warga sekitarnya," ujar Bambang. 

Diketahui sebelumnya, kejadian longsor yang menewaskan empat pekerja tambang emas itu terjadi sekira pukul 14.30 WIB, Selasa (29/4/2025). 

Adapun keempat korban itu yakni, Yunedi (46), Gasi (48), Sarip (36), Padli (25). Keempat korban ditemukan meninggal dunia di bawah timbunan longsor. 

Direktur Wahana Lingkungan Hidup atau Walhi Kalteng, Bayu Herinata mengatakan, kejadian ini perlu jadi perhatian pemerintah dan aparat penegak hukum, apalagi jika tambang tersebut ilegal. 

Tak sedikit masyarakat yang bekerja di pertambangan rakyat baik legal maupun ilegal, hal ini dikarenakan sedikitnya atau bahkan tak ada opsi lain untuk memenuhi kebutuhan ekonomi.

Kondisi ini, kata Bayu, juga mengindisikan kegagalan pemeritah dalam menyediakan lapangan pekerjaan dan ekonomi berkelanjutan di daerahnya, khususnya di daerah Kapuas, Gunung Mas, dan sebagian wilayah Barito. 

Tanah longsor, lanjut Bayu, merupakan bukti kerusakan lingkungan yang disebabkan pembukaan hutan atau deforestasi. Tambang juga menjadi satu di antara penyumbang deforestasi terbesar hingga menempatkan Kalteng di posisi ketiga deforestasi terbesar di Indonesia.

Meskipun mayoritas dilakukan oleh perusahan yang mendapat izin dari pemerintah, seperti pertambangan batu bara, maupun mineral lainnya. 

“Tidak bisa dipungkiri, aktivitas pertambangan apalagi yang ilegal yang sebelumnya berada di bantaran sungai sekarang sudah meluas ke kawasan hutan atau hutan-hutan, tentu ini beresiko kerusakan lingkungan yang menyebabkan terjadinya degradasi lahan dan akan semakin besar jika dilakukan secara masif,” tegas Bayu.

Sumber: Tribun Kalteng
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved